Siaran Pers ELSAM: Pandangan Mengenai Situasi Hak Asasi Manusia 2013, Hak-hak Dasar di bawah Ancaman Ekskalasi Kekerasan
Tahun 2013 merupakan tahun yang menentukan dan penting dalam lanskap politik dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia. Dalam pembacaan ELSAM berdasarkan amatan atas kondisi perlindungan hak asasi manusia sepanjang 2012 yang lalu, tahun yang terus diklaim sebagai tahun politik ini justru berpotensi mempertinggi kerentanan perlindungan hak-hak dasar termasuk hak atas hidup bagi warga. Tak terhindarkan, pengamatan ini tentu memperpanjang deretan pembacaan mengenai potret suram HAM oleh berbagai lembaga lain yang telah disampaikan terlebih dahulu sepanjang akhir tahun yang lalu. Beberapa inisiatif yang positif bagi pemenuhan dan perlindungan HAM yang berhasil dilakukan masih terlalu kecil untuk dapat memberikan harapan bagi kemungkinan perbaikan perlindungan Hak-hak warga negara. Stagnasi kinerja pemerintah dalam perlindungan hak asasi manusia di tahun 2012 telah ditutup dengan serangkaian catatan kekerasan terhadap warga negara, baik dalam isu-isu 'tradisional hak asasi manusia' seperti praktek penyiksaan dalam proses peradilan pidana, maupun isu-isu yang mudah menjadi subyek politisasi, baik terkait politik elektoral ditingkat lokal seperti konflik lahan, pelanggaran terhadap jaminan atas kebebasan memeluk agama dan keyakinan, pembungkaman kebebasan berekspresi, baik kepada warga maupun kepada jurnalis, maupun realitas isolasi dan terus berlangsungnya kekerasan dan ancaman atas hak hidup dan hak atas rasa aman di Papua.
Potensi eskalasi kekerasan dan pelanggaran HAM tersebut dimungkinkan karena masih terus terdapat kesenjangan yang besar antara jaminan normatif Hak Asasi Manusia dan realisasi praktis di lapangan. Selain itu, kebuntuan pembaharuan insitusi yang sering terlibat dalam proses kekerasan terhadap warga juga tidak menunjukkan kemajuan, seperti terkait dengan Kejaksaan Agung dalam kinerja penegakan HAM, pembaharuan institusi POLRI dan TNI, maupun lahirnya kebijakan baru yang mengembalikan watak represif dan memperbesar kontrol atas warga negara seperti tercermin dalam RUU Ormas, UU Penangan Konflik Sosial, maupun RUU KAMNAS. Dalam hal ini, perangkat negara sebagai pengampu kewajiban perlindungan masih terus menjadi bagian dari masalah, dan belum sepenuhnya mampu memenuhi kewajiban konstitusionalnya dalam perlindungan HAM.
Kondisi ini bisa dilihat dari paparan ELSAM perihal situasi penikmatan hak asasi manusia di Indonesia selama tahun 2012, dengan beragam jenis pelanggaran yang menyertainya. Paparan tersebut khususnya terkait denan beberapa situasi berikut ini: (1) kemandegan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu; (2) terus dioperasikannya kejahatan penyiksaan oleh aparat negara dengan alasan pengungkapan kejahatan; (3) makin mengerasnya situasi intolernsi dalam kehidupan beragama; (4) tiadanya penyelesaian yang utuh terhadap besar dan luasnya konflik lahan; (5) reproduksi kebijakan yang cenderung membatasi dan tak selaras dengan hak asasi manusia; dan (6) terus bergejolaknya konflik di daerah akibat penanganan yang kurang tepat.
Mengenai situsi perlindungan HAM tahun 2013, ELSAM memandang kondisinya tidak akan jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, masih terus terpuruk dan belum menjadi prioritas kenegaraan. Bahkan sangat mungkin dalam tahun 2013 situasinya bakal lebih suram, mengingat stagnasi pemajuan dan perlindungan HAM tahun 2012, makin meluasnya tren pelanggaran, serta riuhnya situasi politik jelang Pemilu 2014. Tanpa keseriusan komitmen dari Presiden Yudhoyono yang sudah memasuki tahun akhir masa pemerintahan, prediksi makin suramnya hak asasi manusia di tahun 2013 akan benar-benar terjadi. Selain pengesahakan sejumlah instrumen internasional HAM ke dalam hukum nasional, dalam masa delapan tahun pemerintahannya belum kita temukan adanya satu gebrakan besar dari Presiden Yudhoyono, yang mampu mendorong sebuah lompatan besar dalam penikmatan dan perlindungan hak asasi manusia. Oleh karenanya, tahun 2013 sesungguhnya menjadi pertaruhan bagi rezim pemerintahan Yudhoyono dalam komitmennya terhadap hak asasi. Apakah di masa depan rezim pemerintahan ini akan dikenang karena jerih payah baiknya bagi perlindungan HAM atau dikenang karena panjangnya warisan pelanggaran HAM?
Menjelang pelaksanaan Pemilu 2014, dalam tahun 2013, HAM benar-benar akan menjadi bola liar yang diperebutkan dan dipertarungkan oleh banyak kepentingan, khususnya para elit politik. Sebagian elit akan berupaya keras menghindar dan mengasingkan diri dari terma hak asasi karena tidak cukup menguntungkan bagi popularitas politik, akibat perbuatannya di masa lalu. Sementara segelintir elit politik yang lain akan menjadikannya peluru meriam guna meruntuhkan populisme kelompok politik lainnya. Tidak hanya itu, dalam batas-batas yang menguntungkan, HAM juga sangat mungkin menjadi komoditas yang diperebutkan dalam rangka menaikkan popularitas dan citra. Sedangkan dalam hitungan yang paling buruk, HAM ditempatkan dalam keranjang sampah dan ditinggalkan para elit politik karena dirasa tak memberi keuntungan. Oleh karena itu, dalam periode terakhir masa pemerintahannya, menjadi sangat penting peranan dari Presiden Yudhoyono untuk mengambil langkah di depan guna menetralisir dijadikannya HAM sebagai komoditas politik sesaat.
Situasi hak asasi manusia tahun 2013, selain menjadi 'komoditas' yang dipertaruhkan jelang pelaksanaan Pemilu 2014, setidaknya akan diwarnai dengan beberapa situasi berikut, khususnya: (1) besarnya peluang politisasi penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, akibat tidak adanya kesamaan pandangan seluruh pihak untuk menyelesaikannya, selain itu sebagain dari mereka yang diduga sebagai pelaku saat ini masih menduduki posisi penting di elit kekuasaan, yang akan berkontestasi di Pemilu 2014; (2) kekosongan aturan hukum serta tiadanya penghukuman yang setimpal bagi para pelaku penyiksaan, menjadikan metode 'kejahatan' ini terus digunakan oleh aparat penegak hukum; (3) mengerasnya situasi intoleransi termasuk kian gencarnya kekerasan atas nama agama, akibat tidak adanya penghukuman yang mampu menjerakan para pelaku kekerasan, sementara tren penghukuman berat bagi mereka yang dituduh melakukan penodaan agama juga terus akan berlangsung, mengingat masih kuatnya tekanan dari kelompok intoleran; (3) terus meningkatnya konflik lahan akibat tiadanya kebijakan khusus yang menyeluruh untuk penyelesaian konflik-konflik ini; (4) kaitannya dengan perlindungan kebebasan berekspresi, kesiapan negara dalam menyiapkan perangkat kebijakan khususnya yang terkait dengan perlindungan ekspresi di internet, akan sangat menentukan situasi penikmatan kebebasan berekspresi ke depan; (5) berlanjutnya upaya-upaya untuk penciptaan kebijakan yang sifatnya represif dan membatasi kebebasan warga negara.
Jakarta, 9 Januari 2013
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat [ELSAM]
Indriaswati D. Saptaningrum, S.H. LL.M.
Direktur Eksekutif
Baca Juga:
Ringkasan Eksekutif Laporan HAM 2012 | Meningkatnya Eskalasi Kekerasan dlm Stagnasi Perlindungan HAM | http://t.co/upFLsqwO
Tahun 2013 merupakan tahun yang menentukan dan penting dalam lanskap politik dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia. Dalam pembacaan ELSAM berdasarkan amatan atas kondisi perlindungan hak asasi manusia sepanjang 2012 yang lalu, tahun yang terus diklaim sebagai tahun politik ini justru berpotensi mempertinggi kerentanan perlindungan hak-hak dasar termasuk hak atas hidup bagi warga. Tak terhindarkan, pengamatan ini tentu memperpanjang deretan pembacaan mengenai potret suram HAM oleh berbagai lembaga lain yang telah disampaikan terlebih dahulu sepanjang akhir tahun yang lalu. Beberapa inisiatif yang positif bagi pemenuhan dan perlindungan HAM yang berhasil dilakukan masih terlalu kecil untuk dapat memberikan harapan bagi kemungkinan perbaikan perlindungan Hak-hak warga negara. Stagnasi kinerja pemerintah dalam perlindungan hak asasi manusia di tahun 2012 telah ditutup dengan serangkaian catatan kekerasan terhadap warga negara, baik dalam isu-isu 'tradisional hak asasi manusia' seperti praktek penyiksaan dalam proses peradilan pidana, maupun isu-isu yang mudah menjadi subyek politisasi, baik terkait politik elektoral ditingkat lokal seperti konflik lahan, pelanggaran terhadap jaminan atas kebebasan memeluk agama dan keyakinan, pembungkaman kebebasan berekspresi, baik kepada warga maupun kepada jurnalis, maupun realitas isolasi dan terus berlangsungnya kekerasan dan ancaman atas hak hidup dan hak atas rasa aman di Papua.
Potensi eskalasi kekerasan dan pelanggaran HAM tersebut dimungkinkan karena masih terus terdapat kesenjangan yang besar antara jaminan normatif Hak Asasi Manusia dan realisasi praktis di lapangan. Selain itu, kebuntuan pembaharuan insitusi yang sering terlibat dalam proses kekerasan terhadap warga juga tidak menunjukkan kemajuan, seperti terkait dengan Kejaksaan Agung dalam kinerja penegakan HAM, pembaharuan institusi POLRI dan TNI, maupun lahirnya kebijakan baru yang mengembalikan watak represif dan memperbesar kontrol atas warga negara seperti tercermin dalam RUU Ormas, UU Penangan Konflik Sosial, maupun RUU KAMNAS. Dalam hal ini, perangkat negara sebagai pengampu kewajiban perlindungan masih terus menjadi bagian dari masalah, dan belum sepenuhnya mampu memenuhi kewajiban konstitusionalnya dalam perlindungan HAM.
Kondisi ini bisa dilihat dari paparan ELSAM perihal situasi penikmatan hak asasi manusia di Indonesia selama tahun 2012, dengan beragam jenis pelanggaran yang menyertainya. Paparan tersebut khususnya terkait denan beberapa situasi berikut ini: (1) kemandegan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu; (2) terus dioperasikannya kejahatan penyiksaan oleh aparat negara dengan alasan pengungkapan kejahatan; (3) makin mengerasnya situasi intolernsi dalam kehidupan beragama; (4) tiadanya penyelesaian yang utuh terhadap besar dan luasnya konflik lahan; (5) reproduksi kebijakan yang cenderung membatasi dan tak selaras dengan hak asasi manusia; dan (6) terus bergejolaknya konflik di daerah akibat penanganan yang kurang tepat.
Mengenai situsi perlindungan HAM tahun 2013, ELSAM memandang kondisinya tidak akan jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, masih terus terpuruk dan belum menjadi prioritas kenegaraan. Bahkan sangat mungkin dalam tahun 2013 situasinya bakal lebih suram, mengingat stagnasi pemajuan dan perlindungan HAM tahun 2012, makin meluasnya tren pelanggaran, serta riuhnya situasi politik jelang Pemilu 2014. Tanpa keseriusan komitmen dari Presiden Yudhoyono yang sudah memasuki tahun akhir masa pemerintahan, prediksi makin suramnya hak asasi manusia di tahun 2013 akan benar-benar terjadi. Selain pengesahakan sejumlah instrumen internasional HAM ke dalam hukum nasional, dalam masa delapan tahun pemerintahannya belum kita temukan adanya satu gebrakan besar dari Presiden Yudhoyono, yang mampu mendorong sebuah lompatan besar dalam penikmatan dan perlindungan hak asasi manusia. Oleh karenanya, tahun 2013 sesungguhnya menjadi pertaruhan bagi rezim pemerintahan Yudhoyono dalam komitmennya terhadap hak asasi. Apakah di masa depan rezim pemerintahan ini akan dikenang karena jerih payah baiknya bagi perlindungan HAM atau dikenang karena panjangnya warisan pelanggaran HAM?
Menjelang pelaksanaan Pemilu 2014, dalam tahun 2013, HAM benar-benar akan menjadi bola liar yang diperebutkan dan dipertarungkan oleh banyak kepentingan, khususnya para elit politik. Sebagian elit akan berupaya keras menghindar dan mengasingkan diri dari terma hak asasi karena tidak cukup menguntungkan bagi popularitas politik, akibat perbuatannya di masa lalu. Sementara segelintir elit politik yang lain akan menjadikannya peluru meriam guna meruntuhkan populisme kelompok politik lainnya. Tidak hanya itu, dalam batas-batas yang menguntungkan, HAM juga sangat mungkin menjadi komoditas yang diperebutkan dalam rangka menaikkan popularitas dan citra. Sedangkan dalam hitungan yang paling buruk, HAM ditempatkan dalam keranjang sampah dan ditinggalkan para elit politik karena dirasa tak memberi keuntungan. Oleh karena itu, dalam periode terakhir masa pemerintahannya, menjadi sangat penting peranan dari Presiden Yudhoyono untuk mengambil langkah di depan guna menetralisir dijadikannya HAM sebagai komoditas politik sesaat.
Situasi hak asasi manusia tahun 2013, selain menjadi 'komoditas' yang dipertaruhkan jelang pelaksanaan Pemilu 2014, setidaknya akan diwarnai dengan beberapa situasi berikut, khususnya: (1) besarnya peluang politisasi penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, akibat tidak adanya kesamaan pandangan seluruh pihak untuk menyelesaikannya, selain itu sebagain dari mereka yang diduga sebagai pelaku saat ini masih menduduki posisi penting di elit kekuasaan, yang akan berkontestasi di Pemilu 2014; (2) kekosongan aturan hukum serta tiadanya penghukuman yang setimpal bagi para pelaku penyiksaan, menjadikan metode 'kejahatan' ini terus digunakan oleh aparat penegak hukum; (3) mengerasnya situasi intoleransi termasuk kian gencarnya kekerasan atas nama agama, akibat tidak adanya penghukuman yang mampu menjerakan para pelaku kekerasan, sementara tren penghukuman berat bagi mereka yang dituduh melakukan penodaan agama juga terus akan berlangsung, mengingat masih kuatnya tekanan dari kelompok intoleran; (3) terus meningkatnya konflik lahan akibat tiadanya kebijakan khusus yang menyeluruh untuk penyelesaian konflik-konflik ini; (4) kaitannya dengan perlindungan kebebasan berekspresi, kesiapan negara dalam menyiapkan perangkat kebijakan khususnya yang terkait dengan perlindungan ekspresi di internet, akan sangat menentukan situasi penikmatan kebebasan berekspresi ke depan; (5) berlanjutnya upaya-upaya untuk penciptaan kebijakan yang sifatnya represif dan membatasi kebebasan warga negara.
Jakarta, 9 Januari 2013
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat [ELSAM]
Indriaswati D. Saptaningrum, S.H. LL.M.
Direktur Eksekutif
Baca Juga:
Ringkasan Eksekutif Laporan HAM 2012 | Meningkatnya Eskalasi Kekerasan dlm Stagnasi Perlindungan HAM | http://t.co/upFLsqwO
__._,_.___
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar