Rabu, 09 Januari 2013

[Media_Nusantara] Komentar Wanita Lhokseumawe Soal Larangan Ngangkang

 

Komentar Wanita Lhokseumawe Soal Larangan Ngangkang

BANDA ACEH - Pemerintah Kota Lhokseumawe, Aceh, resmi memberlakukan larangan duduk mengangkang bagi perempuan saat dibonceng sepeda motor. Komentar pro maupun kontra pun bermunculan.

Seorang perempuan warga Utuenkot, Cunda, Lhokseumawe, Raudah Rizkina (22), menilai, pemberlakuan larangan mengangkang tersebut hanya upaya untuk mencari sensasi sesaat. Menurutnya, larangan duduk mengangkang bisa meningkatkan angka kecelakaan lalu lintas.

"Aku rasa pihak pemerintahan kota hanya mencari sensasi membuat larangan mengangkang saat berkendaraan. Menurut aku, itu hanya meningkatkan angka kecelakaan lalu lintas karena tidak semua orang bisa menjaga keseimbangannya," tutur Raudah kepada Okezone, Rabu (9/1/2013).

Raudah mengatakan, bila pemkot serius mau menegakkan syariat, jangan larangan mengangkang di jalan raya yang diterapkan, namun menuutup semua tempat-tempat karoeke di Lhokseumawe.

"Yang lebih penting dilakukan pemkot untuk menegakkan syariat adalah membasmi atau menyapu bersih tempat-tempat karoeke, membersihkan tempat-tempat wisata yang sering dijadikan tempat mesum, serta merazia kos-kosan ilegal," ujar mahasiswi IAIN Ar Raniry, Banda Aceh, itu.

Lebih lanjut dia menilai, aturan pelarangan mengangkang tersebut hanya upaya menutupi kekurangan pemkot yang tidak mampu bekerja dengan baik meningkatkan perekonomian dan memberantas kemiskinan.

Sementara itu, Saniah, warga Kampong Jawa, Lhokseumawe, menilai, soal perempuan mengangkang di sepeda motor tak harus diatur oleh pemerintah.

"Masih ada cara lain untuk meng-Islamkan pengendara sepeda motor yang bukan muhrim. Aku melihat wali kota tidak melihat secara luas, hanya melihat perilaku sebagian saja," sebutnya.

Menurut dia, sebelum membuat peraturan, seharusnya pemkot berdiskusi dulu dengan semua masyarakat untuk mencari solusinya, bukan langsung mengambil kesimpulan sepihak.

Diakuinya, moralitas anak muda saat ini merosot, tapi memberlakukan larangan mengangkang di sepeda motor bagi perempuan bukan solusi yang bijak.

Membersihkan Pemkot Lhokseumawe dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, lanjut dia, jauh lebih penting ketimbang mengurus perempuan mengangkang.

Lain halnya dengan Risda Andalia (22), mahasiswi IAIN Ar Raniry, Banda Aceh, asal Lhokseumawe. Perempuan ini setuju dengan larangan mengangkang di sepeda motor bagi perempuan.

"Setuju-setuju saja, itu ada sisi positifnya juga. Soalnya, kita bisa menghindari bagian sensitif tersentuh langsung saat dibonceng," katanya.

Soal keselamatan, Risda melihat, selama yang membawa sepeda motor tidak ngebut, perempuan yang dibonceng menyamping tidak masalah. "Selama ini kan masih banyak juga yang duduk menyamping di Aceh. Kecuali kalau perjalanan jauh," tuturnya.

Namun dia menyayangkan dengan pemberlakuan larangan mengangkang ini, Aceh khususnya Lhokseumawe menjadi sorotan dunia international.

"Seolah-olah Islam sangat mengekang ya, padahal tidak begitu. Harusnya pemkot memikirkan juga dampak-dampaknya sebelum membuat aturan. Soal mengangkang itu cukup diingatkan saja, tidak perlu dibuat aturan khusus," tutur Risda.

Seperti diketahui, Ide larangan mengangkang kali pertama diungkapkan Wali Kota Lhokseumawe, Suaidi Yahya, saat memberikan sambutan pada 1 Januari 2013.

Berikut isi surat edaran larangan mengangkang yang diteken Suaidi, Ketua DPRK Lhokseumawe Saifuddin Yunus, Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama Kota Lhokseumawe Teungku Asnawi Abdullah, dan Ketua Majelis Adat Aceh Kota Lhokseumawe Teungku Usman Budiman.

Untuk menegakkan syariat Islam secara kaffah, menjaga nilai-nilai budaya dan adat istiadat masyarakat aceh dalam pergaulan sehari-hari, serta sebagai wujud upaya Pemerintah Kota Lhokseumawe mencegah maksiat secara terbuka, maka dengan ini Pemerintah menghimbau kepada semua masyarakat di wilayah Kota Lhokseumawe, agar:

1. Perempuan dewasa yang dibonceng dengan sepeda motor oleh laki-laki muhrim, bukan muhrim, suami, maupun sesama perempuan, agar tidak duduk secara mengangkang (duek phang), kecuali dengan kondisi terpaksa (darurat).

2. Di atas kendaraan baik sepada motor, mobil dan/atau kendaraan lainnya, dilarang bersikap tidak sopan seperti berpelukan, berpegang-pegangan dan/atau cara-cara lain yang melanggar syariat Islam, budaya dan adat istiadat masyarakat Aceh;

3. Bagi laki-laki maupun perempuan agar tidak melintasi tempat-tempat umum dengan memakai busana yang tidak menutup aurat, busana ketat dan hal-hal lain yang melanggar syariat islam dan tata kesopanan dalam berpakaian;

4. Kepada seluruh keuchik, imum mukim, camat, pimpinan instansi pemerintah atau lembaga swadaya, agar dapat menyampaikan seruan ini kepada seluruh bawahannya serta kepada semua lapisan masyarakat.

http://news.okezone.com/read/2013/01/09/340/743447/komentar-wanita-lhokseumawe-soal-larangan-ngangkang
Perempuan pesisiran Aceh wkt mens pertama dipeseujeuk & dikasih rencong kecil, utk jaga diri. Skrg duduk di motor diatur .... Cut Nyak Dhien, Cut Meutia, Pocut Meuligo dulu berkuda tanpa diatur cara duduknya. Skrg Lhokseumawe ngatur cara duduk perempuan di sepedamotor .... Wkt Elizabeth I jd Ratu Inggris, Sultan wanita Aceh sdh 2. Lalu Malahayati, Dhien. Skrg atur2 cara duduk?? Aceh, you keep breaking my heart .... Oh Pemkot Lhokseumawe. Bila saja msh hidup Laks Keumalahayati & Cut Nyak Dhien, mungkin sudah habis kalian ditebas kelewang krn main2 larang.

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar