Investigasi Komnas HAM: Terjadi Pelanggaran Asasi dalam Konflik Tanah PLTU Batang
Setelah melakukan investigasi sejak bulan Oktober 2012 silam atas kasus kekerasan dan konflik lahan di PLTU Batang, akhirnya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia HAM merilis hasil investigasi mereka. Dari rilis yang dikirim Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang kepada Mongabay Indonesia dijelaskan, kasus PLTU Batang ini memang sangat kontroversial.
Wahyu Nandang Herawan, dari LBH Semarang kepada Mongabay-Indonesia mengatakan, Kasus PLTU Batang ini tergolong unik karena aspirasi masyarakat yang telah disampaikan ke Istana Negara, Kementerian Perekonomian RI, Kementerian BUMN RI, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Kementerian Lingkungan Hidup, Mabes Polri, Gubernur Jawa Tengah, DPRD Jawa Tengah dan Polda Jawa Tengah ini tidak pernah mendapat respon dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. "Di Negara yang telah "berdemokrasi" ini, seharusnya suara rakyat adalah komponen yang paling utama tetapi dalam kasus PLTU Batang ini, pemerintah seakan-akan buta dan tuli tanpa perasa," kata Nandang.
Nandang menambahkan, kriminalisasi terhadap lima warga desa di Batang yang saat ini sedang berjalan merupakan tindakan pelanggaran HAM oleh Polres Batang dan Polda Jawa Tengah.
Komnas HAM dalam investigasinya menemukan tindakan atau perbuatan oleh pemerintah yang diduga mengandung pelanggaran HAM sebagaimana diatur didalam UU No.39/1999 tentang HAM, UU No. 11/2005 tentang Ratifikasi Konvenan Hak-hak Ekosob dan U No. 12/2005 tentang Ratifikasi Konvenan Internasional Hak Sipol yaitu, hak atas informasi (pasal 14 ayat 1), dimana warga tidak memperoleh informasi yang jelas, transparan dan komprehensif atas rencana proyek PLTU Batang sehingga menimbulkan keresahan sosial.
"Hasil temuan investigasi Komnas HAM ini, sebagai bukti bahwa apa yang dilakukan masyarakat selama ini semata-mata hanya mempertahankan hak-hak kita yang sesuai dalam Undang-Undang, kita selalu diintimidasi dan dikriminalisasi, " tutur Tia, warga Roban.
Selain itu, hasil temuan investigasi ini seharusnya menjadi masukan penting pemerintah dalam menyikapi rencana pembangunan PLTU Batang ini, karena apabila itu tetap dilanjutkan maka bisa terjadi makin banyak pelanggaran HAM yang terjadi, karena masyarakat setempat tetap bersikukuh untuk menolak rencana pembangunan PLTU Batang.
Komnas HAM dalam laporan investigasnya juga memberikan batasan waktu selama 30 hari kepada pihak-pihak yang disebutkan dalam laporan investigasi tersebut untuk mengirimkan surat balasan, untuk merespon hasil rekomendasi Komnas Ham tersebut. Untuk itu, LBH Semarang dalm waktu dekat akan melakukan verifikasi kepada Komnas HAM terkait dengan respon dari pihak-pihak yang disebutkan dalam rekomendasi, apakah sudah mengirimkan surat tersebut ke Komnas HAM. "Kami akan menanyakan langkah tindak lanjut dari Komnas HAM, karena proyek PLTU tersebut tetap pemerintah akan lanjutkan dan akan dibangun pada oktober 2013 nanti dan kami akan tidak ingin ada pelanggaran HAM lanjutan, karena sampai saat ini masyarakat akan terus menolak pembangunan PLTU tersebut," kata Nandang.
Harapan serupa disampaikan Tia dan warga Batang lain yang terus menolak pembangunan PLTU ini yang akan merusak lingkungan. "Harapan kami cuma satu yaitu PLTU jangan dibangun di daerah kami, karena kami ingin hidup tenteram seperti dulu dan lingkungan tetap terjaga, mohon hormati HAM kami," tutup Tia.
Setelah melakukan investigasi sejak bulan Oktober 2012 silam atas kasus kekerasan dan konflik lahan di PLTU Batang, akhirnya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia HAM merilis hasil investigasi mereka. Dari rilis yang dikirim Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang kepada Mongabay Indonesia dijelaskan, kasus PLTU Batang ini memang sangat kontroversial.
Wahyu Nandang Herawan, dari LBH Semarang kepada Mongabay-Indonesia mengatakan, Kasus PLTU Batang ini tergolong unik karena aspirasi masyarakat yang telah disampaikan ke Istana Negara, Kementerian Perekonomian RI, Kementerian BUMN RI, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Kementerian Lingkungan Hidup, Mabes Polri, Gubernur Jawa Tengah, DPRD Jawa Tengah dan Polda Jawa Tengah ini tidak pernah mendapat respon dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. "Di Negara yang telah "berdemokrasi" ini, seharusnya suara rakyat adalah komponen yang paling utama tetapi dalam kasus PLTU Batang ini, pemerintah seakan-akan buta dan tuli tanpa perasa," kata Nandang.
Nandang menambahkan, kriminalisasi terhadap lima warga desa di Batang yang saat ini sedang berjalan merupakan tindakan pelanggaran HAM oleh Polres Batang dan Polda Jawa Tengah.
Komnas HAM dalam investigasinya menemukan tindakan atau perbuatan oleh pemerintah yang diduga mengandung pelanggaran HAM sebagaimana diatur didalam UU No.39/1999 tentang HAM, UU No. 11/2005 tentang Ratifikasi Konvenan Hak-hak Ekosob dan U No. 12/2005 tentang Ratifikasi Konvenan Internasional Hak Sipol yaitu, hak atas informasi (pasal 14 ayat 1), dimana warga tidak memperoleh informasi yang jelas, transparan dan komprehensif atas rencana proyek PLTU Batang sehingga menimbulkan keresahan sosial.
"Hasil temuan investigasi Komnas HAM ini, sebagai bukti bahwa apa yang dilakukan masyarakat selama ini semata-mata hanya mempertahankan hak-hak kita yang sesuai dalam Undang-Undang, kita selalu diintimidasi dan dikriminalisasi, " tutur Tia, warga Roban.
Selain itu, hasil temuan investigasi ini seharusnya menjadi masukan penting pemerintah dalam menyikapi rencana pembangunan PLTU Batang ini, karena apabila itu tetap dilanjutkan maka bisa terjadi makin banyak pelanggaran HAM yang terjadi, karena masyarakat setempat tetap bersikukuh untuk menolak rencana pembangunan PLTU Batang.
Komnas HAM dalam laporan investigasnya juga memberikan batasan waktu selama 30 hari kepada pihak-pihak yang disebutkan dalam laporan investigasi tersebut untuk mengirimkan surat balasan, untuk merespon hasil rekomendasi Komnas Ham tersebut. Untuk itu, LBH Semarang dalm waktu dekat akan melakukan verifikasi kepada Komnas HAM terkait dengan respon dari pihak-pihak yang disebutkan dalam rekomendasi, apakah sudah mengirimkan surat tersebut ke Komnas HAM. "Kami akan menanyakan langkah tindak lanjut dari Komnas HAM, karena proyek PLTU tersebut tetap pemerintah akan lanjutkan dan akan dibangun pada oktober 2013 nanti dan kami akan tidak ingin ada pelanggaran HAM lanjutan, karena sampai saat ini masyarakat akan terus menolak pembangunan PLTU tersebut," kata Nandang.
Harapan serupa disampaikan Tia dan warga Batang lain yang terus menolak pembangunan PLTU ini yang akan merusak lingkungan. "Harapan kami cuma satu yaitu PLTU jangan dibangun di daerah kami, karena kami ingin hidup tenteram seperti dulu dan lingkungan tetap terjaga, mohon hormati HAM kami," tutup Tia.
__._,_.___
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar