Selasa, 29 Januari 2013

[Media_Nusantara] Mencari Terobosan DDA Sebagai Persiapan KTM 9 WTO

 

Mencari Terobosan DDA Sebagai Persiapan KTM 9 WTO:
"Tawaran Proposal Untuk Masuk Dalam Early Harvest Package"
 
Tarik-menarik kepentingan antara negara berkembang dan negara maju dalam sektor pertanian di WTO belumlah usai. Sampai saat ini masih belum dapat dicapai kesepakatan terhadap isu-isu yang berkembang pasca putaran Doha WTO pada tahun 2001. Perdebatan dalam sektor pertanian berada pada seputar aturan liberalisasi perdagangan untuk produk-produk pertanian terkait dengan akses pasar (Market Access), subsidi domestik (Domestic Support), dan subsidi eksport (Export competition) yang mengarahkan komitmen anggota WTO untuk segera menurunkan tarif dan mengurangi ataupun menghapuskan bentuk-bentuk subsidi yang mampu mendistorsi perdagangan.
 
Negara-negara berkembang memiliki kepentingan besar terhadap perdagangan sektor pertanian sebagai comparative advantage yang dimilikinya, namun potensi keberhasilannya dihalangi oleh kepentingan negara maju yang enggan membuka pasar dan mengurangi subsidi yang diberikan untuk sektor pertaniannya, sehingga hal ini mampu mendistorsi perdagangan dan mengakibatkan negara berkembang sulit bersaing dengan produk pertanian dari negara maju.
 
Aturan liberalisasi sektor pertanian yang diatur di dalam Agreement on Agriculture (AoA) telah dibuat sedemikian rupa untuk mengkelabui negara berkembang. Aturan-aturan yang memberikan banyak fleksibilitas untuk negara-negara berkembang pun hanya menjadi aturan di atas kertas tanpa bisa diimplementasikan secara riil. Untuk itulah, kemandekan dalam Putaran Doha tahun 2001 menjadi kesempatan yang dimanfaatkan oleh negara-negara berkembang untuk mengajukan proposal-proposal yang mampu merubah aturan AoA yang selama ini telah berjalan, walaupun proposal-proposal tersebut belum bisa disepakati akibat penolakan yang cukup keras dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa.
 
Proses mencari kata sepakat dilalui dengan begitu panjang. Dan pada tahun 2008 Komite Pertanian WTO telah mencapai kemajuan dalam mengakomodir proposal negara berkembang yang dituangkan dalam draft modalitas 6 Desember 2008 yang berisi mengenai hal-hal yang berpotensi besar untuk dapat disepakati terkait formula pengurangan tarif dan pengurangan subsidi pertanian yang mendistorsi perdagangan[2].
 
Sebagai lanjutan upaya mencari kesepakatan dalam isu pertanian, dalam perkembangannya Komite Pertanian WTO telah menggelar konsultasi dalam bentuk pertemuan informal untuk membicarakan dua tawaran proposal yang berasal dari Group-20 dan Group 33. Hasil dari kesimpulan konsultasi tersebut dilaporkan oleh Ketua Komite Pertanian WTO, John Adank, pada 16 November 2012 dihadapan seluruh anggota negosiator pertanian.
 
Berangkat dari draft terakhir revisi perjanjian pertanian pada tahun 2008, pembahasan tawaran proposal ini akan diarahkan pada pencapaian kesepakatan awal (early harvest package) untuk disampaikan dalam Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-9 WTO pada tahun 2013 nanti di Bali, Indonesia.
 
Usulan Tambahan Draft Modalitas Dari G-20
 
Sesuai dengan apa yang menjadi standing posisition Group-20 atau G-20[3] sejak Doha Round terkait formula pengurangan tarif dalam akses pasar dan subsidi domestik, pada September 2012 G-20 kembali mengajukan 2 proposal kepada Komite pertanian WTO dan telah didengarkan pemaparannya dihadapan Komite Pertanian WTO. Dalam laporan yang dikemukakan oleh Ketua Komite Pertanian WTO, disebutkan proposal-proposal tersebut terkait dengan isu: (1) draft teks "The Understanding" (Pemahaman) mengenai Ketentuan Administrasi dari Tariff Rate Quotas beserta lampiran-lampirannya; (2) Tariff Rate Quotas Administration dan Export Competition.
 
Tariff rate quotas menjadi satu bagian dari isu akses pasar (market access) yang dilaksanakan hanya dalam bentuk tarif. Namun dikarenakan pada saat pembahasan AoA sebelum tahun 1995 masih banyak negara yang melakukan pembatasan terhadap impor produk pertanian dalam bentuk non-tariff atau dalam bentuk kuota impor maka negara tersebut memiliki kewajiban untuk melakukan tarifikasi (proses untuk mentarifkan seluruh produk pertanian), dan jika dalam proses tarifikasi tersebut menimbulkan potensi terjadinya lonjakan impor yang cukup tinggi atau terjadinya diferensiasi harga impor yang lebih rendah dari pada harga rata-rata, maka negara tersebut diperbolehkan menerapkan kuota tarif (dua bentuk tarif dan kuota[4]). Bagi negara-negara yang menerapkan TRQ harus melakukan notifikasi kepada WTO pada saat AoA akan diberlakukan. Dari 36 negara yang melakukan notifikasi terhadap TRQ, ada 19 negara berkembang yang memberlakukan TRQ[5].
 
Terhadap usulan terkait dengan TRQ administration, maka G-20 meminta agar dapat menambahkan beberapa keterangan di dalam draft modalitas 2008 mengenai Tariff Rate Quotas Administration yang berisi tentang: (i) kuota tarif dan impor dalam tarif kuota dihitung berdasarkan periode tahun 2002-2011, (ii) kuota tarif dapat dibuat atau dimodifikasi oleh anggota berdasarkan Pasal 28 atau Pasal 24 (6) GATT 1994; (iii) metode administrasi kuota tarif diterapkan dan/atau dimodifikasi oleh anggota berdasarkan tarif dalam periode tahun 2002-2011, dan (iv) ikhtisar tentang kepatuhan anggota.
 
Terkait dengan Export Competition, G-20 meminta agar ada pembaharuan informasi mengenai penggunaan subsidi ekspor oleh masing-masing anggota yang terkait dalam draft modalitas mengenai: (i) export subsidies; (ii) export credits, export credit guarantees and insurance programmes; (iii) state trading enterprises (BUMN); and (iv) food aid (Bantuan pangan).
 
Tanggapan terhadap proposal G-20 tersebut diatas disambut baik oleh Kelompok Cairns yang dikoordinatori oleh Australia namun tidak seambisius dari apa yang mereka inginkan. Jepang menanggapi lebih netral dimana diyakini bahwa walaupun proposal tersebut akan mendekati kesepakatan tetapi tetap saja proposal tersebut dianggap belum mampu mencerminkan keseimbangan akses pasar. Terhadap beberapa tanggapan dari anggota komite pertanian, Ketua Komite Pertanian WTO merasa ada keinginan kuat dari beberapa anggota untuk mendapat keputusan namun masih ada sebagian anggota lagi yang belum memberikan posisinya terhadap proposal G-20 terkait dengan TRQ Administration.
 
Mengecualikan Cadangan Pangan Untuk Keamanan Pangan Dari Subsidi Domestik
 
Proposal lainnya yang diajukan kepada Komite Pertanian WTO adalah yang diajukan oleh Group of 33 atau G-33[6] yang dikoordinatori oleh Indonesia. Tema proposal yang diajukan adalah terkait dengan stok cadangan untuk keamanan pangan (Food Security). G-33 mencari kesepakatan awal terkait dengan ketentuan stok cadangan pangan pemerintah dengan melakukan pembelian dari petani miskin yang mensubsidi harga untuk dapat dikecualikan dari ketentuan subsidi domestik yang penggunaanya harus dikurangi karena mendistorsi pasar.
 
G-33 melihat pentingnya proposal ini terkait dengan ketahanan pangan bagi petani miskin dimana ketentuan ini telah menjadi sebuah draft teks modalitas 2008 yang tetap tanpa adanya catatan-catatan disekitar teks tersebut. Namun, walaupun proposal G-33 mendapatkan dukungan dari G-20 dan beberapa negara LDC (Least Developed Countries), ternyata masih banyak anggota yang berkeberatan terhadap usulan proposal itu yang nantinya akan menjadi satu paket dalam kesepakatan awal (early harvest package) sebagaimana pandangan dari Uni Eropa dan Amerika Serikat.
 
Sebagaimana diketahui, bahwa Subsidi domestik bisa menimbulkan distorsi dalam perdagangan. Namun, ada juga subsidi domestik yang tidak mempengaruhi harga dan produksi sehingga mendistorsi pasar. AoA membagi subsidi domestik tersebut menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu Amber Box, Green Box, dan Blue Box. Amber Box adalah subsidi yang dianggap mendistorsi produksi dan perdagangan sehingga ia dilarang dalam AoA. Green Box adalah subsidi yang tidak mempengaruhi produksi dan harga sehingga ia diperbolehkan dalam AoA. Blue Box merupakan subsidi yang mendistorsi perdagangan namun memiliki ketentuan harus dikurangi atau secara maksimal dihapuskan. Dalam hal subsidi, negara maju banyak sekali memberikan subsidi untuk sektor pertaniannya dalam ketiga bentuk box tersebut. Inilah yang sebenarnya ketentuan yang didesak oleh negara berkembang dimana negara maju harus segera menghapuskan subsidinya sehingga tidak menggerus produk pertanian dari negara-negara berkembang.**(@m13)
 
Sumber Utama Laporan Komite Pertanian WTO:
·    WTO News On Agriculture Negotiations-Informal Meeting: "Chair Reports No 'No' But Also No 'Yes' For Farm Talks Proposal", 16 November 2012.
·    Suns Journal No.7485, "Agriculture: Chair Reports On Consultations On G-20 Papers", 22 November 2012.
 
 
Keterangan Mengenai Highlights Draft Modalitas 2008 Sektor Pertanian
 
 
Domestic support
Explanation of the "boxes"
  • Overall trade distorting domestic support (Amber + de minimis + Blue). EU to cut by 80%; US/Japan to cut by 70%; the rest to cut by 55%. "Downpayment" (immediate cut) of 33% for US, EU, Japan, 25% for the rest. Bigger cuts from some other developed countries, such as Japan, whose overall support is a larger % of production value. Cuts made over 5 years (developed countries) or 8 years (developing). (New: single figures from mid-points of ranges)
  • Amber Box (AMS). Overall, EU to cut by 70%; US/Japan to cut by 60%; the rest to cut by 45%. Bigger cuts from some other developed countries, such as Japan, Norway and Switzerland, whose AMS is larger % of production value. Also has downpayment. (Unchanged)
  • Per product Amber Box support: capped at average for notified support in 1995-2000 with some variation for the US and others. (Unchanged)
  • De minimis. Developed countries cut to 2.5% of production immediately. Developing countries to make two-thirds of the cut over three years to 6.7% of production (no cuts if mainly for subsistence/resource-poor farmers, etc). (Applies to product-specific and non-product specific de minimis support) (Minor change)
  • Blue Box (including "new" type). Limited to 2.5% of production (developed), 5% (developing) with caps per product. (Modified flexibilities for more vulnerable countries)
  • Green Box. Revisions — particularly on income support, to ensure it really is "decoupled" (ie, separated) from production levels, and on developing countries' food stockpiling — and tighter monitoring and surveillance
 
Market access
  • Tariffs would mainly be cut according to a formula, which prescribes steeper cuts on higher tariffs. Ranges of cuts are now all single numbers. For developed countries the cuts would rise from 50% for tariffs below 20%, to 70% for tariffs above 75%, subject to a 54% minimum average, with some constraints on tariffs above 100%. (For developing countries the cuts in each tier would be two thirds of the equivalent tier for developed countries, subject to a maximum average of 36%.)
      
  • Some products would have smaller cuts via a number of flexibilities designed to take into account various concerns. These include: sensitive products (available to all countries), the smaller cuts offset by tariff quotas allowing more access at lower tariffs; special products (for developing countries, for specific vulnerabilities), with single figures proposed instead of ranges.
      
  • Contingencies. Developed countries will scrap the old "special safeguard" (available for "tariffied" products). The option for them to keep some has been removed. More proposed details of the new "special safeguard mechanism" for developing countries are in an additional paper.
 
Export competition
  • Export subsidies to be eliminated by end of 2013. Half of this by end of 2010.
  • Revised provisions on export credit, guarantees and insurance, international food aid (with a "safe box" for emergencies), and exporting state trading enterprises.


[1] DDA adalah Doha Development Agenda, sebuah agenda yang hadir dalam putaran perundingan WTO dalam KTM ke 4 di Doha tahun 2001.
[2] WTO News: "Revised drafts issued for farm and non-farm trade talks", 2008 (Diunduh dari http://www.wto.org/english/news_e/news08_e/ag_nama_dec08_e.htm)
[3] Koalisi dari negara-negara berkembang untuk mendesak reformasi pertanian di negara-negara maju dengan memberikan beberapa fleksibilitas bagi negara berkembang. Saat ini Negara-negara anggotanya berjumlah 23 yaitu: Argentina, Bolivia, Plurinational State of, Brazil, Chile, China, Cuba, Ecuador, Egypt, Guatemala, India, Indonesia, Mexico, Nigeria, Pakistan, Paraguay, Peru, Philippines, South Africa, Tanzania, Thailand, Uruguay, Venezuela, Bolivarian Republic of, Zimbabwe
[4] Penjelasan: maksud dari dua bentuk itu adalah, ketika negara yang melakukan proses tarifikasi, maka dapat menerapkan aturan kuota yang besaranya tergantung komitmen yang diikatkan (binding) di WTO dan mendapatkan tarif yang rendah. ketika terjadi impor melebihi jumlah kuota maka sisa jumlah impor tersebut akan dikenakan dengan tarif yang tinggi diluar pengikatan komitmen dalam WTO.
[5] Understanding The Wto: The Agreements Agriculture: Fairer Markets For Farmers"  (Diunduh Dari Http://www.wto.org/English/Thewto_E/Whatis_E/Tif_E/Agrm3_E.Htm)
[6] Disebut Juga kelompok "Friends of Special Products" di bidang pertanian yang merupakan Koalisi negara-negara berkembang yang mendesak fleksibilitas bagi negara-negara berkembang untuk melakukan pembukaan pasar terbatas di bidang pertanian. Saat ini jumlah anggotanya sebanyak 46 negara yaitu: Antigua and Barbuda, Barbados, Belize, Benin, Bolivia, Plurinational State of, Botswana, Côte d'Ivoire, China, Congo, Cuba, Dominica, Dominican Republic, El Salvador, Grenada, Guatemala, Guyana, Haiti, Honduras, India, Indonesia, Jamaica, Kenya, Korea, Republic of, Madagascar, Mauritius, Mongolia, Mozambique, Nicaragua, Nigeria, Pakistan, Panama, Peru, Philippines, Saint Kitts and Nevis, Saint Lucia, Saint Vincent and the Grenadines, Senegal, Sri Lanka, Suriname, Tanzania, Trinidad and Tobago, Turkey, Uganda, Venezuela, Bolivarian Republic of, Zambia, Zimbabwe.

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar