RSBI dari kacamata seorang guru
by @jsumardianta
Pembredelan RSBI oleh Mahkamah Konstitusi (MK) menarik untuk diapresiasi.
Ada pasangan suami-istri punya masalah serius dengan ketiga anak mereka. Anak pertama, lelaki, duduk di kelas 9 SMPN 6, sejak kelas 7 tidak punya motivasi belajar. Dia malu tidak diterima SMP N1, Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Adiknya, anak kedua perempuan, berhasil masuk SMPN RSBI. Kakaknya minder dan makin mengalami demotivasi belajar. Si anak kedua juga dirundung stres sekolah di SMP N1. Anak kedua tertekan karena masuk kelas reguler bukan kelas akselerasi. Anak ketiga, lelaki luar biasa pandai, dibanding kedua seniornya. Anak ketiga, lelaki luar biasa pandai, dibanding kedua seniornya. Si bungsu diterima SMPN1 juga. Dia masuk kelas akselerasi. Status sbg siswa kelas unggulan itulah yg memadamkan selera belajar kedua kakaknya.
Keluarga suami-istri itu tak putus dirundung malang. Anak bungsu badannya makin kurus, sering melamun, dan depresi. Belajar di sekolah favorit tidak membuat si bungsu bahagia. Ia mengalami tekanan hebat percepatan kurikulum yang membebani. Inginya pindah sekolah melulu. Meja belajar di kamar penuh tumpukan buku pelajaran. Berangkat pagi, pulang sore. Kegiatan hariannya disesaki tugas mengerjakan PR. Akhirnya, di rumah pasangan suami-istri itu, ada lima orang bingung gara-gara RSBI---ketiga anak sekaligus bapak-ibu mereka.
RSBI bisa disebut sekolah robot. Inputnya santan. Outputnya ampas. Paradigmanya masih beranggapan ada anak yang bodoh & tidak punya potensi apapun. Kurikulum didominasi ranah kognitif sebagai simbol prestasi tertinggi. Banyak bidang studi, standar isi sangat berat, dan menekankan pelajaran matematika dan IPA. Proses belajar mengajarnya menegangkan hingga membuat murid mengalami down-shifting
Metode mengajar guru bercorak indoktrinantif. Strateginya didominasi ceramah dengan fokus mengerjakan soal-soal berpikir tingkat rendah guna mempersiapkan UN. Kelas didominasi guru mengajar bukan murid belajar. Mengagungkan ends values (hasil akhir) bersifat ambisius, materialistik, logis, dan individualistik. Guru tak ubahnya gladiator pembunuh minat, bakat, dan kecerdasan majemuk murid. Perkembangan murid direduksi dalam ranking. Murid dipertarungkan dengan murid lain
Sekolah sebenarnya baru layak disebut unggulan bila paradigmanya memperlakukan setiap murid sebagai anak berpotensi bukan mendegradasi (membuat timpang) mensegragasi (perlkuannya tidak adil). Sekolah sebenarnya baru layak disebut unggulan bila paradigmanya memperlakukan setiap murid sebagai anak berpotensi bukan mendegradasi (membuat timpang) mensegragasi (perlkuannya tidak adil).
Proses penerimaan murid memberi peluang anak 'lho-lhak, lho-lhok' dgn gaya belajar lambat alias telat mikir (slow learner) dan sedang (normally learner). Bukan hanya anak bergaya belajar cepat (fast learner) yang diterima. Kurikulumnya menghargai kecerdasan majemuk. Bukan mendewakan kecerdasan logic-matematic. Kurikulum esensial mengarah pada inti kecerdasan: problem solving, character building, life-skill, dan pelbagai kegiatan yang membuat murid bahagia belajar. Mengutamakan means values (proses nilai) seperti integritas, kejujuran, tanggung jawab, kesetaraan, dan kepedulian. Para guru sabar melayani murid dengan beragam gaya belajar. Metode mengajarnya multi-strategi. Pendidik inspiratif yang lebih banyak melayani dan mendengarkan ketimbang mengindoktrinasi dan menghakimi murid.
RSBI mereduksi kehidupan siswa yang kompleks dan kaya potensi menjadi kumpulan skor, persentase, dan nilai. Menciptakan standar misterius yang mengharuskan sekian persen siswa mengalami kegagalan. RSBI memperlakukan murid secara seragam. Mendorong pembelajaran ekstrinsik. Belajar untuk berlomba memperoleh skor tertinggi. Akselerasi memberlakukan batas waktu yang membelenggu proses berpikir siswa. Memicu perbandingan antarmurid yang sangat tidak bermanfaat.
Sekolah baru benar-benar disebut unggul bila proses evaluasinya mengakomodasi seluruh akitivitas murid dan dampaknya menjadi acuan dasar penilaian kemampuan. Menawarkan pengalaman menarik, aktif, hidup, dan membahagiakan. Membangun lingkungan yang memberikan kesempatan sama bagi setiap murid untuk berhasil. Memungkinkan guru mengembangkan kurikulum bermakna dan melakukan penilaian dalam konteks program tersebut. Menilai berdasarkan proses berkesinambungan sehingga menghasilkan gambaran akurat tentang prestasi murid. Memberlakukan murid sebagai pribadi unik. Mementingkan proses sekaligus hasil akhir. Mencakup kecakapan berpikir tingkat tinggi. Memotivasi pembelajaran sebagai sesuatu yang memang substansial. Mendorong pembelajaran melalui kerja sama kelompok. Membandingkan siswa hanya dengan pencapaian mereka sendiri dari masa sebelumnya.
RSBI mengklaim dirinya sekolah favorit semata karena inputnya calon murid bergaya belajar cepat, bayarnya mahal, memperoleh subsidi besar dari pemerintah, memiliki kelas percepatan, menggunakan dwi bahasa (bilingual), kelasnya dilengkapi LCD proyektor dan internet. Status akreditasi A+ dari Dinas Pendidikan sebenarnya belum membuktikan RSBI unggul karena akreditasi hanya menilai kesiapan dokumen dan instrumen pendidikan. Banyaknya guru senior dan bersertifikat pendidik belum menunjukkan RSBI unggul mengingat sertifikasi hanya menilai portofolio atau hasil diklat, belum mencerminkan profesionalisme guru.
RSBI belum bisa disebut unggul hanya karena mengirimkan muridnya menang di ajang olimpiade matematika dan fisika. Soalnya, hanya murid yang cakap matematika dan IPA saja yang ikut olimpiade. Fasilitas lengkap, standar ISO dan sertifikat IB (International Bachelor) belum cukup membuat RSBI disebut unggulan. ISO dan IB hanyalah sarana penunjang pendidikan. Ada anekdot bagus buat memahami pembredelan RSBI oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Batu melambangkan nilai-nilai fundamental pendidikan. Kerikil, simbol proses dan tujuan akhir pendidikan. Pasir maknanya anggaran dan sarana pendidikan. RSBI terlalu gandrung mengurusi perkara tersier seperti anggaran sehingga mengabaikan asas dan dasar pendidikan. Tak heran bila terkesan elitis, arogan, tujuan menghalalkan cara, rawan penyelewengan, menimbulkan sinisme dan antipati---karena menabrak prinsip trust, respect, caring, dan fairness yang diamanatkan UUD 1945. Sudah layak dan sepantasnya bila RSBI dimakzulkan MK.
Kulwit RSBI diunggah J.Sumardianta, pendidik & penulis buku 'Guru Gokil Murid Unyu: Pendidik Hebat Zaman Lebay' (2013).
Pembredelan RSBI oleh Mahkamah Konstitusi (MK) menarik untuk diapresiasi.
Ada pasangan suami-istri punya masalah serius dengan ketiga anak mereka. Anak pertama, lelaki, duduk di kelas 9 SMPN 6, sejak kelas 7 tidak punya motivasi belajar. Dia malu tidak diterima SMP N1, Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Adiknya, anak kedua perempuan, berhasil masuk SMPN RSBI. Kakaknya minder dan makin mengalami demotivasi belajar. Si anak kedua juga dirundung stres sekolah di SMP N1. Anak kedua tertekan karena masuk kelas reguler bukan kelas akselerasi. Anak ketiga, lelaki luar biasa pandai, dibanding kedua seniornya. Anak ketiga, lelaki luar biasa pandai, dibanding kedua seniornya. Si bungsu diterima SMPN1 juga. Dia masuk kelas akselerasi. Status sbg siswa kelas unggulan itulah yg memadamkan selera belajar kedua kakaknya.
Keluarga suami-istri itu tak putus dirundung malang. Anak bungsu badannya makin kurus, sering melamun, dan depresi. Belajar di sekolah favorit tidak membuat si bungsu bahagia. Ia mengalami tekanan hebat percepatan kurikulum yang membebani. Inginya pindah sekolah melulu. Meja belajar di kamar penuh tumpukan buku pelajaran. Berangkat pagi, pulang sore. Kegiatan hariannya disesaki tugas mengerjakan PR. Akhirnya, di rumah pasangan suami-istri itu, ada lima orang bingung gara-gara RSBI---ketiga anak sekaligus bapak-ibu mereka.
RSBI bisa disebut sekolah robot. Inputnya santan. Outputnya ampas. Paradigmanya masih beranggapan ada anak yang bodoh & tidak punya potensi apapun. Kurikulum didominasi ranah kognitif sebagai simbol prestasi tertinggi. Banyak bidang studi, standar isi sangat berat, dan menekankan pelajaran matematika dan IPA. Proses belajar mengajarnya menegangkan hingga membuat murid mengalami down-shifting
Metode mengajar guru bercorak indoktrinantif. Strateginya didominasi ceramah dengan fokus mengerjakan soal-soal berpikir tingkat rendah guna mempersiapkan UN. Kelas didominasi guru mengajar bukan murid belajar. Mengagungkan ends values (hasil akhir) bersifat ambisius, materialistik, logis, dan individualistik. Guru tak ubahnya gladiator pembunuh minat, bakat, dan kecerdasan majemuk murid. Perkembangan murid direduksi dalam ranking. Murid dipertarungkan dengan murid lain
Sekolah sebenarnya baru layak disebut unggulan bila paradigmanya memperlakukan setiap murid sebagai anak berpotensi bukan mendegradasi (membuat timpang) mensegragasi (perlkuannya tidak adil). Sekolah sebenarnya baru layak disebut unggulan bila paradigmanya memperlakukan setiap murid sebagai anak berpotensi bukan mendegradasi (membuat timpang) mensegragasi (perlkuannya tidak adil).
Proses penerimaan murid memberi peluang anak 'lho-lhak, lho-lhok' dgn gaya belajar lambat alias telat mikir (slow learner) dan sedang (normally learner). Bukan hanya anak bergaya belajar cepat (fast learner) yang diterima. Kurikulumnya menghargai kecerdasan majemuk. Bukan mendewakan kecerdasan logic-matematic. Kurikulum esensial mengarah pada inti kecerdasan: problem solving, character building, life-skill, dan pelbagai kegiatan yang membuat murid bahagia belajar. Mengutamakan means values (proses nilai) seperti integritas, kejujuran, tanggung jawab, kesetaraan, dan kepedulian. Para guru sabar melayani murid dengan beragam gaya belajar. Metode mengajarnya multi-strategi. Pendidik inspiratif yang lebih banyak melayani dan mendengarkan ketimbang mengindoktrinasi dan menghakimi murid.
RSBI mereduksi kehidupan siswa yang kompleks dan kaya potensi menjadi kumpulan skor, persentase, dan nilai. Menciptakan standar misterius yang mengharuskan sekian persen siswa mengalami kegagalan. RSBI memperlakukan murid secara seragam. Mendorong pembelajaran ekstrinsik. Belajar untuk berlomba memperoleh skor tertinggi. Akselerasi memberlakukan batas waktu yang membelenggu proses berpikir siswa. Memicu perbandingan antarmurid yang sangat tidak bermanfaat.
Sekolah baru benar-benar disebut unggul bila proses evaluasinya mengakomodasi seluruh akitivitas murid dan dampaknya menjadi acuan dasar penilaian kemampuan. Menawarkan pengalaman menarik, aktif, hidup, dan membahagiakan. Membangun lingkungan yang memberikan kesempatan sama bagi setiap murid untuk berhasil. Memungkinkan guru mengembangkan kurikulum bermakna dan melakukan penilaian dalam konteks program tersebut. Menilai berdasarkan proses berkesinambungan sehingga menghasilkan gambaran akurat tentang prestasi murid. Memberlakukan murid sebagai pribadi unik. Mementingkan proses sekaligus hasil akhir. Mencakup kecakapan berpikir tingkat tinggi. Memotivasi pembelajaran sebagai sesuatu yang memang substansial. Mendorong pembelajaran melalui kerja sama kelompok. Membandingkan siswa hanya dengan pencapaian mereka sendiri dari masa sebelumnya.
RSBI mengklaim dirinya sekolah favorit semata karena inputnya calon murid bergaya belajar cepat, bayarnya mahal, memperoleh subsidi besar dari pemerintah, memiliki kelas percepatan, menggunakan dwi bahasa (bilingual), kelasnya dilengkapi LCD proyektor dan internet. Status akreditasi A+ dari Dinas Pendidikan sebenarnya belum membuktikan RSBI unggul karena akreditasi hanya menilai kesiapan dokumen dan instrumen pendidikan. Banyaknya guru senior dan bersertifikat pendidik belum menunjukkan RSBI unggul mengingat sertifikasi hanya menilai portofolio atau hasil diklat, belum mencerminkan profesionalisme guru.
RSBI belum bisa disebut unggul hanya karena mengirimkan muridnya menang di ajang olimpiade matematika dan fisika. Soalnya, hanya murid yang cakap matematika dan IPA saja yang ikut olimpiade. Fasilitas lengkap, standar ISO dan sertifikat IB (International Bachelor) belum cukup membuat RSBI disebut unggulan. ISO dan IB hanyalah sarana penunjang pendidikan. Ada anekdot bagus buat memahami pembredelan RSBI oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Batu melambangkan nilai-nilai fundamental pendidikan. Kerikil, simbol proses dan tujuan akhir pendidikan. Pasir maknanya anggaran dan sarana pendidikan. RSBI terlalu gandrung mengurusi perkara tersier seperti anggaran sehingga mengabaikan asas dan dasar pendidikan. Tak heran bila terkesan elitis, arogan, tujuan menghalalkan cara, rawan penyelewengan, menimbulkan sinisme dan antipati---karena menabrak prinsip trust, respect, caring, dan fairness yang diamanatkan UUD 1945. Sudah layak dan sepantasnya bila RSBI dimakzulkan MK.
Kulwit RSBI diunggah J.Sumardianta, pendidik & penulis buku 'Guru Gokil Murid Unyu: Pendidik Hebat Zaman Lebay' (2013).
__._,_.___
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar