Analisa Kasus Preman Gagalkan Eksekusi Jaksa atas Terdakwa di Kantor Pengadilan Surabaya - Pelaku Belajar Dari Cara Bupati Kepulauan Aru Yang Pakai Kekuatan Preman Untuk Melawan Hukum??? Membaca berita koran dibawah ini, tentang preman yang mengobrak-abrik kantor pengadilan negeri Surabaya, bahkan sempat menganiaya para penegak hukum disana, sangat menarik jika dibuat sebuah analisa. Setelah terjadi pembiaran atas tindakan Yusril Ihza Mahendra sebagai pengacara yang dibantu puluhan preman yang menghalangi para jaksa sewaktu akan menangkap Terpidana kasus korupsi, Bupati Kepulauan Aru - Maluku Tenggara, Theddy Tengko, dan melarikan terpidana tersebut, dan sampai saat ini tidak ada upaya yang serius untuk menangkap Bupati yang sudah jadi terpidana tersebut, meski sudah jelas keberadaannya. Maka hal ini memberi contoh dan inspirasi, sehingga terjadilah peristiwa yang sama ditempat lain seperti kasus di Surabaya ini. Dimana keputusan pengadilan dan aparat hukum bisa diobrak-abrik dengan mudah oleh preman bayaran. Anehnya, jika para terpidana itu sudah dinyatakan sebagai buron atau DPO, seperti terpidana Bupati Kepulauan Aru Theddy Tengko yang dilindungi para preman & body guard-nya dan dalam kasus tindakan para preman bayaran yang menghalangi bahkan menganiaya para jaksa untuk melarikan & menyembunyikan terpidana Bo Feng Mei di Surabaya ini, kenapa aparat hukum setelah itu tidak melakukan tindakan apapun untuk menangkapnya kembali. Padahal, keberadaan Bupati Kepualauan Aru sudah diketahui dengan pasti, karena setelah berhasil lolos dari penangkapan aparat hukum, dia langsung terbang dari Jakarta ke daerahnya dan menjalankan tugasnya sebagai Bupati. Bahkan seperti pamer kekuatan bersama para pendukungnya. Apakah karena sangat ketat dan kuatnya perlindungan para premannya itu yang membuat aparat hukum takut? Atau bisa saja masyarakat menganggap ada faktor lain, yakni bahwa aparat memang sengaja tidak mau menangkap dan saat lolos dari penangkapan itu sebenarnya juga ada keterlibatan dari aparat hukum. Sebab jika aparat hukum tidak ada yang terlibat, tentunya setelah lolos dan keberadaannya sudah diketahui dengan jelas, tentunya segera dilakukan penangkapan. Demikian juga dalam kasus Bo Feng Mei di surabaya, meski berhasil lolos, apalagi saat itu ada polisi, tentunya mobil yang membawa kabur terpidana itu bisa segera dikejar dan diberitahukan melalui alat komunikasi pada seluruh polisi yang sedang bertugas bahwa ada buron yang kabur dengan kendaraan dngan ciri tertentu. Tapi kenapa hal itu tidak dilakukan oleh polisi, sehingga terkesan bahwa seolah polisi membiarkannya lolos. Dan dengan identitas para preman yang diketahui keberadaannya serta tempat tinggalnya, kenapa tidak ada upaya serius untuk menangkapnya. yang dilakukan oleh polisi hanya membantah bahwa ada anggota polisi yang terlibat dalam tindakan melarikan terpidana tersebut. Jika hal seperti ini dibiarkan terus terjadi, dimana para penjahat asal punya uang ternyata bisa membuat aparat hukum jadi takut, maka dalam hal ini pemerintah bisa dikatakan telah memberi pelajaran pada masyarakat untuk melawan hukum dengan cara premanisme alias anarki.. Bisa jadi ini membuat masyarakat punya ilustrasi, bahwa bagi penjahat yang punya uang banyak, bisa tetap bebas berkeliaran, meski sudah menganiaya aparat hukum, dan tidak kuatir untuk ditangkap selama bisa membayar preman dan aparat hukum yang jadi beking, bahkan bisa jadi para penjahat akan menyewa tentara bayaran untuk melindunginya. Sedangkan penjahat yang tidak punya uang bisa lolos dengan menganiaya atau bahkan membunuh aparat hukum lalu melarikan diri/ menghilangkan diri sekarang baru terjadi di sedikit tempat... jika oleh aparat dan pemerintah terkesan dibiarkan... mungkin bulan depan hal ini bisa saja akan terjadi diberbagai daerah.. akibatnya semakin lama negara akan semakin lumpuh, rakyat semakin remuk Apa itu yang diinginkan oleh para pimpinan negeri ini??? salam Simpati - Sarasehan Mandiri Pemberantas Korupsi Harian Surabaya Pagi: Preman GAGALKAN Eksekusi Jaksa atas Terdakwa Penipuan di Kantor Pengadilan SURABAYA (Surabaya Pagi) – Kericuhan terjadi di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya saat jaksa hendak mengeksekusi Bo Feng Mei alias Heny Melany, terpidana penipuan bisnis multi level marketing (MLM), Rabu (26/12). Belasan preman yang mengawal perempuan berambut panjang ini melakukan perlawanan. Terjadi aksi kejar-kejaran di lingkungan PN, bahkan jaksa dipelintir pengawal Melany yang semula diduga polisi berpakaian preman. Alhasil, eksekusi pun gagal. Kejadian jaksa di-KO (Knock-Out) oleh preman ini mengejutkan para penegak hukum yang ada di Pengadilan Negeri Surabaya. Beberapa pengacara dan panitera geleng-geleng kepala atas keberanian preman melawan jaksa yang berpakaian dinas. ''Ini pelecehan terhadap aparat penegak hukum,'' kata seorang pengunjung sidang, yang tak habis mengerti preman-preman berani melawan jaksa di kantor pengadilan. Kericuhan itu terjadi sekitar pukul 11.30, usai persidangan Peninjauan Kembali (PK) yang dilakukan Melany terhadap perkaranya. Sidang PK ini mengharuskan terpidana datang sendiri. Nah, sebelum menghadiri sidang, Melani rupanya sudah mengendus rencana Kejaksaan yang akan menangkap dirinya. Karena itulah, Melany membentengi dirinya dengan dikawal belasan orang berpakaian preman saat datang ke PN. Menariknya, para pengawal tersebut diduga juga aparat. Sedangkan pihak Kejaksaan sendiri juga telah meminta bantuan ke Polrestabes Surabaya dengan mengirim surat bantuan pengamanan. Kericuhan akhirnya tidak dapat dihindari, ketika beberapa polisi berpakaian dinas berusaha menangkap Melany yang sudah buron satu tahun ini. Puluhan pengawal Melany menghalangi eksekusi itu. Mereka langsung menyerbu ruang sidang dan membawa kabur Melany. Melihat hal itu, kedua jaksa dan polisi berseragam langsung mengejarnya. Sempat terjadi tarik menarik antara preman, jaksa dan polisi berseragam saat Melany akan masuk ke mobilnya. Bahkan salah seorang preman sempat memelintir tangan jaksa Apritini yang memegang tangan Melany. Saking kerasnya pelintiran itu, ponsel Pritini terjatuh. Ia juga merintih kesakitan. Lantaran kalah jumlah, dua polisi dan dua jaksa ini pun ngaplo, tak bisa berbuat banyak. Melany pun berhasil dibawa kabur dengan mobilnya. "Tangan saya sakit dan ada yang lecet karena diplintir," ucap jaksa berambut pendek ini. Menurut Apritini, pihak kejaksaan hendak melakukan eksekusi secara paksa karena putusan sudah berkekuatan hukum tetap dan harus dieksekusi untuk menjalani hukuman. Saat kasasi, MA memvonis Melany bersalah dan menjatuhkan hukuman setahun penjara. "Meksi terdakwa mengajukan PK, hal itu tidak menghalangi proses eksekusi," tandasnya. Kasi Pidum Kejari Surabaya M. Judhy Ismono menyatakan pihaknya telah melakukan pemanggilan secara patut sebanyak tiga kali terhadap Melany. Namun, sejak panggilan pertama hingga panggilan ketiga, Melany tidak menggubrisnya. Sehingga pihak kejaksaan melakukan eksekusi paksa. "Kita sudah minta agar terpidana secara sukarela menjalani putusan MA, namun yang bersangkutan tidak kooperatif. Terpaksa kita eksekusi secara paksa," ungkapnya. Sementara itu, kuasa hukum Melani, Sabar menegaskan kliennya sudah mengajukan penangguhan eksekusi ke Kejaksaan Tinggi (Kejati). "Saat ini klien kami menderita sakit jantung sehingga butuh perawatan. Selain itu kami juga mengajukan PK. Jadi tunggulah PK-nya keluar dulu," ujarnya. Polrestabes Geram Kericuhan di PN Surabaya karena dipicu Melany yang membawa belasan pengawal, membuat Polrestabes Surabaya geram. Pasalnya, preman yang melindungi terpidana disebut-sebut anggota Intel Polrestabes. Kapolrestabes Surabaya Kombespol Tri Maryanto menegaskan pengawal Melany itu bukan anggota kepolisian. Bahkan, pihaknya sudah menetapkan mereka sebagai buron atau Daftar Pencahrian Orang (DPO). "Itu bukan polisi. Kita tetapkan dia sebagai DPO. Kalau saya bilang itu membawa adalah wartawan kan bisa saja. Tapi kan harus ada bukti-bukti. Orang boleh saja menduga-duga, tapi harus ada bukti kuat," ujar Tri Maryanto di Mapolrestabes Surabaya, Rabu (26/12). Perwira menengah ini mengakui memang ada pengamanan dari Polrestabes Surabaya untuk mengamankan sidang di PN Surabaya. Tetapi, pengamanan itu bukan untuk satu sidang, melainkan untuk semua sidang yang ada di pengadilan. Hal sama dikatakan Kasatintel Polrestabes, AKBP Imran Edwin Siregar. Ia membantah jika anggotanya terlibat dalam insiden tersebut. "Tidak benar jika ada anggota kami yang terlibat," tegas Imran. Menurut dia, anggotanya termasuk dirinya sendiri memang saat itu berada di PN, namun dalam rangka pengamanan sidang kerusuhan Sampang. "Saya dan anggota memang berada di sana (PN), tapi untuk pengamanan sidang Sampang. Lalu tiba-tiba ada kericuhan, wajar jika anggota lalu bertanya untuk mencari tahu ada apa," jelasnya. n bd/bi Diduga Dibentengi Oknum Polisi, Buronan Gagal Dieksekusi SURABAYA, (surabayapagi.com) – Kericuhan terjadi di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya saat dua jaksa kejaksaan tinggi Surabaya akan mengeksekusi Bo Feng Mei alias Heny Melany, terpidana penipuan bisnis multi level marketing (MLM) Rabu siang (26/12/2012). Kericuhan itu dipicu adanya sekelompok pengawal yang diduga oknum polisi berpakaian preman mencoba menghalangi eksekusi itu. Rupanya Melany yang sudah buron sejak setahun silam ini sudah membentengi dirinya saat mengikuti sidang Peninjauan Kembali (PK) perkaranya di PN. Hal ini tidak diperkirakan dua jaksa kejati jatim Apritini dan Heriati. Keduanya terlihat santai saat menunggu Melany yang masih disidang di ruang Kartika. Mereka hanya meminta bantuan dua polisi berseragam yang saat itu sedang bertugas di PN. Ketika ketua meajelis hakim M Soleh menutup sidang, tiba-tiba belasan preman langsung menyerbu ruang sidang dan membawa kabur Melany. Melihat hal itu, kedua jaksa dan polisi berseragam langsung mengejarnya. Sempat terjarik menarik antara preman, jaksa dan polisi berseragam saat Melany akan masuk ke mobilnya. Tangan jaksa Apritini bahkan sempat luka karena dipelintir salah satu preman dan ponselnya terjatuh. Namun upaya Apritini dkk itu tidak berhasil karena jumlah mereka kalah dengan belasan preman yang mengamankan Melany. Melany dan pengawalnya akhirnya kabur menggunakan mobil fortuner hitam yang sudah disiapkan di depan pengadilan. Haryono Mintaroem - Ahli Hukum Pidana Unair: Preseden Buruk Gagalnya eksekusi terhadap Bo Feng Mei alias Heny Melany, terpidana penipuan bisnis multi level marketing (MLM), Rabu (26/12), lantaran dihalangi belasan preman, menjadi preseden buruk. Jaksa seharusnya melakukan langkah antisipatif, dengan meminta bantuan polisi secara cepat. Namun, upaya Bo Feng Mei yang melawan jaksa, juga gegabah. Saya tidak tahu persis bagaimana kejadiannya di lapangan. Tapi, kalau tiba-tiba belasan preman masuk ke ruang sidang dan membawa terdakwa, itu jelas melanggar. Hakim harusnya bisa bertindak dan memerintahkan polisi untuk melakukan pengamanan. Sedangkan jika di luar sidang, apakah itu sudah persetujuan atau belum? Yang jelas ketika ada pengambilan paksa di ruang sidang, itu tidak dibenarkan. Dalam kejadian seperti ini seharunya jaksa secepatnya meminta bantuan kepolisian dengan telepon atau apa, jika personilnya kurang. Sebenarnya ini tidak susah. Kenapa tidak dilakukan? Kecuali kalau preman atau bodyguard itu bersenjata, mungkin masih masuk akal jika tidak bisa mengatasi. Mengenai alasan terpidana yang menolak dieksekusi karena sudah mengajukan surat penangguhan lantaran sakit jantung ke majelis hakim, perlu dicek kebenarannya. Pengajuan itu bisa diterima jika benar-benar membahayakan jiwa terpidana. Tapi, apakah kondisi terpidana seperti itu? Atau alasan sakit jantung hanya menjadi modus terpidana menghindari eksekusi. n mik http://news.liputan6.com/read/468236/jaksa-agung-akui-gagal-eksekusi-bupati-kepulauan-aru Jaksa Agung Akui Gagal Eksekusi Bupati Kepulauan Aru Liputan6.com, Jakarta : Jaksa Agung Basrief Alief mengakui kegagalannya mengeksekusi Bupati Kepulauan Aru Theddy Tengko di Bandara Soekarno-Hatta, Rabu (12/12/2012) malam. Basrief mengatakan tim intelijen Kejagung kalah jumlah dibanding pendukung sang bupati. Kegagalan tersebut menjadi pembelajaran tersendiri. "Mereka lebih banyak personilnya jika dibandingkan PAM ataupun kita sendiri," ucap Basrief, Jumat (14/12/2012). Menurut Jaksa Agung tim jaksa telah melakukan penjemputan sesuai dengan prosedur hukum yang harus dijalani. Pendekatan hukum tetap harus dilakukan demi keadilan. "Prosedurnya sudah jalan, prosedur hukum bukan prosedur preman, pelaksaan eksekusi tentu menurut hukum ketentuan," ujarnya. Bupati Kepulauan Aru, Theddy Tengko adalah terpidana kasus korupsi dana APBD Kabupaten Kepulauan Aru tahun anggaran 2006-2007 senilai Rp 42,5 miliar. Theddy divonis MA dengan 4 tahun penjara. (Vin) --------------------------------------- http://news.detik.com/read/2012/12/13/111540/2117330/10/ada-aksi-premanisme-kejagung-gagal-tangkap-terpidana-korupsi-bupati-aru?9911012 Ada Aksi Premanisme, Kejakgung gagal tangkap terpidana korupsi Bupati Aru Jakarta - Bupati Kepulauan Aru Theddy Tengko lolos dari penangkapan oleh aparat intelijen Kejagung. Para jaksa yang berjumlah 8 orang mundur saat hendak mengeksekusi Theddy yang divonis MA 4 tahun penjara atas kasus korupsi APBD. "Tadi malam tidak memungkinkan, sudah cenderung premanisme," kata Kapuspenkum Kejagung Untung Setia Arimuladi saat dikonfirmasi detikcom, Kamis (13/12/2012). Penangkapan dilakukan di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng pada Rabu (12/12) malam. Eksekusi terhadap Theddy tak bisa dilakukan, padahal ada pihak Polres Bandara di lokasi. Jaksa memilih mundur setelah melihat situasi tak kondusif. Terpidana korupsi itu pun dilepas. "Agar situasi kondusif, tidak timbul persoalan baru kita serahkan ke kuasa hukum dan keluarga," jelas Untung. Untung menjelaskan penangkapan itu dilakukan berdasarkan UU. Jaksa hanya menjalankan perintah sesuai putusan kasasi Mahkamah Agung. Namun Untung memastikan walau untuk sementara dibebaskan lebih dahulu, jaksa tetap akan mengamankan Theddy. "Kita tetap akan lakukan langkah hukum," jelasnya. Tim Satuan Tugas (Satgas) Intelijen Kejaksaan Agung dibantu oleh Kejaksaan Tinggi Maluku menjemput paksa Theddy akibat tidak menghiraukan surat panggilan ketiga yang dilayangkan oleh Kejaksaan Tinggi Maluku. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku, menetapkan Theddy Tengko, sebagai tersangka pada Maret 2010 silam. Theddy diduga terlibat kasus korupsi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kepulauan Aru tahun 2005, 2006 dan 2007. Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Maluku saat itu, A.G. Hadari mengatakan, modusnya, bupati Theddy meminta kepala bagian keuangan daerah untuk mengeluarkan dana Rp 3 miliar pada kas daerah tahun 2005,2006, dan 2007. Tapi dana itu tak jelas pengunaannya. "Tak hanya itu, bupati juga meminta kepala keuangan untuk mengeluarkan dana dari kas daerah senilai kurang lebih Rp 20 juta. Lagi-lagi, alokasi dan pertanggungjawaban dana itu tak jelas," ujar Hadari seperti dikutip dari wabsite kejaksaan.go.id. Theddy Tengko sempat divonis bebas murni oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ambon pada 25 Oktober 2011 silam, namun Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Maluku mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). MA mengabulkan kasasi JPU dengan memvonis Theddy Tengko empat tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan, dan harus ganti rugi Rp 5,3 miliar subsider dua tahun kurungan. --------------------------------------- http://www.beritasatu.com/hukum/87672-yusril-nilai-penangkapan-kliennya-bupati-aru-tidak-sah.html Yusril Nilai Penangkapan Kliennya Bupati Aru Tidak sah Eksekusi ini merupakan perbuatan melawan hukum dan dapat dikategorikan sebagai tindak penculikan dan perampasan kemerdekaan orang. Kejaksaan Agung (Kejagung) dinilai telah melakukan kesalahan dengan melakukan penangkapan untuk eksekusi Bupati Aru Theddy Tengko yang menjadi terpidana kasus korupsi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun anggaran 2006-2007 senilai Rp 42,5 miliar. "Pengadilan Negeri Ambon sebelumnya telah menetapkan bahwa putusan terhadap Theddy Tengko tidak dapat dilaksanakan karena UU menyatakan bahwa putusan tersebut batal demi hukum," kata Yusril Ihza Mahendra, selaku pengacara Theddy, di Jakarta, Rabu (12/12). Theddy Tengko didakwa melakukan korupsi, tetapi dibebaskan Pengadilan Negeri Ambon dengan alasan tidak terbukti. Mahkamah Agung (MA) kemudian menyatakannya bersalah dan menjatuhkan hukuman. |
__._,_.___
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar