Escape From Rutan Narkoba
oleh Hanibal Wijayanta
Seorang terpidana teroris konon kabur dari Rumah Tahanan Polda Metro Jaya dengan menyamar sebagai perempuan bercadar. Kok bisa ya? Ini bener-bener kabur, dibiarkan kabur, atau malah sengaja dikaburkan?
Rabu siang, 7 November 2012, suasana di depan Rumah Tahanan Narkoba Polda Metro Jaya tampak seperti hari biasa. Semua tampak aman sentosa. Tak ada pengetatan kemanan. Tak ada penambahan jumlah petugas yang berjaga. Tak ada pula tambahan pasukan Densus-88 bersenjata lengkap yang sangar, lengkap dengan rompi anti peluru, balaclava, plus kacamata hitam merek Oakley yang adem dan trendy. Pembesuk tahanan rutan tetap leluasa menjeguk anggota keluarga mereka yang ditahan di hotel prodeo itu.
Padahal sehari sebelumnya, Selasa malam, 6 November 2012, seorang terpidana kasus terorisme bernama Roki Apris Dianto, dikabarkan telah kabur dari Rumah Tahanan Narkoba Polda Metro Jaya. Roki adalah terpidana kasus terorisme titipan Kejaksaan yang sudah dijatuhi hukuman enam tahun penjara. Polisi pun menggambarkan bahwa Roki adalah pimpinan teroris asal Klaten, dan salah satu anak buah gembong teroris yang sudah tewas, Noordin M Top. Sangar bukan?
Maka, ketika salah satu media on-line mengabarkan tentang kaburnya Roki yang fantastis itu, para wartawan Polda pun langsung bergerak. Saat ditanya kawan-kawannya, wartawan di salah satu media on-line itu mengaku bahwa dirinya mendapatkan bocoran informasi tentang kaburnya Roki dari seorang polisi kawannya. Maka para wartawan pun mencari Kepala Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto, untuk meminta kejelasan tentang kaburnya sang "Benggol Teroris".
Anehnya, Rabu pagi kemarin, sekitar pukul 9.00, saat ditanya wartawan, Rikwanto mengaku belum mengetahui tentang kasus itu. "Nanti saya cek lagi, apa benar informasi itu," ujarnya kepada Kompas.com. Wartawan lain kemudian mencoba mengontaknya, tapi entah mengapa kali ini Rikwanto agak pelit bicara. Rikwanto berdalih, kasus terorisme adalah domain Mabes Polri. "Karena itu, sebaiknya tanyakan ke Mabes Polri saja," ujarnya.
Namun, para wartawan ogah menanyakan hal ini ke Mabes Polri. Sebab, peristiwa kaburnya terpidana teroris terjadi di Markas Polda Meto Jaya. Karena itu seharusnya, Polda Metro Jaya yang menjelaskan hal ini. Karena para wartawan tak bisa dibujuk, akhirnya Rikwanto berjanji untuk berkoordinasi dulu dengan Kapolda Metro Jaya. Tak lama kemudian, datanglah Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Pol Suhardi Alius ke Polda Metro Jaya. Rikwanto bilang, Kadiv Humas nanti siap diwawancara.
Maka para wartawan pun menunggu informasi selanjutnya. Tunggu punya tunggu, ternyata baru satu setengah jam kemudian para wartawan dipanggil untuk merapat ke Main Hall Polda Metro Jaya. Tapi, yang menarik, setting wawancaranya bukan konferensi pers. Para wartawan diminta untuk mewawancarai Suhardi Alius dalam posisi doorstop. Maka show pun digelar, dengan setting Irjen Suhardi keluar dari Main Hall Polda Metro Jaya, didampingi Wakapolda Metro Jaya, Brigjen Sudjarno. Saat itulah, Kadiv Humas Mabses Polri Suhardi Alius menceritakan kronologi kaburnya Roki.
Menurut Suhardi, narapidana titipan Kejaksaan dalam kasus terorisme, Roki Aprisdianto (29 tahun), kabur dari Rutan Narkoba Polda Metro Polda Jaya pada saat jam besuk Selasa (6/11/2012) pukul 13.30 WIB. Tapi jangan bayangkan Roki kabur bak John Rambo, jagoan Amerika di film First Blood, saat kabur dari tahanan tentara Vietcong di pedalaman hutan di Vietnam sana.
Roki, kata Suhardi, kabu dengan menggunakan cadar. "Kebetulan saat itu ada puluhan wanita yang pakai cadar menjenguk yang bersangkutan. Kemudian yang bersangkutan berhasil keluar dengan menggunakan cadar tersebut. Sekarang sedang dilakukan pengejaran dan identifikasi," ujarnya. Wowww… luar biasahhh…
Jam besuk tahanan di Rutan Narkoba adalah setiap Selasa mulai pukul 10.00 WIB, sampai pukul 15.00 WIB. Saat itu, kata Suhardi, 23 warga yang kebanyakan wanita mengenakan cadar membesuk tahanan di lantai 4 gedung Rutan Narkoba. Kepada para pengunjung yang bercadar, kata Suhardi, polisi tidak memeriksa mereka dengan teliti. "SOP (Standard Operation Procedure) -nya ya mendata, petugas minta KTP terus waktu pulang ambil KTP lagi. Tapi kami tidak menyuruh membuka cadar," ujarnya.
Saat ini, di lantai 4 Rutan Narkoba Polda Metro Jaya, ada 70 orang tahanan dan narapidana dalam kasus terorisme yang meringkuk di sana. Namun hari itu, kata Suhardi, Roki sebenarnya termasuk narapidana yang tidak mendapat kunjungan. Namun, ketika ditanya wartawan tentang siapa yang dibezoek ke-23 orang itu, Suhardi terkesan menghindar, dan malah menjawab pertanyaan lain. Begitu pula soal ketidakawasan polisi dalam mengidentifikasi Roki yang pasti berbeda dengan bentuk tubuh wanita.
Sesuai SOP pula, penjagaan di Rumah Tahanan Narkoba Polda Metro Jaya, dilakukan oleh personel polisi dari Polda Metro Jaya. Namun, para tahanan teroris berada dalam tanggung jawab pengawasan Detasemen Khusus (Densus 88) Antiteror 88 Polri. Total petugas Densus 88 yang diturunkan untuk menjaga 70 tahanan kasus terorisme ada empat personel. Tapi yang menarik, saat Roki kabur, kebetulan hanya ada seorang anggota Densus 88 yang bertugas mengawasi ruang bezoek. Yang lain konon beralasan sakit!! "Petugas itu ada di lantai 4, ada sendirian petugas yang menunggu," ujar Suhardi.
Gara-gara kasus ini, Propam Polri kini memeriksa 13 anggota Densus 88 dan personel dari Polda Metro Jaya yang bertugas menjaga saat kejadian. "Mungkin karena banyak (yang berkunjung), kami akan evaluasi dan ditambah. Karena cuma satu kali dalam satu minggu (Densus 88 melakukan penjagaan, makanya akan kami tambah untuk mengamati. Itu akan menjadi evaluasi ke depannya," ujarnya.
Kabur, Dibiarkan Kabur, atau Dikaburkan"
Tak pelak, kaburnya Roki mengundang gunjingan. Sebab, berdasarkan informasi dari sumber di Polda Metro Jaya, kabur dari lantai empat Rumah Tahanan Narkoba sebenarnya bukan perkara yang gampang. Sebab, si pelaku harus melewati empat pintu penjagaan polisi. "Pintu bawah sebelum kaca, setelah pintu kaca, baru bisa naik ke atas, di setiap lantai juga ada penjagaan. Sementara di lantai atas, petugas Densus 88 pun selalu siaga.
Belum lagi soal menghindar dari pantauan CCTV yang terpasang di semua lantai, di ruang bezoek, dan di selasar. Pemantau CCTV sendiri berada di lantai dasar yang selalu dipantau petugas. Artinya, dalam keadaan normal, ketika Roki berganti pakaian, seharusnya polisi sudah bisa memantaunya. Namun, ketika Suhardi maupun Sudjarno pun menghindar saat dimintai gambar CCTV saat kaburnya Roki.
Karena itulah, Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW), Neta S Pane mempertanyakan tentang kaburnya Roki, apakah kaburnya tahanan teroris itu murni kecerobohan atau ada unsur lain, termasuk skenario untuk menjatuhkan citra Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Putut Eko Bayuseno. Sebab, Bayuseno kini sudah disebut-sebut sebagai calon kuat Kapolri menggantikan Timur Pradopo.
Menurut Neta, ia masih bisa memaklumi jika yang kabur adalah tahanan kriminal biasa. Tapi jika yang kabur adalah tahanan teroris seperti Roki, jelas sangat memalukan, terutama di saat Polri gencar-gencarnya memberantas terorisme dan membangun pencitraan lewat keberhasilan memberantas terorisme. "Sebab itu kaburnya tahanan teroris ini menjadi sangat aneh dan patut dicurigai," ujarnya,
Hingga kini, masih belum jelas, bagaimana kronologi lolosnya Roko, karena polisi enggan menjelaskan secara detail. Tapi itulah informasi yang diberikan polisi kepada masyarakat. Tinggal apakah logika kita masih bisa dipaksa untuk menerima informasi bahwa Roki kabur ketika:
- Kebetulan ada 23 orang bercadar yang datang menjenguk di ruang bezoek.
- Kebetulan hanya ada seorang anggota Densus yang menjaga di ruang bezoek.
- Kebetulan tiga anggota densus lainnya tidak bisa bertugas karena kompak sakit.
- Kebetulan CCTV (kemungkinanan) tidak berfungsi sehingga Roki tak terpantau ketika berganti baju.
- Kebetulan petugas pemantau CCTV sedang meleng atau mengantuk, sehingga tidak melihat gerak-gerik mencurigakan Roki.
- Lalu, soal munculnya berita ini, karena kebetulan ada seorang polisi yang baik, dengan tanpa tendensi apa-apa memberikan bocoran info ke salah satu reporter media online sehingga dia mengabarkan berita ini.
- Lalu Kebetulan Kadiv Humas sedang dolan ke Polda Metro sehingga bisa ditanyai soal kaburnya Roki.
- Kebetulan pada saat yang sama polisi sedang giat memberantas kasus terorisme di Poso.
- Kebetulan pula pembuat bom buku yang konyol itu kumat lagi.
Dimanja atau Dipelihara?
Eehhh, tapi tunggu dulu, kontributor kami di daerah justru mendapat cerita menarik dari seorang kawannya. Kawannya itu seminggu yang lalu membawa titipan barang dari seorang sahabatnya yang memiliki saudara yang kini ditahan di Rumah Tahanan Narkoba Polda Metro Jaya dalam kasus terorisme. Semula ia menolak, tapi karena dibujuk-bujuk dan kebetulan sedang akan ke Jakarta maka dia pun mau membawakan barang itu.
Awalnya, orang itu agak keder juga saat hendak masuk ke Rumah Tahanan Narkoba Polda Metro Jaya. Apalagi yang dijenguknya adalah tahanan kasus teroris. Namun, ketika mulai masuk dia justru merasa heran. Ketika ia mendaftar di depan, dan mengatakan bahwa akan membezoek tersangka teroris A, polisi disambut tanpa pemeriksaan. Bahkan ia langsung disuruh naik ke lantai dua. "Padahal, kalau orang yang dibezoek kena kasus narkoba mesti diperiksa dulu. Mas…" ujarnya.
Di lantai dua, ia pun semakin merasa heran karena ia tidak melihat adanya penjagaan yang ketat. Para terpidana, dan tersangka teroris tampak leluasa keluar masuk dari selnya. Namum, setelah bertanya kepada petugas, ternyata yang dicarinya tidak ada di lantai dua. Orang yang dicarinya berada di lantai 4. Maka naiklah dia ke lantai 4.
Namun, lagi-lagi ia merasa heran, karena melihat kondisi pengamanan untuk tersangka teroris yang sangat terbuka. Seperti di lantai dua tadi, para terpidana kasus teroris bisa keluar masuk dari selnya karena sel itu tidak tertutup. Bahkan ia melihat betapa para terpidana itu bisa memesan makanan dari luar yang diinginkannya kepada petugas. "Kalau nggak dituruti, terus mereka mengadu ke komandan, para penjaga itu bisa kena marah," ujarnya menirukan salah satu terpidana.
Perlakuan istimewa yang dialami para tersangka dan terpidana teroris membuat lelaki itu berdecak heran. Sebab, jika terpidana atau tersangka kasus narkoba selalu diborgol jika keluar untuk bertemu keluarga, dengan pintu dijaga dan pemantauan ketat, tersangka kasus teroris bisa lalu lalang keluar masuk sel tanpa borgol maupun pengawalan petugas. Bahkan ketika menyerahkan titipan sahabatnya kepada orang yang dituju, lelaki itu melihat ada laptop di dalam sel orang itu. Maka dengan penuh rasa ingin tahu, ia pun bertanya, "loh kok ada laptop, Mas... Dengan santai orang itu menjawab bahwa mereka memang sudah lama mendapatkan laptop. "Kami memang diberi satu-satu, Mas…," ujarnya.
Lalu, apa arti semua ini?
__._,_.___
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (2) |
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar