Rabu, 12 Februari 2014

[Media_Nusantara] Tak Berubah, Birokrasi Bakal Jadi Musuh Rakyat

 

Tak Berubah, Birokrasi Bakal Jadi Musuh Rakyat
Foto / Antara
CAPRES-Konvensi Rakyat Capres 2014 Rizal Ramli (kiri) bersama Yusril Izhamahendra (kedua kiri), Sofjan Saury Siregar (kedua kanan) dan Isran Noor (kanan) memberikan pandangannya saat debat capres di Balikpapan, Kalimantan Timur, Minggu (10/2).
Pemimpin seharusnya berani mengeluarkan kebijakan sistem pensiun lebih awal.
BALIKPAPAN- Singapura dapat mengubah kultur birokrasi dari korup menjadi pelayanan maksimal hanya dalam jangka waktu 20 tahun. Birokrasi Indonesia pun bisa berubah  jika pemimpin mampu memberikan teladan dan melakukan langkah-langkah besar, jika tidak rakyat bakal memusuhi birokrasi.

Demikian dikatakan Mantan Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli, dalam debat Konvensi Rakyat yang digelar di Balikpapan, Kalimantan Timur, Minggu (9/2). Konvensi rakyat yang ke tiga ini mengangkat tema reformasi birokrasi.
"Tidak ada pilihan, kuta hars melakukan reformasi birokrasi. Kalau tidak, maka birokrasi kita akan dimusuhi rakyat sendiri," paparnya.
Menurut Rizal ada sejumlah kebijakan yang perlu dilakukan pemimpin masa depan untuk memperbaiki birokrasi. Pemimpin seharusnya berani mengeluarkan kebijakan sistem pensiun lebih awal. Hal ini perlu dilakukan agar tidak terjadi penumpukan di birokrasi.

Tentu saja, pensiun dini tersebut harus disertai dengan pemberian insentif pensiun yang tinggi sehingga tidak ada resistensi. Dia mengatakan saat ini kebanyakan pegawai negeri masih lulusan sekolah menengah pertama. Jika ada pensiun dini, ada pergantian pegawai dari sekolah yang jenjangnya lebih tinggi sehingga bakal ada perbaikan kualitas pelayanan. Pensiun dini juga membuat birokrasi dinamis dengan kemunculan orang orang dan juga ide-ide baru.

Pemimpin juga harus berani merekruit orang-orang dari kalangan professional maupun akademisi ke dalam birokrasi. Kalangan professional dan akademisi, kata Rizal, juga mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan agar birokrasi menjadi lebih professional.

"Sulit dihindari, top eselon banyak yang tidak profesional dan kualified. Maka, kita harus rekrut yang profesional dari universitas, agar tujuan kita tercapai," tegasnya.

Kepemimpinan birokrasi juga harus memberikan teladan keserhenaan dan penghematan. Dia menceritakan  pada era orde baru rombongan kepala badan logistik (Kabulog) saat melakukan kunjungan ke daerah bisa mencapai 20 staf berikut istri dan anaknya.
"Namun saat saya menjadi Kabulog,kunjungan hanya didampingi seorang staf saja. Ini menghemat biaya perjalanan," ujarnya.

Pemimpin juga harus berani menggeser orang-orang yang tidak sesuai kualifikasi. Selain itu juga berani mengganti birokrat yang sudah terlalu lama menjabat di daerah-daerah tertentu.
"Kultur sogok-menyogok pun ditekan sehingga waktu itu kita bisa menghemat Rp1,5 triliun," paparnya. Jika pemimpin memberi contoh, kultur birokrasi yang memperumit berubah menjadi birokrasi yang melayani. Setiap birokra menjadi sadar bahwa prioritas kerja mereka ialah melayani masyarakat.

Peserta konvensi lainnya Yusril Ihza Mahendra melihat sistem harus dibenahi lebih dulu. Menurutnya sistem yang baik bakal mengubah orang-orang yang jahat menjadi baik. Sebaliknya dalam sistem yang buruk, bisa menyeret orang-orang baik berperilaku buruk.

"Saya tidak percaya akhlak orang Singapura atau Jepang lebih baik dari Indonesia. Tetapi sistem mereka mampu membatasi orang-orang yang tidak baik menjadi baik," kata Yusril.

Sofyan Siregar peserta konvensi berlatarbelakang dosen di salahsatu perguruan tinggi di Belanda mengatakan kunci perbaikan birokrasi adalah transoaransi. Sistem harus dibuat setransparan mungkin sehingga setiap keputusan yang dibuat birokrasi termasuk penganggaran dapat dipantau langsung oleh public.

Sementara aktivis senior Tonny Ardie menyatakan birokrasi harus ramping sehingga pelayanan public efektif. "Seharusnya birokrasi itu jangan seperti gajah atau kudanil, yang gemuk dan lambat, melainkan harus sperti macan yang ramping dan dapat berlari cepat," tuturnya.

Tonny mengatakan orientasi rekruitmen dan penempatan birokrat harus berdasarkan prestasi dan kinerja. Selama ini dia melihat birokrasi terlampau feodal. Posisi puncak bukan ditempati orang yang berprestasi, melainkan hanya karena senioritas dan lebih tua saja.
"Harusnya semakin tinggi prestasi, semakin tnggi jabatan, dan bukan karena semakin tua umur. Kalau tidak berprestasi, ganti saja, meskipun murnya lebih tua," papar Tonny.


__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar