Minggu, 02 Februari 2014

[Media_Nusantara] Pemerintah Dinilai Tutup Mata, Abaikan Persoalan Pangan Nasional

 

Pemerintah Dinilai Tutup Mata, Abaikan Persoalan Pangan Nasional

 
TERGULING: Sebuah truk yang mengangkut 3,15 ton beras terguling di Jalan Aji Iskandar, Kecamatan Tarakan Utara, Kalimantan Utara, beberapa waktu lalu.TERGULING: Sebuah truk yang mengangkut 3,15 ton beras terguling di Jalan Aji Iskandar, Kecamatan Tarakan Utara, Kalimantan Utara, beberapa waktu lalu.
 
JAKARTA – Sebagai negara agraris dan dikenal mempunyai kekayaan hasil alam yang melimpah, Indonesia sampai saat ini ternyata belum mampu mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri. Sebagai solusi termudah, pemerintah membiasakan diri dengan melakukan impor, mulai dari kedelai, tepung, susu, bahkan beras.

Bukannya menggenjot produksi pangan dalam negeri, pemerintah justru mengambil cara termudah mendatangkan pangan dari negara lain yang seringkali hanya me nguntungkan sejumlah pihak. "Bayangkan saja, beras yang punya cadangan saja (harganya, Red) cepat bergejolak. Bagaimana dengan kedelai, tepung, dan sebagainya. Apa kerja pemerintah? Kenapa beras masih terus diimpor?" ucap Khudori, Pemerhati Pertanian menanggapi adanya penemuan beras impor saat melakukan diskusi di Warung Daun Cikini Jakarta Pusat, Sabtu (1/2) kemarin.

Sepengetahuannya, disparitas atau perbedaan harga beras lokal dan impor memang terpaut lumayan. Dengan kualitas yang sama, maka tidak heran sejumlah pihak mengambil keuntungan dengan cara-cara kotor yakni, dengan mendesak Pemerintah melakukan impor. "Sampai hari ini (kemarin, Red) beras domestik masih jauh lebih mahal dari beras impor.

Pada 2010, disparitas per kilogram mencapai Rp 1000/kg. Anda bisa bayangkan misal impor 1 juta ton saja, keuntungannya sudah Rp 1 triliun. Siapa yang menikmati? Duitnya mengalir ke mana," tanya dia. Karena itu, ia mendesak kepada aparat penegak hukum untuk menyelidiki perizinan yang dimiliki Bulog terkait praktik impor beras yang bisa diselewengkan tersebut.

Apalagi baru-baru ini ditemukan beras impor dari Vietnam kendati cadangan Bulog dinilai sudah mencukupi kebutuhan nasional. Menurutnya, tindakan ini merupakan langkah awal guna untuk mengetahui siapa yang menyelewengkan impor tersebut. Ke depan, pihaknya menghimbau kepada pemerintah agar melakukan pendataan mengenai berapa sebenarnya produksi beras nasional secara riil.

Pasalnya, data yang digunakan pemerintah saat ini merupakan data usang yang kurang bisa dipertanggungjawabkan. "Sampai hari ini (kemarin, Red) pemerintah masih menggunakan data per kapita sejak 1996, data ini entah berantah tidak ada sumbernya," jelasnya. Sebagai solusi, pihaknya berharap pemerintah, terutama pemda agar dapat menerapkan UU Pangan secara tegas, daerah mana yang bisa dijadikan lahan pertanian dan daerah mana yang bisa dijadikan areal perindustrian.

Ini supaya, lahan pertanian tidak terus tergerus. "Dari 500 perda di Indonesia, baru segelintir yang melakukan itu. Sanksi-sanksi di UU belum bisa dieskekusi. Aparat penegak hukum belum bisa berjalan. Kalau impor kita terlalu besar, dan di pasar dunia tidak ada, kita mau makan apa? Jangan tergantung asing, yang bisa kita produksi, produksi sendiri," pungkasnya.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo meminta kepada Presiden SBY agar tidak menyetujui pengunduran diri Menteri Perdagangan Gita Wirjawan terlebih dahulu. Menurutnya, adanya beras impor di pasaran saat persediaan pangan nasional mencukupi merupakan tanggung jawabnya. "Harusnya Gita (Gita Wirjawan, Red) mempertanggungjawabkan dulu.
SBY jangan menyetujui pengundurannya," kata dia. Ia berkeyakinan maraknya praktik impor pangan nasional, terutama beras, karena ada sharing margin atau pembagian keuntungan antara pembuat kebijakan dengan para importir. "Datanya jelas, Kementerian Perdagangan juga punya. Orangnya itu-itu saja. Dari datanya kan bisa dilihat semuanya.

Saya setuju, naik turunnya harga itu dari perbuatan kartel," paparnya. Persoalan selama ini, menurutnya, tergantung pada keberanian dari pemerintah untuk memberantas para kartel tersebut. Mampukah pemerintah melakukan amanat UU dari DPR. "Dan masalah impor mengimpor (beras, Red) ini segera dilakukan investigasi. Apapaun harus dibuka. Ini era transparansi harus dibuka untuk pangan nasional," tandasnya.


http://www.indopos.co.id/2014/02/pemerintah-dinilai-tutup-mata-abaikan-persoalan-pangan-nasional.html#.Uu5lcbSJmvM

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar