Kamis, 20 Februari 2014

[Media_Nusantara] Petisi untuk Kapolri Jenderal Sutarman

 

Mempetisi Kapolri Jenderal Sutarman :

1. Copot Kapolrestabes Semarang 2. Copot Kapolrestabes Surabaya

Pelarangan/pemberangusan/pembubaran paksa atas pertemuan dan diskusi adalah tindakan yang mencederai hak untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat

Kami mengecam sikap Kepolisian yang tidak profesional dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Hanya dengan tuduhan dan dalih komunisme oleh Ormas, Polri justru tidak menjadi penengah melainkan lebih berpihak kepada Ormas tersebut. Tindakan Polisi Surabaya, Semarang diskriminatif, tidak berdasar, justru berpihak pada penciptaan kekacauan situasi.

Kami semakin khawatir bahwa ada upaya memberangus kekuatan masyarakat sipil lewat tuduhan-tuduhan "komunisme" dan menggunakan "tangan-tangan" ormas yang selama ini sering menggunakan cara-cara kekerasan. Peristiwa ini menambah deretan panjang pelarangan bergerak, berkumpul dan menyampaikan pendapat. Contoh kasus:

1. Pada tanggal 7 Februari 2014, acara diskusi buku tentang Tan Malaka di sebuah perpustakaan komunitas di Surabaya, C2O, dibubarkan paksa oleh ormas yang menamakan dirinya Front Pembela Islam dan Gerakan Umat Islam Bersatu.

2. Pada tanggal 16 Februari 2014, Kepolisian (Polrestabes dan Polsek Banyumanik, Semarang) bersama sejumlah orang tak dikenal telah membubarkan pertemuan warga sipil usia lanjut bekas Tapol peristiwa 1965-1966 dan menuduhnya sebagai aktivitas politik yang berbahaya bagi negara. Kakek-kakek ini bahkan dibawa paksa ke kantor polisi dan diperiksa seolah-olah mereka telah melakukan perbuatan melawan hukum dan tidak memiliki hak untuk sekedar berkumpul dan berdiskusi.

3. Pada tanggal 12 Februari 2014, acara diskusi serupa yang direncanakan akan dilangsungkan pada 17 Februari 2014 di komunitas Gerobak Art Hysteria, Semarang, dihalang-halangi perizinannya oleh Pemuda Pancasila yang memohon kepada Polrestabes Semarang agar tidak menerbitkan izin penyelenggaraan acara tersebut dengan alasan bahwa bila diskusi itu berlangsung 'akan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.' Selanjutnya, pada tanggal 14 Februari 2014, forum warga RT 03 / RW IV menolak diadakannya kegiatan tersebut di wilayahnya, tanpa mencantumkan argumen apapun.

Peristiwa pembubaran paksa oleh Ormas semakin marak terjadi, tuduhan komunisme seolah menjadi pola untuk membubarkan kegiatan warga negara dalam berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat.

Sejatinya Tugas dan Kewenangan Polri sebagaimana Pasal 13 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam kasus di Semarang ini Polri justru menciptakan ancaman ke warga sipil. Sepertinya Peraturan Kapolri (Perkap) No 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri sia-sia belaka. Polisi gagal memahami Konstitusi Indonesia, menciderai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, UU No 39 Tahun 1999 dan Pasal 19 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik yang sudah diratifikasi ke dalam UU No 12 Tahun 2005. Ketentuan tersebut pada pokoknya memberikan jaminan HAM kepada semua orang untuk berkumpul, berserikat, berpendapat, menyampaikan pikiran, berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Link:
http://www.change.org/id/petisi/kapolri-jenderal-sutarman-1-copot-kapolrestabes-semarang-2-copot-kapolrestabes-surabaya?share_id=JlqmtCiOdL&utm_campaign=share_button_mobile&utm_medium=facebook&utm_source=share_petition

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar