Jumat, 23 Agustus 2013

Soekarwo-Syaifullah Yusuf, Hanyalah Boneka LaNyalla Mattalitti

Pemilihan Gubernur jatim 2013
Soekarwo-Syaifullah Yusuf, Hanyalah Boneka La Nyalla Mattalitti
La Nyalla Mattaliti (sumber gambar: celebes online)
Dalam pemilihan gubernur Jatim (Jawa Timur) 2013, nama La Nyalla Mattalitti, ketua Kadin (Kamar Dagang & Industri) Jatim yang tadinya hanya samar2 dan dicoba untuk disembunyikan, sekarang  muncul juga dengan jelas, karena situasi yang tidak terhindarkan.

Nama La Nyalla yang tadinya cukup tersembunyi pada proses pilgub Jatim ini, mulai muncul kepermukaan, setelah Khofifah mendaftar sebagai calon gubernur (cagub) ke KPU. Dimana dalam prosesnya kesulitan mencari partai pendukung, karena hampir semua partai politik telah mendukung pasangan Soekarwo Syaifullah.

Saat Khofifah sudah mendapatkan partai pendukung untuk maju sebagai cagub, organisasi  Pemuda Pancasila (PP) Jatim aktif melakukan demonstrasi untuk menekan KPU agar tidak meloloskan Khofifah. Disinilah mulai muncul nama La Nyalla yang juga merupakan ketua Majelis Pertimbangan PP Jatim. Dari sinilah masyarakat sudah mulai membaca bahwa sebenarnya yang menyetir Soekarwo-Syaifullah untuk melakukan langkah memborong dukungan partai politik untuk mencegah agar kandidat lain tidak bisa mengikuti pilgub karena kekurangan dukungan dari partai, adalah sosok La Nyalla Mattalitti.

Kenapa disebut menyetir atau mendikte? karena strategi seperti itu tentunya menguras cukup banyak biaya, dan sebagaimana terungkap pada sidang DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) dari sedikit partai non parlemen (partai yang tidak mendapat kursi DPRD Jatim) saja, biaya yang muncul kepermukaan sangat besar. Apalagi biaya yang dikeluarkan untuk sedemikian banyak partai baik yang mempunyai kursi DPRD Jatim maupun partai non parlemen, tentunya biaya yang dikeluarkan jauh lebih banyak. Jika bukan merupakan pihak yang disetir atau didikte, tentunya pasangan Soekarwo-Syaifullah akan berpikir ulang dalam melakukan strategi dalam menghadapi pilgub Jatim 2013, dimana strategi yang didiktekan oleh La Nyalla itu selain menguras banyak biaya, juga akhirnya malah membuat nama pasangan Soekarwo-Syaifullah menjadi cukup terpuruk, karena dianggap melakukan upaya pendholiman terhadap kandidat cagub yang lain.

Pendholiman pada cagub lain, selain dilakukan pada pasangan Khofifah-herman, juga dilakukan pada cagub pasangan Bambang-Said, dimana saat ini muncul desakan pada aparat hukum agar memeriksa kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh pasangan tersebut, sehingga akan muncul kesan jelek dan merepotkan pasangan Bambang-Said, sebagaimana berita RadjaWarta.Com https://www.radjawarta.com/awal-september-bambang-dh-akan-diperiksa-polda-jatim  dimana begitu selesai penghelatan pilgub Jatim, Bambang DH akan diperiksa oleh kepolisian dalam hal ini Polda Jatim.

Jika dirunut kebelakang, rupanya sudah sejak lama gubernur Soekarwo telah didikte oleh La Nyalla Mattalitti. Dimana banyak kebijakan yang dibuat oleh gubernur Jatim cenderung tidak berpihak pada masyarakat, akan tetapi lebih condong untuk kepentingan La Nyalla, meskipun itu menimbulkan ekonomi biaya tinggi dan merugikan masyarakat.

Sebagai salah satu contoh, adalah gubernur jatim membuat SK yang mewajibkan seluruh pelaku usaha & organisasi asosiasi profesi di Jatim harus mendaftar sebagai anggota Kadin Jatim. Jika tidak terdaftar sebagai anggota Kadin Jatim, terancam tidak bisa melakukan usaha di Jatim. Dan sebagai mana berita KabarBisnis.Com http://www.kabarbisnis.com/read/289331  untuk terdaftar sebagai anggota Kadin Jatim para pelaku usaha harus mengeluarkan biaya pendaftaran dan iuran yang sangat banyak. Dan dalam berita tersebut juga muncul desakan agar para Bupati/Walikota se Jatim agar memperhatikan SK gubernur tadi. sehingga para pelaku usaha & organisasi asosiasi profesi diseluruh kabupaten/kota se Jatim yang tidak menjadi anggota Kadin terancam tidak bisa melakukan usaha.

SK gubernur ini tentunya menambah mata rantai birokrasi yang tidak perlu serta menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Karena untuk melakukan usaha, proses perijinan dll sebenarnya sudah ditangani oleh departemen maupun dinas terkait di pusat, maupun daerah. Sehingga sangat aneh jika sebuah organisasi swasta diberi kewenangan untuk menentukan apakah masyarakat boleh melakukan usaha atau tidak, dengan membayar biaya tertentu pada organisasi swasta tersebut. Ini sama saja dengan premanisme. Dimana masyarakat harus membayar sejumlah biaya pada preman agar bisa hidup.

Maka menjadi tidak heran jika kasus Nazarudin dalam dugaan korupsi di perguruan tinggi negeri di Jatim yang nilainya mencapai ratusan milyar, disebut dalam https://twitter.com/TrioMacan2000/status/362648415479402496/photo/1  dimana dalam data yang disertai foto tadi menyebut diduga bahwa La Nyalla Mattaliti menerima bagian dari hasil korupsi sebesar Rp. 8,1 milyar.

Selain sudah memberikan fasilitas kepada La Nyalla Mattalitti agar bisa melakukan premanisme dan pemerasan pada masyarakat Jatim, gubernur Soekarwo juga memberikan dana hibah dari APBD untuk Kadin Jatim yang nilainya milyaran rupiah. Jadi sangat mengherankan, jika untuk pengembangan Kadin Jatim sudah mendapatkan dana dari APBD, lalu muncul SK gubernur agar seluruh pelaku usaha di Jatim harus mendaftar sebagai anggota Kadin Jatim dengan biaya yang sangat tinggi, dengan alasan biaya pendaftaran dan iuran tersebut digunakan untuk pembinaan Kadin Jatim.

Kenyataan bahwa pasangan Soekarwo-Syaifullah Yusuf hanyalah merupakan boneka yang dikendalikan oleh La Nyalla Mattalitti, semakin terkuak jelas dalam proses kampanye pilgub Jatim, dimana spanduk dan banner kampanye dari pasangan cagub Soekarwo-Syaifullah (Karsa) kebanyakan didalamnya termuat dan tertulis "La Nyalla Institute" atau "Kadin Institute", bahkan banyak poster yang secara terang2an menampilkan gambar Soekarwo-Syaiffullah dirangkul oleh La Nyalla yang dalam poster2 tersebut tampak jelas menggambarkan bahwa Soekarwo-Syaifullah hanyalah anak buah dari La Nyalla Mattalitti.

Kesewenang2an La Nyalla Mattalitti yang mendapatkan berbagai fasilitas dari gubernur Jatim ini selain bisa ditemukan dalam kehidupan bermasyarakat di Jatim,  juga bisa ditemui dalam dunia sepak bola di Jatim, dimana beberapa klub sepakbola legendaris di Jatim, seperti persebaya-Surabaya, arema-Malang, dll yang tidak boleh berkompetisi di PSSI alias klub sepak bola legendaris tersebut harus dimatikan, atau kalau mau bergabung dengan PSSI harus mulai dari divisi paling bawah, disaring melalui pertandingan antar desa, kecamatan, kabupaten dst. Sebagaimana berita http://www.sahabatbola.com/news/pssi-tutup-pintu-5-klub-ipl  dimana La Nyalla menyatakan, hari ini kami yang berkuasa, maka untuk klub yang jadi anggota PSSI kami akan pilih orang2 kami. Sikap La Nyalla yang juga pengurus PSSI ini mencerminkan sikap bahwa kalau La Nyalla berkuasa, urusan prestasi sepak bola Indonesia adalah nomor terakhir, yang penting adalah kepentingan La Nyalla dan orang2nya. Apakah demikian juga nasib masyarakat di Jatim jika pasangan Soekarwo-Syaifullah Yusuf yang menang, maka La Nyalla yang berkuasa, dimana urusan masyarakat adalah nomor terakhir, yang didahulukan adalah kepentingan La Nyalla dan anak buahnya sebagaimana saat Soekarwo-Syaifullah memimpin Jatim pada periode sebelumnya?

Ini semuanya hanyalah renungan & himbauan, agar siapapun gubernur Jatim terpilih, hendaknya tidaklah sampai disetir oleh preman, baik itu preman berangasan, preman ber-seragam, preman ber-sorban dll. Hendaklah gubernur jatim terpilih mengutamakan kepentingan masyarakat.

APEM - Anti Preman Penindas Masyarakat
Koordinator: Budiyanto
HP: 085655146471

Sumber:
http://wargatumpat.blogspot.com/2013/08/pesisir-soekarwo-syaifullah-yusuf.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar