Kamis, 15 Agustus 2013

[Media_Nusantara] KPK Fokus Bongkar Korupsi Rp 15.000 Triliun di Sektor Pertambangan dan Pelabuhan

 

KPK Fokus Bongkar Korupsi Rp 15.000 Triliun di Sektor Pertambangan dan Pelabuhan

Jakarta (BM) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat momentum untuk membongkar skandal korupsi kelas gajah yang selama ini tak terjamah. Siapa sangka jika korupsi di sektor pertambangan dan pelabuhan berpotensi merugikan negara hingga Rp 15.000 triliun, sekitar delapan kali lipat dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013. Uang sebesar itu jika diberikan kepada seluruh rakyat Indonesia yang berjumlah 240 juta jiwa, maka tidak ada lagi rakyat miskin di negeri ini.

Demikian data mencengangkan yang dibeber Ketua KPK, Abraham Samad. Data tersebut diperoleh dari hasil hitungan pihaknya. Samad merinci, potensi lepasnya uang negara Rp 15.000 triliun itu berasal dari penyimpangan dalam pengelolaan migas, emas, dan tembaga. Samad menilai, kepemilikan perusahaan tambang dan pelabuhan asing dikuasai oleh pemerintah Indonesia. Maka ia memastikan tidak akan lagi ada masyarakat Indonesia yang miskin seperti saat ini. "Kalau perusahaan tambang asing itu dimiliki warga lokal atau Pemerintah Indonesia yang tertib membayar pajak dan royalti, maka kita akan mendapatkan Rp 15.000 triliun. Jika itu dibagi kepada 241 juta jiwa dibagi 12 bulan, maka tidak akan ada masyarakat miskin di Indonesia. Rp 15.000 triliun dibagi 240 juta, dibagi 12 bulan, ketemu Rp 20 juta per bulan. Bayangkan, satu orang penghasilannya Rp 20 juta," beber Samad saat jadi pembicara acara pembekalan caleg PDIP di Jakarta, Rabu (3/7).

Menurut Samad, kerugian negara itu karena banyak perusahaan tambang tidak mau membayar pajak dan royalti ke negara. Dan itu dilakukan hampir seluruh perusahaan tambang besar di Pulau Kalimantan, Sulawesi, dan pulau lainnya. "Hampir 60 persen perusahaan tambang tidak bayar royalti dan pajak," tegas Samad.

Lolosnya perusahaan tambang tidak membayar pajak dan royalti itu diduga karena sudah terlibat kongkalikong dengan pejabat setempat. Misalnya, dalam pengurusan izin perusahaan tambang yang dipermudah dan setoran-setoran ilegal kepada pejabat daerah yang ditempati tambang itu. "Yang kaya hanya bupati dan segelintir orang karena adanya monopoli di daerah dengan memberikan izin pertambangan. Yang terjadi adalah yang kaya hanya pengusaha-pengusaha hitam dengan penguasa-penguasanya. KPK harus masuk dan menyelamatkan ini," tandasnya.

Namun begitu, Samad mengakui jika lembaganya sejauh ini belum optimal dalam membongkar pelaku dan modus korupsi di sektor tambang. Hal itu lantaran keterbatasan personel di KPK. "KPK sadar betul tak akan mampu memberantas korupsi dengan jumlah penduduk 240 juta jiwa," kata Abraham Samad. Tapi, Samad berjanji pihaknya segera mendalami kasus korupsi tambang. Hal itu termasuk dalam prioritas KPK saat ini untuk mengungkap kasus kakap. Kasus besar lain yang diincar KPK yakni, menyangkut pangan dan mineral, seperti terlihat dalam penanganan kasus dugaan suap impor daging sapi dan korupsi di sektor pajak. "78 persen pendapatan negara dari pajak, termasuk pajak dari sektor tambang ini yang akan menjadi fokus. Sementara, kalau kita bicara daging sapi, itu dibatasi, hanya restoran dan hotel besar yang rugi. Kalau melebihi kuota, maka akan dilempar ke pasar, dan tentu yang menyebabkan peternak dan pedagang lokal terpukul," tukasnya. Sedangkan untuk kasus korupsi yang relatif kecil, KPK akan berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan kejaksaan.

Dalam kesempatan yang sama, PDIP mengapresiasi komitmen Abraham Samad untuk mengusut korupsi tambang. Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP membenarkan salah satu modus penyimpangan di sektor tambang ini dilakukan dengan persekongkolan pengusaha dan kepala daerah setempat yang mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Menurut Ara, setiap izin dikeluarkan oleh bupati dengan royalti sekitar 3,5 persen hingga 7 persen. Pemerintah dan DPR baru sepakat menaikkannya menjadi sekitar 10 persen hingga 13 persen, yang mulai efektif pada Januari 2014 mendatang. Tapi celah ini kemudian dimainkan oleh kedua pihak untuk menghindari bayar pajak dan royalti. "Ini triliunan rupiah. Selama ini, Ditjen Pajak saja mengeluh tak ada data soal IUP. Ini saat yang tepat bagi KPK untuk menurunkan personelnya langsung mengawasi sektor tambang," papar Anggota Komisi XI bidang keuangan itu. Ia mengakui, memang cukup sulit untuk membongkar praktik mafia pertambangan ini.

Karena itu, Ara meminta kepada KPK untuk membuat terobosan guna mengungkap korupsi triliunan rupiah di sektor tambang dan pelabuhan. Ia menyarankan kepada Samad agar menempatkan satu personel di sektor-sektor itu (tambang, pelabuihan, dan Ditjen Pajak). Ini bisa jadi terobosan buat KPK," papar Ara. Dalam pandangan Ara, dengan menempatkan petugasnya di tambang dan pelabuhan batu bara, menurut putra politisi kawakan Sabam Sirait itu, maka akan ketahuan detail soal tambang batu bara yang selama ini tersembunyi atau disembunyikan. Misalnya data terkait berapa jumlah sebenarnya dari batu bara yang diekspor ke luar negara atau tempat tujuan ekspor, kalori batu bara yang diekspor, hingga hal detail lain yang bisa menghindari negara dari tindakan ilegal semacam praktik transfer pricing. "Dengan demikian, pendapatan negara pun bisa meningkat ke jumlah yang sebenarnya. Kalau ini dilakukan, tak ada alasan pemerintah mencabut subsidi untuk masyarakat seperti subsidi BBM kemarin," ujarnya.

Sebelumnya, Koalisi Anti Mafia Hutan merilis temuannya terkait korupsi yang melibatkan pengusaha tambang dan perkebunan dengan pejabat daerah setempat. Hanya, dari temuan tersebut, jumlah potensi kerugian negara lebih kecil dibanding hasil perhitungan Abraham Samad. Koalisi menemukan potensi kerugian negara tidak lebih dari Rp 275 triliun. Pada temuan lain, koalisi juga mendapati adanya lima indikasi penyimpangan di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Sumatera Selatan, yang merugikan negara 1,92 triliun. Lima kasus yang dimaksud yakni, dugaan korupsi PTPN VII di Sumatera Selatan, potensi kerugian Rp 4,8 miliar, pemberian IUPHHK-HTI di kawasan Hutan Rawa Gambut Merang - Kepayang Rp 1.762.453.824.120, dugaan gratifikasi proses penerbitan IUP di Kota Samarinda, besaran suap Rp 4.000.000.000. Kemudian, dugaan korupsi Alih Fungsi Kawasan Hutan Lindung menjadi Perkebunan Sawit di Kabupaten Kapuas Hulu, potensi kerugian Rp 108.922.926.600. Terakhir, terkait penerbitan IUPHHK-HTI PT di Kalbar, potensi kerugian Rp 51.553.374.200.

"Dari 5 kasus, tercatat 16 orang yang terindikasi terlibat. Dari menteri/mantan menteri (3 orang), kepala daerah/mantan kepala daerah (5 orang), pejabat kementerian (1 orang), pejabat di lingkungan pemda (1 orang), direktur perusahaan (6 orang)," demikian keterangan tertulis Koalisi Anti Mafia Hutan, dalam acara jumpa pers di RM Bumbu Desa, Cikini, Jakarta, belum lama ini. Temuan ini merupakan hasil investigasi yang dilakukan selama 6 bulan pada tahun 2012-2013.

Kelima dugaan kasus tindak pidana korupsi tersebut terbagi atas 3 dugaan korupsi pada sektor perkebunan, 1 dugaan korupsi pada sektor kehutanan, dan 1 dugaan suap izin pertambangan. "Selama ini, KPK hanya sibuk dengan kasus pengadaan barang dan jasa, yang kerugiannya hanya ratusan miliar. Sementara di sektor SDA, seperti tambang, hutan, dan perkebunan, kerugian negaranya bisa mencapai triliunan," tandas Peneliti ICW Tama S Langkun. Menurut Tama, temuan ini sudah dilaporkan ke KPK. "Kami meminta KPK juga bisa mengusut pelanggaran-pelanggaran di bidang SDA (Sumber Daya Alam-red) hingga tuntas," tuturnya

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar