Rabu, 24 Juli 2013

[Media_Nusantara] Siaran Pers IRESS Blok Mahakam: Lawan Rekayasa dan Tekanan Asing!

 

Siaran Pers IRESS

Blok Mahakam: Lawan Rekayasa dan Tekanan Asing!

Guna mempertahankan Blok Mahakam, pada 12 Juli 2017 Senior VP Total E&P, Jean-Marie Guillermou menyatakan bersedia mengalokasikan hak partisipasi 30 persen kepada Pertamina selama masa trasnsisi 2017-2022. Pada 18 Juli 2017 VP Human Resources Total, Arividya Noviyanto menyatakan: "Kalau 2014 blok Mahakam belum diputuskan, 2015 mau tak mau kita turunkan investasinya". Ditambahkan, "Apabila tidak ada kepastian masa depan Blok Mahakam, maka ada proyek-proyek yang tidak dapat kami kerjakan".

"Kami menghadapi beberapa proyek yang sudah tidak bisa kita lakukan, karena kita memiliki beberapa proyek, dimana prediksi tiba setelah 2017", kata Elisabeth Proust, Presiden Total E&P Indonesie (18/7/2013). "Jadi ini tidak mungkin untuk melakukan itu sekarang. Dan masalah ini tentu saja akan lebih dan lebih sulit untuk menangani. Dan untuk mempertahankannya. Sehingga kita perlu kejelasan periode setelah 2017".

Pernyataan-pernyataan yang mendikte dan terkesan mengancam tersebut perlu ditanggapi Pemerintah dengan tegas! Pemerintah harus menunjukkan bahwa Indonesia negara berdaulat yang bebas intervensi dan tekanan. Indonesia berdaulat penuh atas sumberdaya yang dimiliki untuk digunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Karena itu IRESS kembali mendesak Pemerintah untuk segera menyatakan bahwa sejak 1 April 2017 Blok Mahakam akan dikelola secara penuh oleh Pertamina.

Jaminan Percepatan Depresiasi

Pada 17 Februari 2013 Pemerintah melalui Dirjen Migas Edi Hermantoro menyatakan bahwa untuk menjamin tingkat produksi yang stabil, Total siap melakukan investasi meskipun perpanjangan kontrak belum diputuskan. Dirjen Migas telah mengambil kebijakan berupa pemberian jaminan pengembalian investasi Total melalui percepatan pembayaran depresiasi aset yang tidak akan melebihi tahun 2017. Edi memastikan sudah mendapat konfirmasi dan komitmen dari Total atas kebijakan tersebut!

Sekretaris SKK Migas Gde Pradnyana mengatakan "Investasi yang terus dilakukan oleh Total bukan karena pemerintah sudah memperpanjang kontraknya tapi karena kami minta agar Total terus memenuhi komitmen investasinya agar produksi migas dari Mahakam tidak turun" 17/2/2013). Pernyataan Gde ini sejalan dengan penjelasan Dirjen Migas di atas bahwa Total telah diberi jaminan memperoleh percepatan depresiasi untuk setiap investasi yang dilakukan yang akan dibayar kembali sebelum 2017.

Namun ternyata sikap Total berbeda. Kesiapannya menginvestasikan US$ 7,3 miliar sebelum 2017 diiringi dengan persyaratan. Jean-Marie mengatakan: "Jumlah dana ini cukup besar, untuk itu kami butuh perkiraan apa yang akan terjadi pada Total setelah 2017, karena pengembalian investasi ini baru bisa diperoleh setelah 2017. Bagaimana kami harus menjelaskan kepada stakeholders kami bahwa kami akan berinvestasi dimana di masa depan kami justru tidak terlibat" (12/7/2013).

Pernyataan Total meminta pertimbangan atas "terlampauinya pengembalian investasi setelah 2017 dan kesulitan pertanggungjawaban pada stakeholders" jelas bertentangan dengan penjelasan Dirjen Migas tentang kesepakatan jaminan percepatan divestasi. Hal ini menunjukkan bahwa Total melanggar kesepakatan (jika benar ada) yang dibuat bersama Ditjen Migas dan SKK Migas sebelumnya (17/2/2013). Karena sangat bernafsu untuk tetap menguasai Mahakam, Total menekan Pemerintah dan melanggar kesepakatan yang dibuat sebelumnya.

Atas pelecehan dan tekanan tersebut, IRESS kembali menuntut Pemerintah untuk bersikap tegas. Hal ini perlu untuk menghapus keraguan publik bahwa kebijakan percepatan depresiasi hanyalah akal-akalan yang dirancang untuk mendukung keinginan Total. Jangan-jangan konsep "percepatan depresiasi" memang benar bagian dari skenario tersebut. Rakyat pasti prihatin jika Pemerintah tidak sadar atas pelecehan ini. Apalagi jika sampai ada oknum-oknum Pemerintah yang justru terlibat aktif merekayasa skenario guna mendukung Total.

Investasi Miliaran US$

Jean-Marie menyatakan tahun 2013 ini Total menginvestasikan dana US$ 2,4 miliar. Investasi miliaran dollar ini ingin dikesankan sangat besar dan terjadi atas jasa Total, tapi tanpa penjelasan yang utuh. Padahal investasi tersebut hanyalah komitmen yang kelak dibayar kembali melalui cost recovery. Sedangkan keuntungan Total dan Inpex masing-masing US$1-US$2 juta per hari adalah fakta, tanpa peduli kapan komitmen investasi itu direalisasikan. Dengan statusnya sekarang, Blok Mahakam dapat menghasilkan revenue US$8—US$9 miliar per tahun, sehingga investasi US$ 2,4 miliar adalah angka yang mudah diperoleh kembali oleh Total dan Inpex dari Pemerintah/APBN!

Total menyatakan investasinya akan bertambah menjadi US$ 7,3 miliar hingga 2017 (12/7/2013). Padahal investasi ini pun akan memperoleh pengembalian dari APBN melalui cost recovery, ditambah dengan insentif percepatan depresiasi. Karena tingginya tingkat keuntungan yang diperoleh dan masih besarnya cadangan yang tersisa, justru Total lah yang sangat berkepentingan agar investasi tersebut disetujui. Karena itu, rakyat harus menolak pernyataan manipulatif tersebut: "Karena telah bersedia menginvestasikan dana besar, maka Indonesia harus berterima kasih dan menerima usul Total". Manipulasi ini harus dilawan!
Sekarang rakyat menunggu sikap Pemerintah, apakah keuntungan triliunan Rp per tahun yang didukung dana APBN tersebut terus dibiarkan dinikmati asing atau diserahkan kepada BUMN. Total dan Inpex telah menikmati keuntungan tersebut hampir setengah abad. Apakah Pemerintah masih akan mencari alasan untuk memenuhi keinginan kolonialis, termasuk mengusung isu "investasi besar" guna mengkhianati amanat rakyat? Jika demikian, rakyat perlu bersikap dan bertindak.

Tekanan kolonialis guna menguasai SDA negara berkembang merupakan hal yang lumrah. Sebagai bangsa yang bermartabat, rakyat menunggu ketegasan sikap para pemimpin. Namun hingga saat ini terkesan ada oknum-oknum penguasa justru memihak asing, sambil menyatakan keraguan terhadap kemampuan BUMN bangsa sendiri. KESDM pernah menyatakan Pertamina dapat bankrut jika menglola Mahakam. Guna menghambat BUMN, SKK Migas pernah dengan sengaja mengiklankan(!) kegagalan Pertamina di WMO sambil menutupi apa yang menjadi penyebab kegagalan tsb.

Berdasarkan kontrak PSC Mahakam, Total dan Inpex hanya memiliki working interest dan operatorship yang ditugasi oleh pelaksana pemegang kuasa pertambangan SDA migas (dulu Pertamina atas nama pemerintah). Karena itu jika pemegang kuasa ingin menghentikan kontrak dan menyerahkan kepada Pertamina, maka Total tidak berhak menggugat. Ternyata Total yang sering mengagung-agungkan prinsip kesucian kontrak (contract sanctity) tampaknya terkesan aktif memanipulasi informasi, menggiring opini publik, menyandera, menekan dan mengintervensi pengambilan keputusan.

Kantor berita AFP memberitakan (29/5/2013) Total telah dihukum otoritas pengadilan AS membayar denda US$ 398,2 juta (Rp 3,7 triliun) karena terbukti menyuap pejabat di Iran guna mendapatkan konsesi blok migas. Hal ini dinyatakan sebagai tindakan koruptif yang melanggar hukum AS, Foreign Corrupt Practices Act/FCPA. Apa yang terjadi di Iran ini dapat saja terjadi di Indonesia, karena tampaknya, meskipun perusahaan ini telah terdaftar di berbagai bursa inernasional, ternyata tak lepas dari praktek bisnis yang berbau KKN.

Potensi kemungkinan terjadinya KKN dapat menjadi lebih tinggi karena adanya oknum-oknum yang ingin memperoleh rente besar dalam waktu singkat guna memenangkan Pemilu 2014. Jika kepentingan dominasi dan bisnis Total di Mahakam bertemu dengan kepentingan rente Pemilu 2014 tersebut, lalu prinsip-prinsip good corporate governance, harga diri, martabat dan sikap amanah diabaikan, maka apa yang telah terjadi di Iran dapat saja berulang di Blok Mahakam. Dalam hal ini IRESS kembali meminta agar KPK untuk mencegah dan menjamin KKN tidak akan pernah terjadi dalam kasus Mahakam.

Berlarut-larutnya keputusan status kontrak Mahakam dan kecenderungan Pemerintah yang ingin mengulangi sejarah gelap penyelesaian kisruh KKS yang kontraknya menjelang berakhir, menunjukkan tata kelola migas masih carut marut, sekaligus rawan KKN. Hal ini harus diperbaiki. Kita ingin suara dan kepentingan rakyat didengar. Kita ingin anak-anak bangsa sendiri, yang telah menyatakan kemampuan dan komitmennya justru dihargai dan diberi kesempatan. Jika BUMN bangsa ini sudah diakui sebagai yang terbesar ke-122 secara global, mengapa justru tidak didukung di dalam negeri agar dapat lebih maju?

Karena itu IRESS meminta agar Pemerintah melawan berbagai upaya dan rekayasa asing untuk tetap bercokol di Mahakam. Presiden SBY harus mengantisipasi upaya penyanderaan kebijakan melalui isu-isu kebutuhan menjaga lifting, tawaran investasi besar dan kontrak pengiriman gas, termasuk mengantisipasi penurunan produksi migas jika kontrak diterminasi. Presiden juga harus menjamin tidak ada satu pun pembantunya di kabinet atau oknum-oknum di lingkar kekuasan yang bekerja untuk pihak asing. IRESS meminta Presiden SBY menjaga martabat bangsa ini dengan menyerahkan Blok Mahakam kepada Pertamina pada 2017.

Jakarta, 24 Juli 2013

Marwan Batubara,
Direktur Eksekutif IRESS
Jl. Gandaria VI No.2, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Fax: 021 722 1058.

Kepada para mahasiswa, pemuda, ormas, tokoh masyarakat dan siapapun yang peduli menjaga martabat bangsa dan nasib rakyat, kami minta untuk bergabung bersama IRESS dan Petisi Blok Mahakam untuk menyuarakan tuntutan ini

Link Petisi ‪#‎BlokMahakam‬ untuk ‪#‎Rakyat‬ : http://t.co/YtgAVLcARo

baca juga :
Bergemingnya SBY Atas Permintaan Pertamina Mengelola Blok Mahakam ==> http://jaringanantikorupsi.blogspot.com/2013/07/medianusantara-bergemingnya-sby-atas.html

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar