Tersangka : Kok Bisa Beda ?
Berbeda nya penetapan tersangka kasus dugaan korupsi proyek simulator Surat Ijin Mengemudi (SIM) kendaraan roda empat dan roda dua yang diputuskan oleh Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), makin mempertegas ada nya "ketidak-kompakan" diantara ke dua lembaga penegak hukum di negeri ini. Malah, boleh jadi kalau Kejaksaan ikut melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus ini, maka nama-nama tersangka nya pun tidak bakal sama.
Penetapan tersangka Inspektur Jendral Djoko Susilo, jelas mengagetkan pihak Polri. Di mata penyidik Polri, Gubernur Akademi Kepolisian yang sebelum nya memimpin Korlantas Mabes Polri ini dinilai tidak ikut terlibat dalam penyimpangan proyek simulator SIM ini. Justru menurut hasil penyidikan yang dilakukan, tersangka nya hanya sampai di tingkat Brigjen Dikdik Purnomo yang menjabat sebagai Wakil Komandan Korlantas Mabes Polri.
Lalu ada seorang perwira polisi berpangkat AKBP sebagai Penanggungjawab Proyek Simulator, dan seorang pegawai kepolisian berinisial LGM yang menjabat selaku Bendahara Proyek, ditambah dengan dua orang tersangka lain dari kalangan pihak ke tiga. Kesimpulan ini berbeda dengan hasil kerja tim penyidik KPK. Menurut KPK, hingga kini baru ditetapkan empat tersangka, yakni dua orang "jendral" polisi (Djoko Susilo dan Dikdik Purnomo) dan dua orang lagi dari pihak kontraktor.
Rumit nya satu kasus yang ditangani dua lembaga penegak hukum, memang sudah dapat diprediksi dari awal. Apalagi jika yang di duga terlibat dalam kasus tersebut, malah telah ditetapkan sebagai "tersangka" nya adalah ada beberapa orang petinggi Polri nya sendiri. Itu sebab nya, banyak pengamat dan pakar hukum yang berpendapat, sebaik nya penanganan kasus dugaan korupsi proyek Simulator SIM ini, digarap sepenuh nya oleh KPK. Kepolisian semesti nya memberi kewenangan penuh kepada KPK untuk mengusut nya hingga tuntas.
Ini penting dicatat, karena bila dalam menetapkan tersangka saja sudah berbeda, besar kemungkinan hasil akhir nya pun bakal berlainan. Arti nya, walau pun sudah ada kesepakatan antara pimpinan KPK dan pimpinan Polri untuk berkoordinasi dalam penanganan kasus dugaan korupsi proyek Simulator SIM, fakta yang ada di lapangan, seolah-olah koordinasi itu belum berjalan. Masing-masing pihak tampil dengan keyakinan yang berbeda, sehingga ketika memutuskan nama-nama yang menjadi tersangka nya pun, seperti yang tidak ada koordinasi terlebih dahulu.
Kehadiran dan keberadaan KPK di negeri ini, jelas tidak dimaksudkan untuk "meminggirkan" lembaga penegakan hukum yang telah ada seperti Kejaksaan dan Kepolisian. KPK dibentuk lebih dimaksudkan untuk membantu Kejaksaan dan Kepolisian dalam menangani kasus-kasus besar yang membutuhkan perlakuan khusus. Harapan nya, kalau Kejaksaan dan Kepolisian telah mampu tampil sesuai dengan yang diharapkan, maka bangsa ini tidak membutuhkan lagi kelembagaan penegakan hukum yang sifat nya ad hock semacam KPK ini.
Penanganan sebuah kasus yang digarap bersama oleh dua lembaga penegak hukum (KPK dan Kepolisian), memang tidak dilarang oleh Undang Undang. Namun begitu, banyak kalangan yang mengusulkan agar penanganan kasus ini cukup dilakukan oleh KPK. Dibalik perbedaan pandangan yang ada, tentu nya sebagai warga bangsa kita berharap agar kasus dugaan korupsi proyek simulasi SIM kendaraan bermotor roda empat dan roda dua yang menyeret petinggi Korlantas Mabes Polri ini akan segera tuntas, walau dalam penetapan tersangka nya saja, antara KPK dan Kepolisian berbeda. Pertanyaan nya adalah kenapa bisa beda ya......
Salam !
__._,_.___
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar