Minggu, 26 Agustus 2012

[Media_Nusantara] Inilah Mahar Politik Dukungan PKS kepada Fauzi Bowo

 

Inilah Mahar Politik Dukungan PKS kepada Fauzi Bowo

1345487066627728242

Kecurigaan bahwa ada mahar politik di balik dukungan PKS terhadap calon gubernur petahana Fauzi Bowo – Nachrowi Ramli (Foke-Nara) ternyata bukan asal curiga. Menurut laporan Majalah Tempo edisi 26 Agustus 2012, mahar politik tersebut memang ada. Nilai penawaran awalnya antara Rp. 25 miliar – Rp. 50 miliar. Tetapi kemudian turun menjadi Rp 20 miliar sebagai kata sepakatnya.. Imbalannya, PKS menjanjikan 500.000 suara untuk Foke-Nara dari kader PKS. Menurut sumber Tempo, PKS berjanji 500 ribu suara kader PKS untuk Foke-Nara di putaran kedua Pilkada DKI pada 20 September 2012. Petinggi PKS mengatakan bahwa berdasarkan pengalaman , kadernya loyal pada instruksi partai. Apalagi jika ada jaminan bantuan pendanaan dalam Pemilu 2014 apabila Foke-Nara menang.

Sebenarnya, ada kejanggalan dengan pernyataan petinggi PKS itu bahwa para kadernya loyal dengan instruksi partai (untuk mendukung Foke-Nara). Sebab, ditinjau dari perolehan suara PKS di Pemilu Legislatif 2009 dibandingkan dengan hasil Pilkada DKI putaran pertama (11 Juli 2012), suara dukungan langsung kepada cagub-cawagub dari PKS (Diayat Nur Wahid-Didik J. Rachbini) justru mengalami penurunan sampai 50%. Bahkan hanya seperempat dukungan bila dibandingkan dengan apa yang pernah diperoleh PKS dalam Pilkada DKI 2007, yang ketika itu mengusung cagub Adang Darajatun.

Pada Pilkada DKI 2012 ini, dengan mengusung Hidayat Nur Wahid-Didik J. Rachbini, PKS hanya mendapat suara sebesar 11,72 persen, atau 508.113 suara.

Apakah mungkin dengan indikator-indikator tersebut, 500.000 suara dari kader PKS bisa dijaminkan akan loyal memilih Foke-Nara?

Sedangkan, berdasarkan hasil laporan Tempo diperoleh informasi pula bahwa sebelum menyatakan dukungannya terhadap Foke-Nara, PKS menjajaki pilihan di kalangan kadernya dengan melakukan suatu survei. Hasilnya, sebagian kader menyatakan tidak akan mendukung Foke-Nara, maupun Jokowi-Ahok, alias golput, sebagian lagi akan mendukung Foke-Nara, sisanya akan mendukung Jokowi-Ahok.

Dengan kata lain, sesungguhnya telah diperoleh gambaran bahwa suara kader PKS itu terpecah tiga. Mendapat fakta seperti itu, elit PKS akhirnya memutuskan mengabaikan hasil survei, dan melakukan langkah-langkah politik sendiri, yang pada akhirnya PKS memutuskan mendukung Foke-Nara. Alasan resminya adalah karena PKS menilai Fauzi Bowo lebih mampu mengurus Jakarta (karena lebih mengenal Jakarta) daripada Jokowi.

Dari sini saja, sebenarnya kita bisa melihat bahwa telah terjadi manipulasi-manipulasi pernyataan politik yang membuat kita sulit untuk memegang perkataan-perkataan yang keluar dari mulut para elit PKS itu. Setidaknya ada dua hal tentang ini.

Pertama, PKS menjanjikan bahwa 500.000-an suara kader PKS akan mendukung Foke-Nara sesuai dengan instruksi partai karena biasanya para kader mereka itu loyal terhadap apa yang dikatakan partai. Padahal dari fakta perbandingan hasil Pemilu Legislatif 2009, Pilkada 2007, dan Pilkada 2012 putaran pertama, kita bisa melihat bahwa jaminan dukungan 500.000 suara dengan alasan keloyalan kader sangat diragukan. Kalau benar ada keloyalan kader tersebut, tentu saja suara-suara yang diperoleh oleh PKS dari tiga momen politik pemilihan umum tersebut tidak akan mengalami kemerosotan, apalagi dengan sedemikian tajam. Bagaimana bisa PKS menjamin para kadernya akan memberi dukungan penuh kepada Foke-Nara, kalau dukungan terhadap calon mereka sendiri saja malah anjlok? Anehnya, kok bisa kubu Foke-Nara, sepertinya percaya saja? Mungkin lebih tepat, alasannya daripada tidak sama sekali, dukungan partai ini (PKS) bisalah diharapkan untuk membantu menambah jumlah suara di Pilkada DKI putaran kedua nanti itu.

Kedua, alasan resmi PKS memilih mendukung Fauzi Bowo adalah karena PKS menilai Fauzi Bowo lebih pantas menjadi gubernur DKI karena lebih mampu daripada Jokowi. Padahal di dalam beberapakali kampanye Pilkada DKI putaran pertama, berkali-kali dan dengan sangat jelas PKS, Hidayat Nur Wahid dan Didik J. Rachbini menyatakan bahwa Fauzi sudah tidak layak lagi memimpin DKI Jakarta.

"Bagaimana masyarakat Jakarta bisa maju, gubernur sama wakilnya saja marahan. Jangan sampai ada wakil gubernur laporkan gubernur ke KPK," begitu pernyataan Hidayat Nur Wahid dalam suatu kampanyenya di GOR Soemantri Brojonegoro, Kuningan, Jakarta, pada Minggu, 1 Juli 2012 (merdeka.com).

Menurut Hidayat, pendiri Jakarta, Fatahillah akan bersedih jika melihat keadaan ibu kota banyak masalah seperti sekarang ini. "Fatahillah akan bersedih melihat Jakarta sekarang. Tidak terurus!" katanya waktu itu.

Sedangkan, pasangannya, Didik, mengatakan, jangan sampai warga Jakarta salah memilih lagi karena lima tahun sebelumnya harus dijadikan pelajaran.

"Kita sudah menderita 5 tahun ke belakang, jangan sampai kita menderita 5 tahun lagi ke depan!" seru Didik di hadapan massa yang mendengar kampanye mereka ketika itu.

Sekarang, semuanya tiba-tiba berbalik 180 derajat. Air ludah yang telah diludahkan dijilat kembali demi mahar politik Rp 20 miliar itu?

Sebelum memutuskan mendukung Foke-Nara, Tempo melaporkan para elit PKS sudah berbicara pula dengan Jokowi, tetapi berbeda dengan respon yang didapat dari Fauzi Bowo, ajakan melakukan transaksi politik itu tidak mendapat respon dari Jokowi. Maka itu, akhirnya PKS pun mengdeklarasikan dirinya untuk mendukung Fauzi Bowo, yang artinya menjilat habis kembali semua ludah yang pernah keluar dari mulutnya itu.

Tempo melaporkan, Selamat Nurdin, Ketua PKS Jakarta menceritakan tentang lobi-lobi PKS dengan Jokowi itu. Selamat mengatakan sikap Jokowi-lah yang menyebabkan dia tidak didukung oleh PKS. Ketika ditanya apa yang akan dilakukannya dalam mengurus Ibu Kota jika kelak terpilih. "Jokowi bilang, 'Enggak tahu, Mas, saya juga bingung," Selamat menuturkan.

Apakah masuk akal cerita Selamat Nurdin ini? Anda percaya Jokowi menjawab seperti itu? Kita sudah menyaksikan sendiri di televisi, apa yang dijawab oleh Jokowi ketika pertanyan-pertanyaaan tentang apa visi dan misinya kalau kelak terpilih. Tidak masuk akal kalau Jokowi memberi jawaban yang sedemikian bodohnya.

Denny Iskandar, anggota tim sukses Jokowi yang hadir pada pertemuan, mengakui Selamat melontarkan pertanyaan itu, tetapi jawaban Jokowi tidak seperti yang diceritakan Selamat.

Menurut Denny, Jokowi menjawab dengan menguraikan program-program di bidang kesehatan dan pendidikan serta cara mengatasi kemacetan. "Kok, yang keluar pernyataan Jokowi yang tak pernah diucapkan?" ujar Denny.

Silakan anda mau percaya siapa. Tetapi dari tayangan televisi, seperti yang saya katakan bahwa kita sendiri telah menyaksikan apa jawaban Jokowi ketika diajukan pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Tidak masuk akal, Jokowi menjawab PKS seperti itu. Apakah PKS menghalalkan fitnah kepada Jokowi demi membenarkan keputusan politiknya yang sebenarnya berlatar belakang mahar politik yang telah disepakati dengan pihak Fauzi Bowo?

Dari hasil laporan Tempo, kelihatannya mahar politik itulah yang membuat PKS menjauh dari Jokowi, dan memilih Fauzi Bowo.

Menurut Tempo, Jokowi sendiri mengatakan bahwa tidak ada pembicaraan menyangkut penggabungan program yang diusung calon PKS. "Jika memang benar syarat koalisi dengan PKS adalah memadukan dua program, langsung saya teken," katanya.

Menurut Jokowi, PKS sejak awal selalu menghindari pembicaraan tentang kesepakatan politik. "Setiap saya tanya apa yang bisa saya lakukan untuk PKS, mereka menjawab belum ada karena mereka harus melakukan rapat internal," kata Jokowi kepada Tempo. Pembahasan koalisi akhirnya ditangani langsung oleh PDIP.

Saya menduga, PKS menghindar menjawab pertanyaan Jokowi itu, karena mereka tahu, Jokowi pasti akan menolak, apabila harus membayar balas jasa dukungan PKS itu dengan transaksi politik balas jada demi kepentingan PKS. Seperti menentukan kepala-kepala dinas tertentu di pemerintahan DKI Jakarta. Sebab, dengan PDIP (parpol-nya) saja Jokowi sudah menyatakan akan menolak hal itu jika sebagai syarat diusung PDIP, apalagi dengan parpol lain.

Di dalam pembahasan yang sangat alot itulah dikabarkan adanya penawaran kontrak politik dari PKS dengan biaya sebesar Rp. 25 miliar – Rp 50 miliar. PDIP menolaknya. Ketika hal itu ditawarkan kepada kubu Fauzi Bowo, terjadilah kesepakatan kontrak politik dengan jumlah akhir Rp 20 miliar.

Syarat mahar politik juga pernah diajukan PKS sewaktu mereka menyorongkan Ketua Majelis Pertimbangan Partai Triwisaksana sebagai calon wakil Fauzi Bowo. Dengan imbalan PKS diberi jatah untuk menentukan sejumlah kepala dinas di DKI. Fauzi menolaknya, dan akhirnya menerima calon yang disorongkan Partai Demokrat, Nachrowi Ramli.

Mungkin, transaksi politik berupa balas jasa seperti itu tempo hari ditolak Foke karena merasa kubunya sangat kuat untuk menang dalam Pilkada DKI 2012 ini. Apalagi dengan hasil survei berbagai lembaga survei yang menyatakan dia akan menang mudah. Bahkan hanya dalam satu putaran saja. Tetapi, ketika faktanya berbicara lain, dia dan pasangannya kalah cukup telak dari Jokowi-Ahok di putaran pertama, Foke akhirnya memutuskan menyepakati penawaran yang pernah disodorkan PKS itu?

Baik Selamat, maupun Triwisaksana membantah semua lobi politik dengan mahar seperti itu. "Saya mengikuti semua lobi itu, tidak ada yang menyebutkan transaksi uang, atau kepala dinas," kata Selamat. Menurut dia, Fauzi Bowo dipilih PKS karena kapasitasnya lebih baik daripada Jokowi. Apakah benar demikian? Kembali ke uraian yang saya tulis di atas. ***

http://politik.kompasiana.com/2012/08/21/inilah-mahar-politik-dukungan-pks-kepada-fauzi-bowo/


__._,_.___
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar