Rabu, 15 Agustus 2012

[Media_Nusantara] SBY, Antasari dan Century

 

SBY, Antasari dan Century

Dari tahun ke tahun, selalu ada hal baru dari kasus Bank Century. Namun tetap saja skandal keuangan terbesar sejak reformasi tak tersentuh tangan hukum. Yang terjadi, setidaknya sudah dua orang yang mengetahui persis kasus ini, yang telah meninggal dunia, Pada 8 Agustus 2011, dari Rumah Sakit Premier, Surabaya, diberitakan jika Boedi Sampoerna, mantan Preskom PT HM Sampoerna, meninggal dunia. Kematian Boedi adalah pukulan bagi upaya pengungkapan kasus bailout Bank Century. Boedi adalah deposan terbesar Bank Century, dengan nilai Rp 2 triliun.

George Junus Aditjondro George juga menulis, pengacara keluarga Sampoerna yang bernama Arief T Surowidjoyo tampak aktif terlibat dalam rapat-rapat KSSK yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati[Note:37]--termasuk dalam menentukan bailout kepada Bank Century.

Di saat yang hampir bersamaan, seorang Budi lainnya, yang juga mengetahui persis proses bailout Bank Century, juga meninggal dunia. Ia adalah Budi Rochadi, Deputi Gubernur Bank Indonesia. Budi Rochadi meninggal di New York, Juli 2011. Medio Agustus 2012, mantan Ketua KPK, Antasari Azhar, melansir kabar menghebohkan. Dalam sebuah acara di Metro TV, Antasari menyatakan, ada rapat yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di istana, beberapa pekan sebelum bailout untuk ke Bank Century.

Mendengar informasi tersebut, saya langsung menemui Antasari di LP Tangerang. Ia lalu mengatakan, dalam rapat tersebut, memang tidak disebut nama bank yang akan di-bailout. Namun, skema bailout sudah merasuk suasana batin peserta rapat. Presiden, ujar Antasari, menyatakan perlu mencegah terjadinya krisis seperti tahun 1998. "Kita perlu melakukan terobosan, terobosan global,'' ujar Antasari, menirukan Presiden.

"Terobosan" yang dimaksud presiden sepertinya adalah upaya mengatasi peraturan hukum, demi kepentingan orang banyak. Antasari mengakui bisa memahami itu. Lantas, disebut-sebut kemungkinan penyuntikan dana terhadap bank tertentu. Antasari di rapat itu menegaskan, jangan sampai ada kerugian negara di sana, bahkan hanya satu rupiah sekalipun, dan jangan ada orang-orang yang berpetualang. Jika itu terjadi, tegasnya, maka ada tindak pidana. Dalam rapat tersebut, Antasari menyatakan, jika ada yang melakukan moral hazard dalam aksi tersebut, KPK akan menangkapnya.

Antasari menegaskan, Presiden memberinya kesempatan berbicara setelah Ketua BPK (kala itu) Anwar Nasution--yang mendapat kesempatan pertama. Para pejabat yang hadir adalah Ketua BPK Anwar Nasution, Jaksa Agung Hendarman Supandji, Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri, Kepala BPKP Condro Irmantoro, dan Gubernur BI Boediono. Lantas, anggota kabinet meliputi Menko Polhukam Widodo AS; Plt Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa. Antasari juga melihat Juru Bicara Andi Mallarangeng dan staf khusus Denny Indrayana. Ia tidak melihat adanya Wakil Presiden Jusuf Kalla. "Belakangan, saya heran juga dengan tidak hadirnya Wakil Presiden," ujar Antasari kepada saya.

Kurang lebih sepekan setelah rapat di Istana, Antasari mengaku didatangi Gubernur BI kala itu, Boediono, di kantornya di KPK. Boediono membahas rencana menyuntik Rp 4,7 triliun untuk menyelamatkan Bank Indover, anak perusahaan BI yang berada di Belanda. Saat itu Bank Indover tengah kolaps menuju kebangkrutan. Antasari mengaku menolak mentah-mentah rencana itu. Kabarnya, Boediono sempat bersikeras dan bilang semua pihak sudah setuju, termasuk DPR.

Antasari mengaku tahu persis, Boediono hanya menggertak. Sebab, beberapa waktu sebelumnya, ia sempat berada di DPR dan menyaksikan Boediono menemui pimpinan Komisi XI DPR kala itu, meminta pesetujuan untuk rencana bailout Bank Indover di Belanda. Persetujuan DPR diminta secepatnya, dengan alasan waktu yang diberikan pemerintah Belanda sangat mepet. Antasari mengaku sempat diajak bicara oleh pimpinan Komisi XI DPR kala itu, dan bersepakat untuk meniolak bailout Bank Indover. Dan akhirnya, rencana bailout Indover memang batal.

Tak lama, Antasari mendengar bailout untuk Bank Century. Saat itu, ujar Antasari, ia merekomendasikan agar Century diaudit dulu oleh BPK. Tapi, yang ia dengar, Century sudah diberi bailout. Maka, Ketua KPK mencoba segera menghubungi Bank Indonesia, mencari Gubernur Boediono. "Jawaban dari BI, dia lagi di Amerika. Sambungan telepon saya diterima ibu Siti Fadjriah, Deputi Gubernur BI." Kata Antasari. "Kepada Fadjriah, saya pesankan agar Pak Boed segera menelepeon saya, begitu pertama tiba di Jakarta."

Jadi, kalau sekarang SBY merasa penting utk menanggapi testimoni Antasari, menurut saya justru makin membuat publik tambah yakin, bahwa kekuasaan terlibat dalam rangkaian peristiwa, mulai dari perencanaan, penyusunan peraturan dan UU sebagai bungkus agar kebijakan tsb seolah didasari aturan dan perundang-undangan serta memiliki alasan yg kuat dg memanfaatkan situasi krisis keuangan 2008 hingga pelaksanaan eksekusinya.

Karena, sebagaimana diketahui. Sebelum agenda mem bailout century, ada dua peristiwa yg tdk bisa dipisahkan dari rangkaian peristiwa tsb. Yakni, usaha menyuntik atau menyelamatkan Bank INdover di Belanda Rp.4,7 triliun dan 'blanked garante" dg biaya sekitar Rp.300an triliun. Namun keduanya gagal. Penyelamatan Bank Indover gagal karena ditolak DPR. Sedangkan blanked garante ditolak wapres Jusuf Kalla. Jadi, masuk diakal kalau pertemuan yg dipimpin SBY dan menjadi testimoni Antasari, JK tdk hadir. Sebab, jika hadir, bisa jadi kasus Bank Century yg merupakan skandal keuangan terbesar pasca reformasi tdk akan pernah ada.

by Bambang Soesatyo (Anggota DPR RI - Republik Indonesia Fraksi Golkar, Anggota Timwas Kasus Century), bambangsoesatyo@yahoo.com

Berita Terkait : http://jaringanantikorupsi.blogspot.com/2012/08/medianusantara-fakta-dibalik.html



__._,_.___
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar