Awasi Tender Pemasangan Pipa Gas PT Pertamina PHE WMO di APBS yang diduga kuat akan terjadi penyimpangan !!!
Dalam waktu dekat, Pipa Gas milik PT Pertamina PT. PERTAMINA HULU ENERGI WEST MADURA OFFSHORE ("PHE WMO") ( dahulu PT Kodeco Energy Ltd) yang melintas di Alur Pelayaran Barat Surabaya akan di pindahkan ketempat sesuai dengan desain awal pipa dipasang. sebagaimana diketahui, dahulu Pipa Gas ini menjadi bermasalah karena: 1. Pemasangannya Tidak Sesuai dengan rencana, akibatnya sangat mengganggu lalu lintas Pelayaran di APBS, 2. Akibat dari kesalahan pemasangan, Pipa Gas tersebut dilakukan pemendaman sebagai langkah Darurat, 3. Mengembalikan Posisi Pipa Gas dengan memasang Ulang sesuai dengan desain yang direncanakan.
Akibat dari kesalahan pemasangan tersebut, Keuangan Negara terkuras cukup besar, karena semua biaya itu dibebankan ke Negara dalam bentuk bea cost recovery oleh awalnya PT Kodeco dan yang sekarang sudah di ambil alih oleh PT Pertamina PHE WMO
Maka, dalam hal Pemasangan Pipa Gas ke posisi yang sesuai perencanaan, yang akan segera dilaksanakan oleh PT Pertamina PHE WMO harus lah di awasi dan dikawal secara ketat, karena Negara telah cukup besar mengeluarkan dananya hanya untuk Pipa Gas belaka, dan ini bukan berarti BPK. KPK, Kejaksaan tidak memeriksaan kesalahan - kesalahan awal yang dilakukan oleh PT Kodeco Energy ltd dan BP Migas yang menjadikan pemborosan akan keuangan negara.
Untuk itu Tender Pemasangan Pipa Gas dan perencanaannya haruslah terbuka dan se-transparan mungkin untuk menghindari terjadinya KKN yang tentunya akan berdampak merugikan negara.
Pertamima PHE WMO dan atau BP Migas diharapkan tidak lagi gegabah dan mengulang kesalahannya yang dahulu. Tekanan dari Gubernur dan Kadin Jatim kemarin bukanlah harus berarti akan meng-"istimewa"-kan mereka, tapi tekanan tersebut mestinya justru menjadikan BP Migas dan atau Pertamina PHE WMO bersikap profesional, terbuka dan transaparant dalam men-"Tender"-kan dan atau melaksanakan Pemasangan Pipa Gas tersebut.
Berikut Lampiran Kliping berita tentang Pipa Gas eks PT Kodeco ltd (sekarang PT Pertamina PHE WMO) di APBS
Kadin minta KPK periksa kasus Kodeco
SURABAYA, kabarbisnis.com: Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur (Jatim) melihat adanya ketidakberesan tentang kasus pemasangan pipa milik PT Kodeco Energy Ltd. yang melintas di Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS).
Pasalnya, pemasangan pipa yang melintang tersebut jelas-jelas telah melanggar Keputusan Menteri pertambangan dan Energi Nomor 300.K/38/M.PE/1997 dan melanggar aturan Safety of Life at Sea (SOLAS) tahun 1997 tentang keselamatan pelayaran.
Sementara dalam pelaksanaannya, ternyata pemasangan pipa Kodeco yang memotong tepat di Kilometer Point (KP) 35-36 dan KP 44-46 tersebut tetap dilaksanakan dan telah mendapatkan ijin, baik dari pihak BP Migas maupun dari Dirjen Perhubungan Laut. Akibatnya, seluruh masyarakat Jawa Timur telah dirugikan karena arus transportasi ekonomi di pelabuhan Tanjung perak menjadi terkendala.
"Kalau dari awal pemasangan pipa sesuai dengan aturan yang telah direkomendasikan, pasti tidak akan terjadi kerugian ini. Dan kami menengarai ada ketidakberesan pada saat pertama kali pipa dipasang. Karena Jatim, baik Gubernurnya maupun instansi lainnya tidak pernah diberitahukan tentang pemasangan ini. Tahu-tahu pipa sudah dipasang diposisi yang membahayakan. Untuk itu, KPK harus turun tangan dalam kasus ini," kata Ketua Umum Kadin Jatim, La Nyalla Mahmud Matalitti ketika ditemui di Graha Kadin Jatim, Surabaya, Senin (6/9/2010).
Menurut Nyalla, kondisi ini sangat memprihatinkan mengingat BP Migas dan Kodeco saat ini seolah melempar tanggung jawab dan seolah keberatan utnuk melakukan pemindahan pipa atas desakan masyarakat Jatim. Untuk itu, Kadin Jatim juga meminta kepada pihak BP Migas untuk melakukan transparansi dalam persoalan production shaaring contract (PSC) atas proyek Kodeco.
"Kalau sudah tahu isi PSC Kodeco, kita akan bisa mengerti semuanya. Siapa sebenarnya yang memegang PSC ini, apakah Kodeco ataukah pihak BP Migas. Sebab, sejauh ini BP Migas selalu memojokkan desakan Jatim untuk merelokasi pipa dengan alasan biaya dan kerugian negara jika pemindahan dilakukan. Sementara jika terjadi sesuatu, rakyat Jatim yang harus menanggung semuanya. Jangan seenaknya menyedot minyak dan mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari sini sementara kerugiannya ditimpakan kepada masyarakat Jatim. Ini tidak adil," tegas Nyalla.
Sementara saat ini, untuk memberikan solusi jangka pendek, pihak Kodeco dan BP Migas berjanji akan melakukan pendalaman pipa hingga minus 19 Low Sring water (LWS) yang akan selesai pada pertengahan Desember 2010 besok. Sementara pemindahan pipa dengan membuat jalur baru akan dilakukan setelah pendalaman selesai dilakukan.
Pertanyakan solusi pendalaman
Pasalnya, pemasangan pipa yang melintang tersebut jelas-jelas telah melanggar Keputusan Menteri pertambangan dan Energi Nomor 300.K/38/M.PE/1997 dan melanggar aturan Safety of Life at Sea (SOLAS) tahun 1997 tentang keselamatan pelayaran.
Sementara dalam pelaksanaannya, ternyata pemasangan pipa Kodeco yang memotong tepat di Kilometer Point (KP) 35-36 dan KP 44-46 tersebut tetap dilaksanakan dan telah mendapatkan ijin, baik dari pihak BP Migas maupun dari Dirjen Perhubungan Laut. Akibatnya, seluruh masyarakat Jawa Timur telah dirugikan karena arus transportasi ekonomi di pelabuhan Tanjung perak menjadi terkendala.
"Kalau dari awal pemasangan pipa sesuai dengan aturan yang telah direkomendasikan, pasti tidak akan terjadi kerugian ini. Dan kami menengarai ada ketidakberesan pada saat pertama kali pipa dipasang. Karena Jatim, baik Gubernurnya maupun instansi lainnya tidak pernah diberitahukan tentang pemasangan ini. Tahu-tahu pipa sudah dipasang diposisi yang membahayakan. Untuk itu, KPK harus turun tangan dalam kasus ini," kata Ketua Umum Kadin Jatim, La Nyalla Mahmud Matalitti ketika ditemui di Graha Kadin Jatim, Surabaya, Senin (6/9/2010).
Menurut Nyalla, kondisi ini sangat memprihatinkan mengingat BP Migas dan Kodeco saat ini seolah melempar tanggung jawab dan seolah keberatan utnuk melakukan pemindahan pipa atas desakan masyarakat Jatim. Untuk itu, Kadin Jatim juga meminta kepada pihak BP Migas untuk melakukan transparansi dalam persoalan production shaaring contract (PSC) atas proyek Kodeco.
"Kalau sudah tahu isi PSC Kodeco, kita akan bisa mengerti semuanya. Siapa sebenarnya yang memegang PSC ini, apakah Kodeco ataukah pihak BP Migas. Sebab, sejauh ini BP Migas selalu memojokkan desakan Jatim untuk merelokasi pipa dengan alasan biaya dan kerugian negara jika pemindahan dilakukan. Sementara jika terjadi sesuatu, rakyat Jatim yang harus menanggung semuanya. Jangan seenaknya menyedot minyak dan mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari sini sementara kerugiannya ditimpakan kepada masyarakat Jatim. Ini tidak adil," tegas Nyalla.
Sementara saat ini, untuk memberikan solusi jangka pendek, pihak Kodeco dan BP Migas berjanji akan melakukan pendalaman pipa hingga minus 19 Low Sring water (LWS) yang akan selesai pada pertengahan Desember 2010 besok. Sementara pemindahan pipa dengan membuat jalur baru akan dilakukan setelah pendalaman selesai dilakukan.
Pertanyakan solusi pendalaman
Proses pendalaman yang rencananya akan dilakukan mulai tanggal 21 September hingga 24 Oktober untuk pipa yang melintas di KP 35-36 dan pada tanggal 26 Oktober sampai 16 Desember untuk pipa yang melintas di KP 44 dan KP46 menyisakan berjuta pertanyaan.
Diungkapkan Anggota Tim Pengawas Pipa KOdeco KAdin Jatim, I Made Widiyasa bahwa proses pendalaman pipa yang akan dilakukan Kodeco masih belum sepenuhnya aman dan berhasil dilakukan. Karena pada kenyataannya kondisi arus di APBS sangat deras, sehingga posisi alat hydro digger yang akan digunakan melakukan pengerukan dan pendalaman pipa tersebut dipastikan tidak akan bisa sinergi dan lurus dengan pipa karena dorongan arus.
Selain itu, kapal Lady Cristina yang akan digunakan dipastikan akan berada tepat di tengah jalur APBS, padahal data dari Adminsitrator Pelabuhan (Adpel) Tanjung Perak menunjukkan ada sekitar 100 unit kapal yang akan melintas di alur tersebut setiap harinya.
"Ini bagaimana bisa dilaksanakan, apakah pada saat melakukan pekerjaan tersebut kapal yang akan melintas harus berhenti ataukah pekerjaannya yang harus berhenti disaat ada kapal ada yang melintas. Karena baik Kodeco maupun BP Migas memastikan pekerjaan tersebut tidak akan mengganggu alur. Ini soal waktu dan ketepatan jadwal. Dan kami tidak bermaksud untuk menghalangi proses pendalaman, namun kami ingin memastikan keamanan dan keberhasilannya. Karena tidak ada rencana B jika pendalaman tidak berhasil dilakukan," ungkap I Made Widiyasa.
Sementara hingga saat ini, lanjutnya, kesepakatan siapa yang harus bertanggung jawab jika terjadi kecelakaan saat pendalaman pipa juga masih simpang siur. Usulan pembentukan Tim Pengawasan Keselamatan Pelayaran masih dalam pembahasan, dan Kodeco maupun BP Migas belum ada yang tegas menyatakan mau bertanggungjawab dan menanggung biayanya.
"Malah BP Migas menyatakan bahwa kita harus berbagi tanggung jawab. Ini sangat ironi karena selama ini kami memandang BP Migas selalu melindungi Kodeco dan tidak mengindahkan Jatim. Untuk itu kami protes keras terhadap perlakuan BP Migas terhadap jatim ," tambah Wakil Ketua Umum Kadin Jatim Bidang ESDM, Nelson Sembiring. kbc6
Diungkapkan Anggota Tim Pengawas Pipa KOdeco KAdin Jatim, I Made Widiyasa bahwa proses pendalaman pipa yang akan dilakukan Kodeco masih belum sepenuhnya aman dan berhasil dilakukan. Karena pada kenyataannya kondisi arus di APBS sangat deras, sehingga posisi alat hydro digger yang akan digunakan melakukan pengerukan dan pendalaman pipa tersebut dipastikan tidak akan bisa sinergi dan lurus dengan pipa karena dorongan arus.
Selain itu, kapal Lady Cristina yang akan digunakan dipastikan akan berada tepat di tengah jalur APBS, padahal data dari Adminsitrator Pelabuhan (Adpel) Tanjung Perak menunjukkan ada sekitar 100 unit kapal yang akan melintas di alur tersebut setiap harinya.
"Ini bagaimana bisa dilaksanakan, apakah pada saat melakukan pekerjaan tersebut kapal yang akan melintas harus berhenti ataukah pekerjaannya yang harus berhenti disaat ada kapal ada yang melintas. Karena baik Kodeco maupun BP Migas memastikan pekerjaan tersebut tidak akan mengganggu alur. Ini soal waktu dan ketepatan jadwal. Dan kami tidak bermaksud untuk menghalangi proses pendalaman, namun kami ingin memastikan keamanan dan keberhasilannya. Karena tidak ada rencana B jika pendalaman tidak berhasil dilakukan," ungkap I Made Widiyasa.
Sementara hingga saat ini, lanjutnya, kesepakatan siapa yang harus bertanggung jawab jika terjadi kecelakaan saat pendalaman pipa juga masih simpang siur. Usulan pembentukan Tim Pengawasan Keselamatan Pelayaran masih dalam pembahasan, dan Kodeco maupun BP Migas belum ada yang tegas menyatakan mau bertanggungjawab dan menanggung biayanya.
"Malah BP Migas menyatakan bahwa kita harus berbagi tanggung jawab. Ini sangat ironi karena selama ini kami memandang BP Migas selalu melindungi Kodeco dan tidak mengindahkan Jatim. Untuk itu kami protes keras terhadap perlakuan BP Migas terhadap jatim ," tambah Wakil Ketua Umum Kadin Jatim Bidang ESDM, Nelson Sembiring. kbc6
http://www.kabarbisnis.com/energi/migas/2814533-Kadin_minta_KPK_periksa_kasus_Kodeco.html
Penanaman Pipa Gas Kodeco Energy, Ltd Diduga Menyimpang dari SK Dirjend Hubla No GM.771/9/5/DN-07
Kadin Berencana Laporkan Soal Pipa Kodeco ke Ranah Hukum karena Kodeco Energy, Ltd ke ranah hukum menyusul adanya dugaan penyimpangan terhadap Surat Keputusan Dirjend Hubla No GM.771/9/5/DN-07 tertanggal 7 September 2007 dan Siapkan skim kompensasi terhadap kerugian pelaku usaha di Tg. Perak
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur semakin tegas sikapnya terhadap keberadaan pipa gas bawah laut milik operator Kodeco Energy, Ltd yang diketahui telah memotong alur pelayaran barat Surabaya dan telah memicu timbulnya kekuatiran akan bahaya serta ekonomi biaya tinggi. Dalam sikapnya asosiasi tempat berhimpunnya para pelaku usaha yang kini diketuai La Nyalla Mattalitti itu berencana akan membawa persoalan pemasangan pipa gas bawah laut yang memotong alur pelayaran barat Surabaya milik Kodeco Energy, Ltd ke ranah hukum menyusul adanya dugaan penyimpangan terhadap Surat Keputusan Dirjend Hubla No GM.771/9/5/DN-07 tertanggal 7 September 2007.
Disisi lain, Kadin mendesak operator pipa gas itu untuk memberikan kompensasi kepada kalangan pelaku usaha, karena dengan keberadaan pipa gas bawah laut yang tidak ditanam itu telah memicu ekonomi biaya tinggi sehingga berdampak kerugian bagi sejumlah pelaku usaha di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Sejumlah sikap Kadin itu merupakan bentuk dukungan terhadap 9 asosiasi di Pelabuhan Tanjung Perak yang terkena imbas keberadaan pipa gas itu. Ke-9 asosiasi itu terdiri INSA, GPEI, GINSI, Gafeksi, Organda, APBMI, Pelra, Adepi dan Gapasdap. Recananya sikap itu akan dilaporkan kepada Presiden RI agar segera mendapatkan proses penyelesaian.
Pada kesempatan lain, pemerintah telah memastikan bila pipa gas bawah laut dari On Shore Receiving Facility (RTF) di Gresik ke Poleng Proscessing Platfroms sepanjang 66 km itu hanya bersifat sementara yaitu berdurasi satu tahun sejak pertama kali dialiri gas pada 1 Juni 2009 hingga 1 Juni 2010. pasca satu tahun, pihak operator diminta untuk mengalihkan jalur gas serta pipa yang telah tergelar. Ketua Umum Kadin Jatim Periode 2009-2014 La Nyalla Mattalitti menegaskan rencana untuk membawa kasus Kodeco itu ke ranah hukum.
"Kadin Jatim berserta 9 asosiasi di Pelabuhan Tg. Perak menilai ada regulasi yang tidak dipenuhi oleh Kodeco terkait proses pemasangan pipa yang menjamin tingkat keamanan dan keselamatan untuk di alu pelayaran. Karena bila menilik SK Dirjen Hubla itu maka pipa gas atau apapun yang dipasangan memotong alur mesti ditanam -30 meter low water spring [LWS]," kata La Nyalla kepada pers seusai diterima Gubernur Jatim untuk membicarakan pipa Kodeco, belum lama ini.
Dia menerangkan dalam SK itu yang ditanam tidak hanya yang memotong alur, tetapi regulasi itu juga mengatur pipa yang sejajar maupun berada di tepi alur. "Semuanya ternyata mesti ditanam, bila sejajar ditanam -16 meter LWS dan untuk diluar alur ditanam -2 meter LWS. Lha kok ini memotong alur pelayaran malah tidak ditanam. Ini khan jelas merugikan kalangan pemakai jasa pelayaran akibat muatan kapalnya mesti dikurangi, apalagi dengan adanya SE Adpel Perak tentang pembatasan draft kapal 7-8,5 meter yang dibolehkan," ungkapnya.
Lebih jauh dia menjelaskan setidaknya ada tiga pihak yang akan dipersoalkan terkait regulasi pipa Kodeco itu, ketiga pihak itu Departemen Perhubungan khususnya Direktorat Jendral perhubungan laut dan Badan Pelaksana Usaha Hulu Migas (BP Migas) keduanya selaku regulator dan pemilik pipa yaitu Kodeco.."Bisa saja dibawa ke ranah Tata Usaha Negara, karena terkait regulasi yang menyimpang. Dan bisa juga ke pengadilan umum karena merugikan banyak pihak dan memiliki ancaman bahaya yang tinggi bagi keselamatan dunia usaha," tegasnya.
Minta Kompensasi
Kadin Jatim beserta 9 asosiasi (INSA, GPEI, GINSI, Gafeksi, Organda, APBMI, Pelra, Adepi dan Gapasdap) berencana merumuskan perhitungan terkait ekonomi biaya tinggi yang disebabkan pemasangan pipa gas Kodeco yang memotong alur.
"Penghitungan itu nantinya akan digunakan untuk mengajukan klaim kerugian untuk Kodeco, karena operator itu telah memaksa menggunakan alur pelayaran melalui pipa gasnya dan pasti diuntungkan. Sedangkan kalangan pelaku usaha akibat pipa gas itu menjadi merugi, sehingga wajar bila nantinya menerima kompensasi kerugian dari Kodeco," tegasnya.
Dari data yang dihimpun Kadin Jatim, lanjut dia, setiap penurunan 1 cm draft kapal setara dengan bobot 100 ton. " Karena ada SE Adpel yang mengatur bila draft kapal mesti 8,5 meter dari semula 9,5 meter [kedalaman alur] maka bobot yang mesti dikurangi untuk kapal berdraft 9,5 meter keatas 1 meter yang equivalent dengan 10.000 ton. Selain itu penurunan beban muatan itu ditenggarai menyebabkan biaya angkut naik 20%-30%," tegasnya.
Berdurasi Satu Tahun
Departemen Perhubungan memastikan penggelaran pipa gas bawah laut milik operatormigas Kodeco Energy, Ltd yang memotong alur pelayaran barat Surabaya (APBS) hanya sementara dengan durasi satu tahun sejak beroperasi 1 Juni 2009, sehingga operator migas itu pada tahun depan (1 Juni 2010) diminta memindahkan pipa gas itu. Disisi lain, pemerintah berencana melakukan revitalisasi alur pelayaran Selat Madura dengan diperlebar dari 100 meter menjadi 200 meter serta memperdalam dari 9,5 meter menjadi 14 meter. Proyek itu akan dimulai 2010 dengan lama pengerjaan 14 bulan. Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal mengungkapkan kebijakan pemerintah tidak berubah bahwa pipa gas milik Kodeco yang telah digelar itu hanya berdurasi satu tahun.
"Persoalan pipa Kodeco kini tengah dirapatkan. Sedangkan posisi pipa sedang disurvei dengan melakukan penyelaman dan sudah berlangsung dalam beberapa hari. Kodeco juga akan dipanggil untuk menjelaskan keberadaan pipa tersebut. Pipa Kodeco tetap bersifat sementara hanya untuk satu tahun, jadi setelah satu tahun mesti dipindah," kata Jusman kepada pers, seusai peluncuran Kapal Dharma Feri IX milik PT Dharma Lautan Utama di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, belum lama ini. Jusman menambahkan bila dari survei serta masukan kondisi pipa ternyata membahayakan alur pelayaran maka akan diambil tindakan. "Bila membahayakan jelas akan diambil tindakan," ujarnya.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut Sunaryo mengaungkapkan pihaknya telah melakukan koordinasi dengan sejunmlah stakeholder pelayaran serta Badan Pelaksana Usaha Hulu Migas dan Kodeco Energy, Ltd guna membahas persoalan pipa gas yang memotong alur. "Dari rapat itu telah ada sejumlah kesimpulan, yang pertama posisi pipa kini tengah disurvei dengan melakukan penyelaman dan kini prosesnya telah berlangsung selama tiga hari. Survei itu untuk landasan bagi proses pemasangan rambu lalu lintas laut agar kapal yang melintas dapat mengetahui secara pasti posisi pipa gas itu," kata Sunaryo kepada pers di Kantor Administrator Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, kemarin. Kedua, lanjut Sunaryo, pemasangan pipa telah ditetapkan hanya berlangsung satu tahun sejak beroperasi pada 1 Juni 2009. "Jadi hanya sementara sehingga pada 1 Juni 2010, operator Kodeco mesti memindahkan atau tidak lagi menggunakan pipa gas tersebut. Kesepakatan ini setujui oleh semua pihak yang hadir."
Revitalisasi Alur
Menhub menerangkan pihaknya berencana akan melakukan revitalisasi alur pelayaran Selat Madura khususnya yang digunakan kapal untuk masuk ke Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Biayanya dari APBN, namun bisa saja ditenderkan ke pihak swasta yang berminat. Revitalisasi itu akan segera dilakukan," kata Jusman.
Dirjend Hubla menambahkan proyek revitalisasi alur itu belum bisa dilakukan hingga 2010, karena masih terhambat dengan keberadaanm pipa gas Kodeco. "Proyek revitalisasi alur itu kini tengah dikaji, intinya alur akan diperdalam dari 9,5 meter menjadi 14 meter agar bisa menampung kapal generasi ke-3 dan ke-4. Alur juga akan diperlebar dari 100 meter menjadi 200 meter sehingga perlintasan kapal dapat dua arah dari semula hanya one way traffic," ungkapnya. Proyek revitalisasi alur itu, kata Sunaryo, diprediksi akan dimulai 2010 dengan lama pengerjaan 14 bulan. "untuk pendalaman diper kirakan hanya perlu delapan bulan sedangkan pelebaran perlu lebih lama sehingga totalnya 14 bulan," terangnya.
Sikap Kadin
Sementara itu sikap Kadin Jatim terhadap pipa gas Kodeco lebih jelasnya termuat dalam keterangan pers berikut ini.
1. Sikap Kadin Jatim tetap menolak keberadaan proyek pipa gas bawah laut milik Kodeco yang diketahui memotong alur pelayaran barat Surabaya. Sikap Kadin Jatim itu merupakan bentuk dukungan terhadap sikap 9 asosiasi yang bergerak di pelabuhan Tanjung perak Surabaya yang terkena dampak langsung atas keberadaan proyek itu. Dalam pertemuan dengan Gubernur Jatim, kadin beserta 9 asosiasi meminta masukan dan saran serta berharap dukungan pemerintah Provinsi Jatim terkait persoalan pipa gas Kodeco itu. Harapannya Gubernur Jatim bersama kadin dapat merumuskan sikap terkait pipa gas Kodeco itu dan melaporkannya kepada Presiden RI.
2. Kadin beserta 9 Asosiasi Tg. Perak akan menanyakan kepada pemerintah terkait dasar kebijakan proyek pipanisasi Kodeco yang memotong alur pelayaran tersebut. Kadin Jatim menilai ada dugaan kolusi terkait proses pengambilan kebijakan dalam proyek pipanisasi gas milik Kodeco tersebut, ini didasari bila menilik kronologis proses pengajuan perijinan pipa Kodeco dimana rekomendasi Adpel Tg. Perak yang mengusulkan agar pipa gas itu tidak memotong alur tidak diindahkan serta bila mengacu Surat Keputusan Dirjend Hubla No GM.771/9/5/DN-07 pada 7 September 2007, dimana bila ada proses pemasangan pipa di alur pelayaran mesti ditanam -30 meter Low Water Spring (LWS) bila memotong alur, sejajar alur ditanam -16 meter LWS dan untuk diluar alur ditanam -2 meter LWS. Dan tebukti regulasi dirjen hubla itu sama sekali tidak ditaati. Sikap Kadin Jatim, bila memang ditemukan adanya unsur kolutif dan ditengarai menyebabkan adanya kerugian khususnya memicu ekonomi biaya tinggi, maka Kadin Jatim berniat akan mengajukan hal itu ke ranah hukum.
3. Kadin Jatim mengetahui bila operator Kodeco ternyata telah memiliki jalur pipa gas lain dari On Shore Receiving Facility (RTF) di Gresik ke Poleng Proscessing Platfroms di Laut Jawa yang telah ada. Jalur pipa itu sama sekali tidak memotong alur pelayaran alias sejajar dengan alur. Pertanyaannya kenapa sekarang Kodeco malah memilih membangun pipa gas bawah laut yang memotong alur pelayaran. Sikap Kadin menghendaki penyaluran gas yang kini telah dimulai dapat dihentikan pada jalur pipa yang memotong alur, Kodeco bisa menggunakan jalur pipa lama agar tidak membahayakan pelayaran dan membuat ekonomi biaya tinggi. Pipa gas itu bisa dipakai bila jalur pipa itu telah ditanam sesuai Surat Keputusan Dirjend Hubla No GM.771/9/5/DN-07 pada 7 September 2007.
4. Bila pemerintah dan Kodeco memilih tetap menggunakan jalur pipa gas yang memotong alur meskipun hanya sementara waktu yaitu selama satu tahun terhitung 1 Juni 2009 – 1 Juni 2010 , maka Sikap Kadin Jatim sebagai berikut:
Pertama, meminta Kodeco untuk bertanggung jawab atas kerugian para pelaku usaha akibat adanya penambahan biaya ongkos produksi terkait adanya kebijakan pembatasan draft kapal. Kompensasi itu mesti diper hitungkan selama pemakaian pipa gas yang merugikan kalangan pelaku usaha di Tg. Perak. Karena logikanya, Kodeco sangat diuntungkan dengan memakai jalur pipa yang motong alur itu dari pada Kodeco membangun pipa sejajar dengan pipa lama, dan cukup wajar akibat
keuntungan itu beban kerugian kalangan pelaku usaha di Tg. Perak dapat ditanggung juga oleh Kodeco. Kadin Jatim menilai ini sebagai langkah yang sangat adil, yang satu menyebabkan biaya ekonomi tinggi tapi mendapat keuntungan, sedangkan sisi lain ada yang dirugikan sehingga perlu mendapat kompensasi. Kedua, Kodeco mesti membuat pernyataan kesanggupan untuk menanggung semua biaya bila terjadi accident yang menyebabkan alur pelayaran barat Surabaya mengalami kendala/hambatan, bahkan hingga kemungkinan terburuk terjadi ledakan gas sehingga alur menjadi tertutup
Catatan :
Hasil Notulensi Rapat tentang Expose PT Kodeco Energy Co. Ltd. untuk Pemendaman Pipa Gas Bawah Air di APBS, 24 Agustus 2010, ada dua agenda utama, yaitu :
(1) Cek administrasi yg berkaitan dg perizinan.
(2) Surat Pernyataan Bertanggung jawab atas resiko pekerjaan
(2) Surat Pernyataan Bertanggung jawab atas resiko pekerjaan
Rapat dipimpin Adpel Tg. Perak, Erwin Rosmali. Pimpinan rapat mengkonfirmasi kesiapan kontraktor pelaksana yg ditunjuk, disampaikan :
a) Kontraktor hanya memiliki Surat Izin Pekerjaan Bawah Air dr Ditjen Hubla.
b) Kontraktor tdk memiliki Surat Perintah Kerja Bawah Air (SPK-BA) krn Kapal yg sedianya melakukan pekerjaan pd 27 Agustus 2010 tdk memenuhi syarat, salah satunya tdk memiliki perangkat 'hazaard warning sensor' yg mampu mendeteksi kebocoran gas.
c) Kodeco Co. Ltd. belum menyiapkan Surat Pernyataan Bertanggung jawab atas resiko pekerjaan
Karena maksud dan tujuan pertemuan sudah tidak terpenuhi, maka wakil dr Kadin Jatim keluar dr ruang pertemuan dengan mengemukan pendapat :
1) Pertemuan sdh tidak sesuai dg tujuan yg akan dicapai. 2) Kontraktor yg ditunjuk oleh Kodeco tidak memiliki kompetensi dan kualifikasi utk melakukan pekerjaan penanaman lbh dalam pipa gas.
3) Kodeco Co. Ltd belum menyiapkan Surat Pernyataan Bertanggung jawab atas resiko pekerjaan
3) Kodeco Co. Ltd belum menyiapkan Surat Pernyataan Bertanggung jawab atas resiko pekerjaan
Dalam rapat juga berkembang usulan dan pendapat dr peserta rapat :
A) Pelindo III meminta ada kepastian kapan dimulainya pekerjaan, jangan ditunda tapi tdk ada kejelasan kapan dimulainya pekerjaan
B) Pemprop di wakili Dishub Jatim lebih mengutamakan dipindahkannya pipa keluar dr APBS spt yg ditegaskan Gubernur Jatim
C) Wakil dr Lantamal meminta perhatian lebih serius krn APBS adalah alur strategis lalu lintas kapal2 militer
D) Wakil dr Menkopolhukam, krn tdk adanya kesiapan dr pihak Kodeco dan kontraktor pelaksana maka persoalan dipindah ke atas keptusannya ditingkat Ditjen Hubla atau Kementerian Perhubungan dan yg terkait
Rapat ditutup tanpa ada hasil yg sesuai dg maksud dan tujuan rapat.
Kesimpulan:
Pihak Kodeco Co. Ltd dan kontraktor pelaksananya tidak siap melakukan pendalaman dan relokasi Pipa Gas. Hal ini menunjukkan ketidak seriusan Kodeco utk menyelesaikan persoalan ini, sekaligus Kodeco telah memunculkan kesan kesengajaan melakukan pembiaran dg terus menunda-nunda penyelesaian persoalan yg sdh disepakati berbagai bentuk jalan keluarnya, bahkan jadwal pelaksanaannya sdh ditentukan. Kodeco Co. Ltd. telah melakukan upaya tidak mengindahkan arahan dan keputusan dr aparat pemerintah yg berwenang, dimana Kodeco sendiri sdh menyanggupi / menyepakatinya. Artinya, telah melakukan tindakan tidak hanya sekedar wanprestasi tapi telah menjurus pd tindakan pembangkangan thd pemerintah. Dimana atas perbuatan tsb akan membahayakan kehidupan perekonomian masyarkat bahkan membahayakan pula jalur lintas militer. Pemerintah Propinsi Jawa Timur dan Kadin Jatim sangat berkepentingan utk menyelamatkan kehidupan perekonomian Jatim berserta seluruh asset ekonomi yg akan dirugikan apabila terjadi insiden yg tidak diinginkan akibat tidak taatnya Kodeco Co. Ltd terhadap keputusan2 yg sdh disepakati. Pemerintah pusat tidak serius memberikan tindakan pd pihak Kodeco, agar memindahkan pipa gas tdk lagi sekedar menanam lebih dalam. Krn semakin lama tdk kunjung diselesaikan, maka kerugian yg ditanggung oleh pelaku usaha di Jawa Timur dan kawasan Indonesia Timur akan semakin besar. Secara teknis, kalau dilakukan penanaman lebih dalam, tingkat resiko pekerjaannya lebih besar dibandingkan bila dilakukan pemindahan pipa sejajar APBS. Bahkan ada praktisi yg menganalisa adalah pekerjaan tidak mudah utk menggali dasar dimana diatasnya ada pipa yg masih dialiri gas, akan lebih mudah dan aman menggali jalur pipa baru yg sejajar dg alur.
| |
|
Kasus pipa Kodeco ganggu pemulihan ekonomi
SURABAYA, kabarbisnis.com: Kasus pipa gas bawah laut milik Kodeco Energy yang memotong Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) mendesak dituntaskan. Polemik pipa Kodeco telah menghambat pemulihan dan akselerasi ekonomi, khususnya di Jatim.
"Padahal, tahun ini adalah momentum dan titik pijak untuk
mengakselerasi ekonomi setelah pada 2008 dan 2009 sempat tertahan karena empasan krisis global," ujar Wakil Ketua Umum Kadin Jatim Dedy Suhajadi saat dihubungi di Surabaya, Minggu (25/7/2010).
Dia menuturkan, tahun ini adalah momentum yang tepat untuk
mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Jatim. Kinerja ekspor Jatim juga mulai membaik ditopang oleh pulihnya perekonomian global. Ekonomi Jatim mampu tumbuh 5,8% di kuartal I/2010, di atas pertumbuhan ekonomi nasional.
"Artinya, kita harus bergegas menggenjot ekonomi biar tidak kehilangan momentum. Berlarut-larutnya penyelesaian Kodeco bisa menghambat momentum tersebut," jelasnya.
Dedy mengatakan, saat ini para pengusaha yang terkait pelayaran masih merasa gamang dengan keadaan yang tidak menentu. Kejelasan tentang penyelesaian kasus Kodeco masih mengambang. Antara peninjauan rute atau penanaman pipa hingga ke dasar laut masih simpang-siur.
"Katanya siap dipindah, katanya lagi siap ditanam. Yang benar yang mana?" kata Dedy.
Delapan asosiasi usaha di pelabuhan pun menjadi gusar. Para pebisnis khawatir karena tingkat keamanan pipa itu tidak bisa diprediksi.
"Dasar laut berupa lumpur, kapal makin padat, parkir mulai sulit. Sekarang yang ada di Surabaya cuma kapal di bawah 12.000 DWT, sedangkan kapal besar parkir di Singapura," ujar Dedy.
Wakil Ketua Komite Tetap Pertambangan Migas Kadin Jatim Yudhi Madjid menambahkan, pemerintah pusat mesti segera memberikan sikap yang jelas terhadap keberadaan pipa Kodeco yang memotong alur pelayaran. "Secara teknis, pelaksananya tetap BP Migas dan Kodeco sebagai pemilik pipa. Tapi pengusaha harus diberi kepastian, harus diajak berdiskusi dan mendapat komitmen kapan itu tuntasnya," ujar Yudhi.
Yudhi mengatakan, secara teknis di industri migas, penanaman pipa di dasar laut semestinya bisa dilakukan meski memakan biaya besar. Pipa kosong mesti dicarikan jalur dulu, baru kemudian gas yang ada di pipa yang kini menjadi polemik dialirkan ke pipa yang baru.
"Itu tugasnya Kodeco tentu saja. Dulu kan sebenarnya tenggat waktu Juli 2010, tapi ditunda lagi Juli 2011. Kami juga bingung kok ditunda-tunda, padahal ini kan masalah lama dan sangat mengganggu alur keluar-masuk barang," ujar Yudhi. kbc5
http://www.kabarbisnis.com/aneka-bisnis/transportasi/2813461-Kasus_pipa_Kodeco_ganggu_pemulihan_ekonomi.html
INFRASTRUKTUR PELABUHAN
Kesulitan Pemendaman Pipa Gas Kodeco
Sabtu, 4 September 2010
SURABAYA (Suara Karya): Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Jawa Timur memastikan kesulitan untuk melakukan pemendaman pipa gas milik Kodeco Energy Ltd yang melintang di alur pelayaran barat Surabaya (APBS). Untuk itu, Kadin Jatim mendesak agar pipa gas berbahaya yang sewaktu-waktu bisa tersangkut kapal ukuran besar ini untuk dipindahkan.
Menurut Ketua Umum Kadin Jatim La Nyalla Mahmud Mattalitti, kesulitan pemendaman seperti yang dikehendaki Kodeco ini merupakan hasil temuan Tim Pengawas Pipa Kodeco yang sengaja dibentuk Kadin Jatim. "Mereka, yang sudah bekerja dan melakukan survei di lokasi, menyatakan, secara teknis, sulit dilakukan pemendaman," katanya di Surabaya, kemarin.
Seperti diberitakan, pipa gas sepanjang 7 kilometer di sekitar buoy 8 hingga 13 di Pelabuhan Tanjung Perak ini mengalirkan 210 juta meter kubik gas per hari. Pipa yang berada di jalur keluar masuk kapal menuju Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, ini mengalirkan gas untuk kebutuhan PLN, Petrokimia Gresik, PT Perusahaan Gas Negara, PT Media Karya Sentosa, dan sebuah BUMD di Gresik.
Sesuai jadwal, hingga 10 November 2010 mendatang, pipa Kodeco, yang saat ini masih di posisi minus 10 meter ini, ditargetkan bisa dipendam hingga minus 12 meter. Namun, berdasarkan versi Kadin Jatim, ternyata pekerjaan ini mustahil dilakukan. Menurut La Nyalla, timnya yang beranggotakan multiunsur menyatakan bahwa banyak faktor yang bisa menghambat pekerjaan ini, salah satunya terkait adanya batu karang keras di lintasan yang akan dilakukan pendalaman.
Belum lagi soal kuatnya arus di lokasi pendalaman yang berkisar 3 sampai 5 knot. Ini memungkinkan terjadinya pendangkalan ulang pada lubang yang dibuat. Demikian pula dengan kondisi lengkungan maksimal pipa yang hanya 70 persen dari titik stres, sehingga tidak mungkin maksimal upaya pendalaman pipa tersebut.
"Mustahil pekerjaan pendalaman selesai sesuai jadwal yang ditentukan, yakni dimulai 27 Agustus dan selesai 10 November 2010, karena sampai saat ini pihak Kodeco tidak melakukan kegiatan apa-apa. Jadi, pasti molor," tuturnya.
Terkait hal ini, Kadin Jatim berencana akan berangkat ke Singapura untuk mengecek langsung keberadaan kapal yang dikabarkan akan digunakan sebagai alat kerja dalam pekerjaan pendalaman pipa Kodeco itu. "Ini aneh, mengapa Kodeco menolak melakukan pemindahan pipa dan cenderung pilih opsi pendangkalan yang sebetulnya sulit dilakukan," ucap dia. (Andira)
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=261244
Ganggu Perekonomian Jatim, Pipa Kodeco Dipansuskan
Jumat, 3 September 2010 | 10:57 WIB
Kesulitan Pemendaman Pipa Gas Kodeco
Sabtu, 4 September 2010
SURABAYA (Suara Karya): Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Jawa Timur memastikan kesulitan untuk melakukan pemendaman pipa gas milik Kodeco Energy Ltd yang melintang di alur pelayaran barat Surabaya (APBS). Untuk itu, Kadin Jatim mendesak agar pipa gas berbahaya yang sewaktu-waktu bisa tersangkut kapal ukuran besar ini untuk dipindahkan.
Menurut Ketua Umum Kadin Jatim La Nyalla Mahmud Mattalitti, kesulitan pemendaman seperti yang dikehendaki Kodeco ini merupakan hasil temuan Tim Pengawas Pipa Kodeco yang sengaja dibentuk Kadin Jatim. "Mereka, yang sudah bekerja dan melakukan survei di lokasi, menyatakan, secara teknis, sulit dilakukan pemendaman," katanya di Surabaya, kemarin.
Seperti diberitakan, pipa gas sepanjang 7 kilometer di sekitar buoy 8 hingga 13 di Pelabuhan Tanjung Perak ini mengalirkan 210 juta meter kubik gas per hari. Pipa yang berada di jalur keluar masuk kapal menuju Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, ini mengalirkan gas untuk kebutuhan PLN, Petrokimia Gresik, PT Perusahaan Gas Negara, PT Media Karya Sentosa, dan sebuah BUMD di Gresik.
Sesuai jadwal, hingga 10 November 2010 mendatang, pipa Kodeco, yang saat ini masih di posisi minus 10 meter ini, ditargetkan bisa dipendam hingga minus 12 meter. Namun, berdasarkan versi Kadin Jatim, ternyata pekerjaan ini mustahil dilakukan. Menurut La Nyalla, timnya yang beranggotakan multiunsur menyatakan bahwa banyak faktor yang bisa menghambat pekerjaan ini, salah satunya terkait adanya batu karang keras di lintasan yang akan dilakukan pendalaman.
Belum lagi soal kuatnya arus di lokasi pendalaman yang berkisar 3 sampai 5 knot. Ini memungkinkan terjadinya pendangkalan ulang pada lubang yang dibuat. Demikian pula dengan kondisi lengkungan maksimal pipa yang hanya 70 persen dari titik stres, sehingga tidak mungkin maksimal upaya pendalaman pipa tersebut.
"Mustahil pekerjaan pendalaman selesai sesuai jadwal yang ditentukan, yakni dimulai 27 Agustus dan selesai 10 November 2010, karena sampai saat ini pihak Kodeco tidak melakukan kegiatan apa-apa. Jadi, pasti molor," tuturnya.
Terkait hal ini, Kadin Jatim berencana akan berangkat ke Singapura untuk mengecek langsung keberadaan kapal yang dikabarkan akan digunakan sebagai alat kerja dalam pekerjaan pendalaman pipa Kodeco itu. "Ini aneh, mengapa Kodeco menolak melakukan pemindahan pipa dan cenderung pilih opsi pendangkalan yang sebetulnya sulit dilakukan," ucap dia. (Andira)
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=261244
Ganggu Perekonomian Jatim, Pipa Kodeco Dipansuskan
Jumat, 3 September 2010 | 10:57 WIB
SURABAYA – DPRD Jatim menggulirkan rencana untuk membentuk panitia khusus (pansus) terkait terganggunya alur pelayaran barat Surabaya (APBS) akibat keberadaan pipa milik Kodeco Energy Co Ltd. Anggota dewan berpendapat, perusahaan asal Korea Selatan itu harus didesak untuk segera mematuhi kesepakatan bersama untuk memendam lebih dalam pipa gas miliknya.
Wakil Ketua DPRD Jatim, Sirmaji, menyatakan pembentukan pansus tersebut perlu dilakukan mengingat kondisi ini telah mengganggu perekonomian Jawa Timur. "Pimpinan siap untuk memberi dukungan penuh tentang rencana pansus ini. Pansus itu harus dibentuk, itu perlu," kata Sirmaji, Kamis (2/9).
Dikatakan Sirmaji, anggota pansus ini bukan hanya berasal dari komisi-komisi, tetapi mencakup beberapa anggota fraksi DPRD Jatim. Pihaknya menilai keberadaan pipa Kodeco ini dapat membahayakan arus pelayaran kapal. "Sebab, pipa itu hanya tertanam di dasar laut dengan kedalaman 8-9 meter. Padahal, sesuai aturan internasional, pipa itu harus ditanam dengan kedalaman 19 meter," katanya.
Ketua Komisi A DPRD Jatim, Sabron Djamil Pasaribu, mengatakan dari segi hukum, Kodeco patut diduga telah melanggar peraturan. Regulasi yang dilanggar adalah SK Direktur Jendral Perhubungan Laut pada 2007 yang menyatakan bila ada sesuatu memotong alur, mesti ditanam 30 meter 19 low water spring (LWS). "Ini pelanggaran hukum laut oleh Kodeco, gubernur sudah ingatkan beberapa kali soal ini sehingga demi harkat dan martabat Jatim harus ada langkah tegas. Kalau dari dewan, ya pansus ini," tuturnya.
Anggota Komisi D, Jalaludin Alham, menambahkan keberadaan pipa Kodeco dan kabel itu bukan hanya dapat mengganggu Selat Madura, tetapi juga mengganggu aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Teluk Lamong Gresik. "Kita khawatir kapal yang akan menuju ke pelabuhan dapat tergganggu. Inilah yang harus menjadi catatan penting bagi Kodeco," terangnya.
Selain masalah, pipa pihaknya menengarai ada kabel yang berseliweran di dasar laut. Kabel-kabel ini juga dapat berpotensi mengganggu kapal yang berlayar di Selat Madura, sehingga investasi di Jatim dapat menurun. Politisi dari Sidoarjo itu mengatakan ada dua opsi yang mungkin bisa diberikan yaitu pipa ditanam dengan kedalaman 16 meter, atau dipasang melewati Jembatan Suramadu.
Jika pipa dan kabel dipasang di sekitar Suramadu maka Kodeco harus meminta ijin ke Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS) selaku pengelola Jembatan Suramadu. Meski begitu, politisi Demokrat itu mengatakan dewan tetap akan mengedepankan asas manfaat untuk mencari solusi kemelut ini. Tidak hanya mengacu pada efisiensi anggaran, tetapi juga mengacu pada tingkat keamanannya untuk jangka panjang.
Komisi-komisi di DPRD Jatim sebelumnya sudah menyatakan untuk kompak mengadili Kodeco yang menciptakan inefisiensi perekonomian Jatim sebesar 40% gara-gara pipa gasnya melintang di APBS. Penggalangan dukungan ini diperkirakan tuntas akhir September. "Saya yakin bisa terbentuk karena ini kan menyangkut keselamatan banyak orang," tuturnya.
Selain dibentuknya pansus, pihaknya mengusulkan agar dibentuk raperda tentang pemasangan pipa dan kabel di dasar laut. Raperda ini untuk memberikan payung hukum atas keselamatan kapal-kapal yang berlayar. Kedalaman dan tempat pipa yang harus ditanam dalam dasar laut akan diatur dalam raperda. sit
http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=4eaf2561e9842a2d94a02829fb286f6f&jenis=e4da3b7fbbce2345d7772b0674a318d5
Pipa Gas Kodeco yang Menganggu Jalur Perdagangan Laut Jatim Itu, Dipastikan Sengaja Dilakukan oleh Pihak Asing Agar Produk Jatim Kalah Bersaing
Pipa Gas Kodeco yang Menganggu Jalur Perdagangan Laut Jatim Itu, Dipastikan Sengaja Dilakukan oleh Pihak Asing Agar Produk Jatim Kalah Bersaing
Gubernur Jatim : Pipa Gas Kodeco yang menganggu jalur perdagangan laut Jatim itu, dipastikan sengaja dilakukan oleh Pihak Asing agar Produk Jatim Kalah Bersaing, Gubernur Soekarwo selalu meminta Kodeco memindahkan pipanya. Pipa yang memotong alur di APBS itu dikhawatirkan meledak bila sampai bocor atau pecah karena tersangkut jangkar kapal maupun bergesekan dengan badan kapal. Dampak negatif lain dirasakan dalam perekonomian Jatim. "Waktu bongkar muat lebih lama sampai lima hari. Standar internasional maksimal hanya dua hari," terangnya. Selama pipa Kodeko ada dan belum dialihkan dari jalur tol laut maka itu akan menurunkan daya saing Jatim karena ada inefesiensi sekitar 45 %, kata Asisten III Sekdaprov Jatim, Choirul Djaelani
Kepala Administrator Pelabuhan (Adpel) Tanjung Perak Erwin Rosmali. Menurut dia, idealnya pipa Kodeco harus dipindah. "Aturan lalu lintas laut sudah jelas, tidak boleh ada sesuatu yang menghalangi alur dengan alasan apa pun
Gubernur Jawa Timur siap melakukan perang dagang dengan luar negeri. salah satunya kebijakannya untuk menyelesaikan persoalan pipa Kodeco. Pasalnya posisi pipa Kodeco yang menganggu jalur perdagangan laut Jatim itu, dipastikan sengaja dilakukan pemerintah Luar negeri (LN), agar kualitas produk Jawa Timur kalah dengan negara lain. "Tertutupnya jalur itu, dilakukan Luar Negeri agar produk Jatim kalah dengan produk negara lain. Sehingga sebagus apapun kualitas produk kita, pasti bakal kalah dengan produk Hongkong, Singapur. Demi kepetingan Investasi Jatim, kita harus siap 'perang' dengan negara lain. Untuk mempertahakan produk Jatim mampu kompetitif dengan produk negara lain," ungkap Gubernur Jawa Timur Soekarwo dalam peringatan HUT RI ke 65 di Grahadi, kemarin
Lebih jauh kata dia, untuk membuka jalur perdagangan internasional, Jawa Timur memiliki banyak potensi, diantaranya potensi agrobis dan potensi sumber daya alam (SDA) yang mumpuni. Namun saat ini, keberadaan pipa Gas PT Kodeko yang melalui alur pelayaran barat Surabaya (APBS) mulai menganggu masuknya kapal barang yang masuk. Karenanya lanjutnya, jalur pipa yang menganggu memang harus dipindahkan ke jalur yang aman bagi lalu lintas kapal dagang. "Jika ini, tetap dibiarkan maka akan mengancam jalur pedagangan internasional ke Jawa Timur. Dan ini jelas-jelas upaya negara asing memerangi jalur perdagangan di wilayah Jatim," tandas Soekarwo.
Agar Jawa Timur benar-benar siap, maka pipa Kodeco yang 'keleleran' dijalur laut sisi barat Surabaya tersebut harus dipindahkan. Untuk itu, pemprop terus mendorong pemerintah pusat agar mendesak BP Migas untuk segera mengamankan jalur perdagangan Jatim melalui laut.
Lanjut Gubernur Soekarwo, pemindahan jalur pipa Kodeco tersebut merupakan intruksi Menkoperekonomian. Termasuk upaya jangka pendek menanam pipa gas Kodeco dikedalam dasar laut, sehingga tidak menganggu jalur perdagangan laut. "Intruksi penanaman pipa gas Kodeco harus tuntas 10 Nopember 2010. Dengan begitu jalur perdagangan bagi Jatim semakin terbuka luas," tandasnya suami Nina Kirana itu.
Pemasangan Pipa Gas Kodeco Tak Sesuai Ketentuan
Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur mendesak penghentian sementara operasi pipa gas bawah laut PT Kodeco Energy Co Ltd yang memotong alur pelayaran barat Surabaya. Jika tak dihentikan, PT Kodeco Energy Co Ltd diminta bertanggung jawab terhadap kerugian pelaku usaha dan kemungkinan terburuk bila sewaktu-waktu pipa gas meledak.
Demikian penegasan Ketua Kadin Jatim L Nyalla Mattalitti, Senin (24/8) di sela pertemuan dengan Gubernur Jatim Soekarwo di Gedung Gubernur Jatim, Jalan Pahlawan, Surabaya. "Keberadaan pipa Kodeco harus segera ditindaklanjuti sebelum terjadi kecelakaan. Jika pipa sewaktu-waktu meledak terkena jangkar atau kapal yang melintas lalu siapa yang bertanggung jawab," ujarnya.
Menurut La Nyalla, pemasangan pipa gas Kodeco sendiri tak sesuai dengan ketentuan sehingga membahayakan alur pelayaran barat Surabaya. Pipa gas hanya dipasang melintang di alur pelayaran tanpa ditanam sehingga sewaktu-waktu berpotensi tertabrak jangkar atau lambung kapal.
Situasi ini diperparah dengan terbitnya surat edaran Administrator Pelabuhan Tanjung Perak bagi pengguna jasa kepelabuhanan. Dalam surat disebutkan, untuk menghindari pipa gas yang melintang, draft kapal-kapal yang lewat tak boleh lebih dari 8,5 meter.
Tak sesuai ketentuan
Wakil Ketua Kadin Jatim Bidang Perhubungan, Husein Latief menyatakan, situasi kerawanan di alur pelayaran barat Surabaya akan berpengaruh pada pengakuan dunia internasional terhadap Pelabuhan Tanjung Perak.
"Di Pelabuhan Tanjung Perak telah diberlakukan International Ship and Port Facility Security (ISPS) Code . Jika kondisi alur pelayaran berbahaya, maka kepercayaan Jatim bahkan Indonesia akan terancam di mata internasional," tuturnya.
Menurut Husein, langkah pemindahan pipa harus segera dilakukan sebelum terjadi resiko yang lebih besar. Selain itu, rencana PT Pelindo III untuk memperdalam alur hingga 12 meter dan melebarkan alur sampai 200 meter segera terealisasi.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Laut Departemen Perhubungan Sunaryo menginstruksikan PT Kodeco Energy Co Ltd untuk segera memasang rambu-rambu penuntun di lokasi perpotongan pipa gas dan alur. Selain itu, sesuai dengan kesepakatan awal, PT Kodeco Energy Co Ltd harus memindahkan pipa gas tersebut satu tahun setelah beroperasi, tepatnya 1 Juni 2010 mendatang.
Namun, Kadin Jatim tetap mendesak pemindahan segera pipa gas di alur pelayaran barat Surabaya. Jika langkah tersebut tak dilakukan dan PT Kodeco Energy Co Ltd tak mau menanggung resiko, maka Kadin akan mengajukan permasalahan ini ke jalur hukum.
Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No.GM.771/9/5/DN-07, pipa yang melintang alur pelayaran harus ditanam 30 meter LWS (low water spring). Adapun pipa yang sejajar dengan alur pelayaran harus ditanam 16 LWS dan pipa yang di luar alur pelayaran harus ditanam 2 meter dari dasar laut.
Menanggapi hal ini, Gubernur Jatim Soekarwo menyatakan, Pemprov Jatim akan mendesak pemerintah pusat untuk merevisi kebijakan pemasangan pipa gas bawah laut oleh PT Kodeco Energy Co Ltd. Jika pun harus memotong alur, maka pipa harus ditanam sesuai ketentuan yang berlaku.
Pipa Kodeco Semakin Mengancam Pelayaran
Keberadaan pipa gas PT Kodeco Energy Co Ltd yang memotong alur perairan barat Surabaya semakin mencemaskan para pengusaha pelayaran. Menyikapi permasalahan ini, Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur akan menyampaikannya ke Kamar Dagang dan Industri pusat untuk selanjutnya dilaporkan pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Delapan asosiasi pelabuhan dan pelayaran mengadukan persoalan semakin terbatasnya kapal yang melintas di alur perairan barat Surabaya ke Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim. Melalui Kadin, mereka mendesak ketegasan Direktur Jenderal Perhubungan Laut menyikapi keberadaan pipa gas PT Kodeco Energy Co Ltd yang dipasang melintang di alur pe layaran tanpa ditanam.
Ketua Dewan Pengurus Wilayah Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Jatim Prijanto mengatakan, mulai 1 Juli 2009, pipa gas PT Kodeco Energy Co Ltd sudah dialiri gas dengan kapasitas sekitar 25.000 barel. Situasi ini tentu saja sangat berbahaya bagi kapal yang melintas.
Jika kapal atau jangkar menyentuh pipa maka bisa mengakibatkan kebakaran. Situasi seperti ini pasti akan mengancam perekonomian Jatim, ujarnya, Rabu (19/8) di Kantor Kadin Jatim, Surabaya.
Dengan penerbitan surat edaran Administratur Pelabuhan Tanjung Perak tanggal 31 Juli 2009 lalu yang membatasi draft kapal tak boleh lebih dari tujuh meter, maka penurunan volume muatan ke Jatim akan berlangsung drastis.
Untuk pengurangan draft setiap satu sentimeter berarti ada 100 ton muatan yang harus dikurangi. "Berarti, jika pengurangan draft mencapai satu meter, maka muatan yang harus dikurangi mencapai 10.000 ton," jelas Prijatno.
General Manajer PT Pelindo III (Persero) Cabang Surabaya Achmad Baroto menyatakan, kedalaman alur perairan barat Surabaya sebelum pemasangan pipa gas Kodeco mencapai 9,5 meter dari permukaan air laut ( lowest water spring/LWS). Namun, setelah keberadaan pipa gas, kedalaman berkurang menjadi 8,5 meter dari permukaan air laut.
Alur perairan barat Surabaya memiliki lebar 100 meter dan panjang 40 kilometer. Mestinya, saat ini harus ada pendalaman dan pelebaran alur agar lalu lintas kapal bisa dua arah. "Tapi rencana ini terkendala keberadan pipa gas PT Kodeco Energy Co Ltd," tuturnya.
Sesuai aturan
Ketua Asosiasi Pemilik Kapal Indonesia (INSA) Prabowo Budhy Santoso menegaskan, asosiasi pelabuhan dan pelayaran tak menentang pemasangan pipa gas PT Kodeco Energy Co Ltd tapi berharap agar pemasangan pipa sesuai dengan peraturan.
Pipa gas Kodeco dipasang melintang sepanjang tujuh kilometer dari Poleng Processing Platform (PPP) di lepas pantai Madura ke Onshore Receiving Facility (ORF) di Kabupaten Gresik.
Posisi pipa gas yang dipasang melintang di jalur pelayaran menuju Tanjung Perak, tepatnya di Buoy 10. Titik inilah yang dicemaskan para pengusaha. Ketua Kadin Jatim La Nyala M Matalitti mengungkapkan, apabila terjadi kecelakaan akibat keberadaan pipa gas di alur pelayaran maka kepercayaan dalam negeri maupun luar negeri terhadap Jatim akan te rancam. Karena itu, tindakan preventif harus secepatnya dilakukan. Minggu depan, kami akan menyampaikan permasalahan ini ke Ketua Kadin pusat Bapak MS Hidayat. Kami juga memohon pada Kadin pusat agar melaporkannya ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, u jarnya.
Sebanyak delapan asosiasi menghadap secara langsung ke ketua Kadin Jatim La Nyala untuk mengadukan persoalan pipa gas Kodeco. Kedepalan asosiasi tersebut adalah, Gabungan Importir Nasional Indonesia (Ginsi) Jatim, INSA Jatim, APBMI Jatim, Gabungan Forwarder dan Ekspedisi Indonesia (Gafeksi) Jatim, Gabungan Perusahaan Ekspor Indonsia (GPEI) Jatim, Asosiasi Depo Petikemas Indonesia (Adepi), Organisasi Angkutan Darat (Organda) Jatim, dan Asosiasi Pelabuhan Rakyat (Pelra) Jatim.
Bahayakan Pelayaran, Pipa Kodeco Harus Dipindahkan Dalam waktu satu tahun setelah resmi beroperasi, maka PT Kodeco Energy Co Ltd dan BP Migas wajib memindahkan pipa gas yang melintang di alur pelayaran Selat Madura. Jika tidak, maka pipa gas dapat membayakan alur pelayaran menuju Pelabuhan Tanjung Perak.
Demikian diungkapkan Dirktur Jenderal Perhubungan Laut Sunaryo, Senin (13/4) di Surabaya. "Kami mengakomodasi reaksi pasar bahwa keberadaan pipa ini membahayakan transportasi pelayaran. Sesuai kesepakatan, maka pipa gas yang memotong alur pelayaran harus dipindahkan setelah pengoperasian pipa gas," ucapnya.
Menurut Sunaryo, keberadaan pipa gas di alur pelayaran Selat Madura tak bisa disepelekan. Jika, alur tidak layak untuk dilalui, maka jumlah jumlah kapal yang masuk ke Pelabuhan Tanjung Perak akan berkurang.
Saat ini, posisi pipa gas yang dipasang PT Kodeco Energy Co Ltd melintang di jalur pelayaran menuju Tanjung Perak tepatnya di bouy 10. Titik inilah yang dicemaskan para pengusaha pelayaran.
Ketua Asosiasi Pemilik Kapal Indonesia (INSA) Prabowo Budhy Santoso mengatakan, saat ini kapal-kapal besar yang masuk ke Pelabuhan Tanjung Perak harus berspekulasi apakah benar-benar aman atau tidak karena kondisi alur pelayaran yang tidak jelas. "Baik PT Kodeco Energy Co Ltd maupun BP Migas harus memberikan titik koordinat yang jelas mengenai alur dan kedalaman pemasangan pipa gas. Dengan demikian, keberadaan pipa gas tersebut dipastikan tak membahayakan kapal yang melintas," ucap Prabowo. Sementara itu, General Manajer PT Pelindo III (Persero) Cabang Surabaya Achmad Baroto menambahkan, Pelindo memiliki program melebarkan alur pelayaran dari 100 meter menjadi 200 meter serta penambahan kedalaman laut dari 9,5 meter menjadi 12 meter. Namun demikian, keberadaan pipa gas menghambat rencana tersebut. "Pemindahan pipa dilakukan setelah satu tahun pengoperasian tetapi kapan waktunya belum juga jelas," kata Achmad.
Saat dikonfirmasi mengenai kapan tenggat waktu pengoperasian pipa gas yang melintas dari Poleng Processing Platform (PPP) di lepas pantai Madura ke Onshore Receiving Facility (ORF) di Gresik, Humas BP Migas Ramdan belum mau berkomentar.
Adpel: Pemendaman Pipa Kodeco Hanya Solusi Sementara
Pemendaman pipa gas Kodeco merupakan solusi jangka pendek. Jika keberadaan pipa gas tersebut masih membahayakan alur pelayaran barat Surabaya, maka relokasi tetap harus dilakukan.
Tahap awal, pemendaman pipa memang harus dilakukan untuk menghindari terjadinya kecelakaan karena pipa sewaktu-waktu dapat terkena lambung atau jangkar kapal. Tapi, jika masih ada masalah, maka pipa harus direlokasi, kata Administrator Pelabuhan (Adpel) Tanjung Perak Cholik Kirom, Jumat (8/1/10) di Surabaya.
Menurut Cholik, saat ini pipa gas Kodeco berada pada minus 10,17 meter di bawah permukaan terendah air ( low water spring/LWS). Dengan diameter pipa 50,5 sentimeter, maka posisi permukaan pipa gas teratas berada pada minus 9,7 meter LWS.
"Melihat kondisi ini, kami menginstruksikan agar draft kapal-kapal yang masuk ke alur pelayaran barat Surabaya maksimal minus 8,5 meter LWS. Jadi, ada sela sekitar satu meter antara lambung kapal dengan pipa gas untuk mengantisipasi kemungkinan adanya goncangan kapal akibat gelombang. Lebih dari batas ini, maka akibatnya bisa fatal karena lambung kapal akan membentur pipa gas," ucapnya.
Cholik menambahkan, agar alur pelayaran barat Surabaya dapat dilalui kapal-kapal berbobot besar, maka idealnya kedalaman alur berkisar 12 meter hingga 14 meter. Dengan kondisi alur pelayaran dan kolam yang dangkal, menurut Cholik, seharusnya alur pelayaran barat Surabaya tak layak dipasangi pipa gas maupun kabel listrik bawah laut.
Selain permukaan air laut yang dangkal, di sepanjang alur pelayaran barat Surabaya terdapat 27 bangkai kapal yang karam akibat kecelakaan. Keberadaan bangkai-bangkai kapal ini membahayakan setiap kapal yang melintas di sepanjang alur karena lambung kapal sewaktu-waktu bisa terbentur.
Tak jadi pindah
Sebelumnya, Kepala Perwakilan BP Migas Jatim, Papua, Maluku Hamdi Zainal menyatakan, rencana pemindahan pipa gas yang melintang di alur pelayaran barat Surabaya dibatalkan. PT Kodeco Energy Co Ltd selaku pelaksana pemasangan pipa gas hanya akan memperdalam pemendaman pipa gas hingga tiga meter di bawah dasar laut. Hamdi beralasan, pemindahan pipa gas Kodeco akan mengakibatkan pasokan energi ke sejumlah pembangkit listrik di Jatim mati. Masalahnya, pipa gas Kodeco menyuplai 120 MMSCFD (juta kaki kubik per hari) gas yang mampu menghidupkan 600 megawatt listrik untuk wilayah Surabaya dan sekitarnya.
Ketua Kadin Jatim La Nyalla Mattalliti menyatakan, relokasi pipa gas Kodeco mendesak dilakukan. Selain membahayakan setiap kapal yang melintas, keberadaan pipa gas Kodeco yang sewaktu-waktu bisa menimbulkan kecelakaan laut juga akan berimbas pada turunnya geliat perekonomian Jatim, khususnya sepinya arus transportasi laut di Pelabuhan Tanjung Perak dan sekitarnya.
PIPA KODECO BAHAYAKAN PELAYARAN
Kalangan pelayaran di pelabuhan Tanjung Perak hingga kini masih mengeluhkan keberadaan Pipa Gas milik Kodeco yang melintasi alur pelayaran di pelabuhan ini. Kekhawatiran itu, terjadi dikarenakan hingga saat ini belum ada rambu laut, sebagai tanda adanya Pipa Gas bawah laut, akibatnya pelayaran yang keluar masuk Surabaya beresiko soal keselamatan pelayarannya.Prabowo, Ketua INSA (Indonesian National Ship Owner Associations) cabang Surabaya, kepada Ocean Week, membenarkan bahwa sejak dipasang, yakni sekitar akhir tahun 2008 lalu, pipa Gas bawah laut milik Kodeco itu, hingga kini belum diberikan rambu laut sebagai tanda bagi kapal-kapal terutama yang akan melakukan lego jangkar di alur pelayaran Surabaya."Sejak awal, pipa Gas Kodeco yang melintas alur pelayaran Surabaya itu sangat kami sayangkan, karena, pertama, membuat daerah alur pelayaran itu menjadi stagnan, meski pipa itu ditanam didasar laut. Kedua, pipa milik Kodeco itu dialiri Gas, tentunya ada resiko tidak saja bagi kapal-kapal di sekitar alur pelayaran Surabaya tetapi juga bagi masyarakat sekitar," ungkap Kepala Cabang PT Samudera Indonesia Surabaya itu.Mestinya, keberadaan Pipa Gas Kodeco, harus terus-menerus dilakukan koordinasi dengan seluruh pihak terkait, terutama dengan kalangan pelayaran. "Harus dipotret, dan harus dikemukakan titik koordinat pipa Gas bawah laut itu dan diberikan rambu sebagai tanda agar kapal-kapal yang melintas atau akan lego jangkar tidak khawatir dengan keberadaan Pipa Gas Kodeco itu,"ujarnya.Menurut Prabowo, ancaman keselamatan pelayaran di alur Surabaya, memang tidak terjadi pada semua kapal. "Tetapi tidak adanya koordinasi ataupun rambu laut sebagai tanda, sedikit banyak akan mengganggu kapal yang masuk Surabaya, terutama kapal yang memiliki draft dalam. Ini masalah, yang tak dapat dianggap sepele, karena beresiko sekali," katanya.
Tidak Bertanggung Jawab
Lebih jauh Prabowo menyatakan bahwa perusahaan pelayaran tidak bisa bertanggung jawab, jika di kemudian hari ada kejadian, Pipa Gas Kodeco itu bocor atau meledak karena terkena jangkar kapal atau mungkin badan kapal."Sebagai gambaran, kejadian kapal engker, namun kapal itu terbawa arus sehingga jangkarnya mengenai (menyeret) jaringan kabel Listrik Jawa Madura yang ditanam dibawah laut, melintasi alur pelayaran Surabaya. Kejadian itu menjadi persoalan panjang,"ujarnya.Bercermin dari kejadian itu, lanjutnya, kalangan pelayaran di Tg. Perak dan segenap pengurus DPC INSA Surabaya, tidak bertanggung jawab atas resiko, kerugian bila nanti ada kejadian kapal engker yang kemudian mengenai pipa gas Kodeco.
"INSA Surabaya telah beberapakali melakukan rapat dengan Administrator Pelabuhan Tg. Perak, Dephub, Kodeco, BP Migas tentang resiko dan ancaman Pipa Gas Kodeco bagi keselamatan Pelayaran di Tg. Perak. Mereka (Adpel Surabaya, Dephub, Kodeco, BP Migas) mengatakan siap bertanggung jawab, apabila kelak dikemudian hari terjadi masalah dengan pipa gas bawah laut milik kodeco tersebut," tegasnya.Meski demikian, pihaknya berharap komitmen dari Kodeco, Dephub dan seluruh stakeholders di Surabaya, bahwa setelah 3 (tiga) tahun kedepan mereka akan memindahkan pipa Gas Kodeco, keluar dari alur pelayaran Tg. Perak."Selama pipa Gas Kodeco itu belum dipindahkan, kami nilai sangat berbahaya. Sebab yang namanya kelalaian pelayaran dari dan ke pelabuhan Tg,.Perak bisa saja terjadi di luar perkiraan semua pihak,"tuturnya.Harapan kalangan Pelayaran di Surabaya, kata Prabowo, tentu terkait dengan kepentingan Tg. Perak sebagai hub port bagi distribusi untuk Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan juga sebaliknya. "Pelabuhan Tg. Perak merupakan pelabuhan pengumpul dan distribusi Sembako (sembilan bahan pokok), bahan bangunan dan cargo lainnya ke KTI dan sebaliknya".Menurut Prabowo, satu sisi Gas itu menjadi komoditas penting untuk mensupport kebutuhan Industri di Jawa Timur."Namun hal itu, bukan berarti serta merta mengganggu industri lain, industri pelabuhan dan pelayaran, karena dua industri ini juga penting untuk mendukung kegiatan distribusi domestic dan kegiatan ekspor-impor".
Tambah Dermaga
Sementara ditanya soal pelayanan Tg. Perak, Prabowo mengatakan, pelayanan di Tg. Perak sudah cukup bagus baik untuk pelayanan internasional maupun domestic. "Dengan adanya perbaikan sarana dermaga dan penambahan fasilitas bongkat muat seperti crane container, waktu port stay bagi kapal-kapal yang masuk Tg. Perak sudah mulai berkurang, artinya sudah mampu mengurangi biaya labuh dan biaya sandar kapal ," katanya.Meski demikian, untuk pelayanan Tg. Perak bukan berarti tak ada keluhan. "Untuk mengimbangi perkembangan Tg. Perak kedepan diperlukan adanya penambahan panjang dermaga. Hal ini didasarkan pada pertumbuhan kegiatan domestic yang dari tahun ke tahun pertumbuhannya cukup besar. Waktu sebelum krisis, pertumbuhan arus barang di Tg, Perak tumbuh 18 persen. Bahkan, meski terjadi krisis global, tingkat pertumbuhan arus barang di Tg. Perak tetap bertahan di angka 17 Persen," kata Prabowo.Melihat fenomena itu, kata Prabowo, pertumbuhan Tg,. Perak kedepan akan terus meningkat sehingga perlu diimbangi dengan sarana infrastruktur yang memadai.
Pengembangan terminal multipurpose di Lamong Bay bisa menjadi salah satu solusi. "INSA Surabaya berharap Terminal Multi Putpose di Lamong Bay, bisa digunakan untuk kegiatan domestic. Hal ini untuk menampung pertumbuhan arus barang domestic kedepan yang diperkirakan akan terus tumhuh," kata Prabowo.
Gubernur Soekarwo selalu meminta Kodeco memindahkan pipanya.
Kekhawatiran kebocoran pipa gas milik PT Kodeco Energy Co Ltd di Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) Pelabuhan Tanjung Perak bakal sedikit terurai. Kodeco berencana memperdalam pipa hingga 19 meter dari permukaan laut (low water spring-LWS).
Dengan pendalaman 11,5 meter dari posisi awal 8,5 meter, kemungkinan bahaya pipa tersebut tertabrak kapal akan berkurang. Kebijakan Kodeco yang harus memulai pendalaman pada 27 Agustus itu merupakan hasil pertemuan jajaran terkait di Jakarta pada Jumat (6/8).
"Semoga bisa dilakukan tepat waktu. Saat ini, kami masih menunggu hasil engineering critical assessment oleh kontraktor. Pekan ini hasilnya kami dapatkan," kata Vice President Operation Kodeco Energy Co Ltd Imron Ashari saat dihubungi kemarin (11/8).
Dia menjelaskan, pihaknya akan menjalankan hasil pertemuan dengan pemerintah. Berdasar hasil pertemuan yang sudah berlangsung berkali-kali tersebut, menurut dia, pipa gas akan dipindah pada awal 2011. Namun, dia belum mau berkomentar soal pemindahan pipa itu.
Imron berharap pendalaman pipa tersebut sudah cukup. Dengan demikian, rencana pemindahan tidak perlu dilakukan lagi. Pihaknya mengklaim posisi pipa saat ini baru 13 meter di bawah permukaan laut. "Kita lihat hasil pendalaman dulu," ujarnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Perwakilan Badan Pelaksana Migas Jawa Timur, Papua, dan Maluku (Japalu) Hamdi Zainal menyatakan mendukung penuh. "Itu harus dipenuhi," tegasnya singkat.
Sebelumnya, Gubernur Soekarwo selalu meminta Kodeco memindahkan pipanya. Pipa yang memotong alur di APBS itu dikhawatirkan meledak bila sampai bocor atau pecah karena tersangkut jangkar kapal maupun bergesekan dengan badan kapal. Dampak negatif lain dirasakan dalam perekonomian Jatim. "Waktu bongkar muat lebih lama sampai lima hari. Standar internasional maksimal hanya dua hari," terangnya.
Kekhawatiran Soekarwo itu diamini Kepala Administrator Pelabuhan (Adpel) Tanjung Perak Erwin Rosmali. Menurut dia, idealnya pipa Kodeco harus dipindah. "Aturan lalu lintas laut sudah jelas, tidak boleh ada sesuatu yang menghalangi alur dengan alasan apa pun," terang dia.
Pipa Kodeko hambat perekonomian Jatim
Berlarut-larutnya persoalan pipa bawah laut milik PT Kodeko nampaknya membuat Gubernur Jatim, Soekarwo geram. Pasalnya, gara-gara pipa tersebut perekonomian di Jatim menjadi terhambat dan sulit berkembang, bahkan berdampak menurunnya daya saing Jatim dengan provinsi-provinsi lain dalam urusan pengembangan kemaritiman.
"Saya sudah lapor ke pemerintah pusat, pokoknya Desember 2010 ini pipa Kodeko harus sudah tertanam 16 meter dari dasar laut sehingga tidak mengganggu transportasi kapal-kapal besar yang mengangkut barang-barang ekspor maupun impor dari Jatim," tegas Soekarwo, Jumat (13/8).
Menurut Soekarwo, posisi pipa Kodeka saat ini berada dalam kedalaman 8,5 meter dari dasar laut, sehingga mengganggu alur pelayaran kapal-kapal besar dengan bobot diatas 3500 gross ton. "Kapal-kapal yang bisa melalui alur pelayaran di pelabuhan Tanjung Perak saat ini tidak lebih 2500 gross ton, sehingga biaya ekspor menjadi mahal karena terjadi inefisiensi kapasitas kapal angkutan," bebernya.
Keberadaan pipa Kodeko juga mengakibatkan pendangkalan alur pelayaran di sekitar pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Sebab, pihak pengelola pelabuhan tidak bisa melakukan pengerukan dasar laut akibat khawatir terkena pipa gas milik Kodeko. "Kami tidak hanya minta dipendam lebih dalam tetapi juga dialihkan agar tidak mengganggu alur pelayaran," tegas Soekarwo
Asisten III Sekdaprov Jatim, Choirul Djaelani menambahkan, sesuai kesepakatan awal pipa Kodeko itu harusnya ditanam dalam kedalaman 19 meter dari dasar laut. Namun faktanya baru 10 meter sehingga mengganggu alur pelayaran kapal-kapal besar. "Kalau cuma dipendam maka itu sama saja menyandera perekonomian Jatim," jelasnya.
Pembangunan Madura paska adanya Suramadu yang menelan investasi sekitar 5 triliun terancam kacau dan tidak bisa berfungsi karena keberadaan pipa Kodeko. Padahal dibeberapa daerah di Madura seperti di Socah maupun di Pamekasan sudah mulai membangun pelabuhan internasional.
"Selama pipa Kodeko ada dan belum dialihkan dari jalur tol laut maka itu akan menurunkan daya saing Jatim karena ada inefesiensi sekitar 45 persen," ungkap Choirul.
REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA--Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengadukan Kodeco dan BP Migas kepada Menteri Perhubungan dan Menko Politik, Hukum, dan Keamanan, terkait penolakan pemendaman pipa migas di Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS).
"Kami sudah bertemu Menhub dan Menkopolhukam terkait pembangkangan Kodeco dan BP Migas itu," katanya usai buka bersama di kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, Jalan A. Yani, Surabaya, Kamis malam.
Dalam pertemuan dengan Menhub dan Menkopolhukam di Jakarta, Rabu (25/8), Gubernur mendapatkan kepastian bahwa pipa migas milik Kodeco Energy, Ltd. itu tetap harus diperdalam. "Setidaknya ada pendalaman hingga 16 meter dari dasar laut. Yang memerintahkan para menteri. Jangan sampai tidak dihiraukan," katanya.
Sebelumnya Gubernur juga telah mendapatkan kepastian dari Menko Perekonomian, Menteri ESDM, Menteri BUMN, dan Menteri Perhubungan bahwa pendalaman hingga 19 meter itu akan rampung pada 10 November 2010. Namun berdasarkan studi kelayakan pipa migas yang saat ini masih berada dalam posisi enam meter dari dasar laut itu tidak bisa diperdalam lagi.
Gubernur pun langsung menghadap Menhub dan Menkopolhukam untuk menyampaikan ketidaksanggupan Kodeco dan BP Migas itu. "Akhirnya ada keputusan baru bahwa pipa itu akan diperdalam hingga 16 meter sambil diupayakan pemindahan pipa di sebelah barat APBS," kata Gubernur.
Ia mengatakan, akibat adanya pipa yang memotong APBS itu dapat mengganggu kegiatan bongkar muatan kapal barang di Pelabuhan Tanjung Perak. "Kami tidak ingin masalah pipa yang 'keleleran' itu terus dibiarkan karena dapat menghambat pertumbuhan ekonomi di Jatim," katanya.
http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nasional/10/08/26/132069-gubernur-adukan-bp-migaskodeco-ke-menko-polhukam
Pariwisata Jatim rugi Rp14,4 miliar per tahun akibat pipa Kodeco, Depari tolak keras penenggelaman pipa Kodeco
SURABAYA, kabarbisnis.com: Dewan Pariwista Indoensia (Depari) Jawa Timur (Jatim), Yusak Anshori mengatakan bahwa akibat keberadaan pipa gas milik PT Kodeco Energy Ltd yang memotong tepat di Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) telah merugikan sektor pariwisata Jatim.
Tidak tanggung-tanggung, kerugian tersebut menurut Yusak Anshari mencapai Rp14,4 miliar per tahun. Kerugian ini muncul karena beberapa kapal pesiar besar yang rencananya akan mampir ke Surabaya akhirnya tidak mau berkunjung.
"Ini sangat ironis, di saat Jatim mencanangkan tahun kunjungan wisata Jatim 2011, keberadaan pipa Kodeco belum teratasi. Padahal dengan keberadaan pipa gas yang berada di kedalaman 12 meter Low Water Spring (LWS), kapal pesiar (cruise) besar dengan kapasiats 1.500 wisata tidak mungkin mau mampir ke Surabaya. Yang berani hanya kapal kecil dengan kapasitas 800 wisata sampai 1.000 wisata saja," kata Yusak Anshori ketika dihubungi di Surabaya, Rabu (16/6/10).
Jika dihitung, katanya, Jatim berpotensi kehilangan sekitar 500 wisatawan yang akan membelanjakan uangnya di Jatim. Padahal masing-masing penumpang, biasanya melakukan transaksi pariwisata sekitar US$800 atau sekitar Rp7,2 juta per wisatawan.
"Kalau potensi transaksi per wisatawan sekitar Rp7,2 juta, sementara kehilangan kita sekitar 500 wisatawan, maka kerugian pariwisata Jatim per satu kali kunjungan cruise mencapai Rp3,6 miliar. Jika kunjungan cruise ke Surabaya 4 kali setahun, maka potensi kehilangan tersebut mencapai Rp14,4 miliar per tahun," terangnya panjang lebar.
Melihat kondisi ini, Yusak mendesak pemerintah pusat untuk segera mengambil tindakan dengan memindahkan pipa tersebut di jalur yang telah disepakati sejak awal sehingga tidak mengganggu alur.
"Kami menolak keras penenggelaman pipa, dan tidak ada opsi penenggelaman pipa. Yang kami minta hanya memindahkan pipa Kodeco dari APBS. Ini harga mati, sebab kalau ditenggelamkan tidak akan menjadi solusi," tegasnya. kbc6
http://www.kabarbisnis.com/aneka-bisnis/lain-lain/2812572-Pariwisata_Jatim_rugi_Rp14_4_miliar_per_tahun_akibat_pipa_Kodeco.html
Pemkot Surabaya desak pipa Kodeco dituntaskan
Senin, 07 Juni 2010 | 08:12 wib ET
SURABAYA,kabarbisnis.com: Pemerintah Kota Surabaya berharap agar pemerintah pusat segera bertindak cepat dan responsif untuk mengatasi masalah pemasangan pipa milik Kodeco di Alur Barat Pelayaran Surabaya. Sebab, keberadaan pipa tersebut telah mengganggu denyut nadi perekonomian Surabaya dan kawasan Indonesia timur secara umum.
Demikian disampaikan Walikota Surabaya Bambang DH di Surabaya akhir pekan lalu.
"Alur Pelayaran Barat Surabaya sangat terganggu dengan adanya Pipa Gas Kodeco yang melintang di jalur utama tersebut, dan hal ini telah sering dikeluhkan para pengguna jasa, serta para eksportir dan importir di Surabaya dan Jawa Timur pada umumnya," ujar Bambang.
Secara terpisah, Sekretaris Perusahaan Pelindo III Arif Mulyono mengatakan, Tanjung Perak sebagai Hub Port sangat menentukan kontribusi logistik nasional bagi Indonesia Timur. Sebagai gambaran bahwa di Tanjung Perak telah mampu meng-handling sekitar 2,3 juta Teus dan beberapa jenis muatan lain seperti Genetral Cargo, Curah, dan sebagainya.
"Karena itu, permasalahan Kodeco memang harus segera dicari solusinya secara bersama-sama agar tidak mengganggu proses pelayaran," tuturnya. kbc4
http://www.kabarbisnis.com/aneka-bisnis/transportasi/2812297-Pemkot_Surabaya_desak_pipa_Kodeco_dituntaskan.html
Pelindo III: Kodeco harus taati rekomendasi
Minggu, 10 Januari 2010 | 10:19 wib ET
SURABAYA, kabarbisnis.com: PT pelabuhan Indonesia (Pelindo) III meminta PT Kodeco Energy tetap melaksanakan rekomendasi awal dari Administrasi Pelabuhan (Adpel) Tanjung Perak.
Yaitu pemasangan pipa gas dilakukan di tepian Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) mulai dari sebelah Barat hingga Utara sampai laut Jawa. Setelah itu, baru pipa tersebut menyeberang ke lokasi PT Kodeco.
Pelindo III juga menilai bahwa kebijakan pembatalan relokasi pipa milik PT Kodeco oleh pemerintah tidak rasional dan tidak memihak kepentingan masyarakat.
Pasalnya, hal ini sangat membahayakan bagi Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS). Terlebih pipa tersebut memotong tepat di bouy 6 dan bouy 7 yang termasuk alur paling sempit, hanya sekitar 100 meter. Sehingga kapal yang akan lewat harus antri.
"Ini sangat konyol. Karena keberadaan pipa tersebut tidak hanya membahayakan APBS, namun juga membahayakan seluruh masyarakat Jawa Timur dan Indonesia bagian Timur," kata Humas Pelindo III, Iwan Sabatini di Surabaya, Minggu (10/1/2010).
Selain itu, lanjut Iwan, jika sampai pipa hanya akan ditanam lebih dalam sekitar 2,5-3 meter, maka akan sangat mengganggu rencana pendalaman dan pelebaran APBS. Sebab, lokasi penanaman pipa hanya mencapai dikedalaman 5,7 meter di bawah dasar laut.
Sementara rencana pendalaman APBS mencapai kedalaman hingga 12 meter dari saat ini yang mencapai kedalaman 9 meter. Sehingga harus dilakukan pengerukan 3 meter di bawah dasar laut.
"Jika sampai pipa hanya di tanam 3 meter lagi, maka ini akan mengganggu rencana pendalaman APBS. Padahal APBS harus di perdalam dan diperlebar agar arus kapal di APBS tetap lancar," terangnya.
Iwan mengatakan, jika alternatif terakhir pipa harus ditanam, maka penanaman pipa harusnya minimal 6 meter dari posisi saat ini yang mencapai 2,7 meter di bawah dasar laut.
"Tapi itu sebenarnya masih mengkhawatirkan. Dan memang yang paling benar adalah dengan melakukan apa yang telah menjadi rekomendasi Adpel sejak awal," pungkasnya. kbc6
http://www.kabarbisnis.com/aneka-bisnis/transportasi/288633-Pelindo_III__Kodeco_harus_taati_rekomendasi_awal_.html
Pebisnis tagih janji pemerintah relokasi Kodeco
Kamis, 07 Januari 2010 | 13:59 wib ET
SURABAYA,kabarbisnis.com: Kamar Dagang dan Industri (Kadin) akan menagih janji pemerintah untuk merelokasi pipa Kodeco dari Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS).
"Kami akan menagih janji pemerintah untuk merelokasi pipa Kodeco dari APBS. Karena apapun alasannya, relokasi pipa harus dan wajib dilakukan," kata Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia wilayah Indonesia Tengah, Erlangga Satriagung di sela-sela Rapimprov Kadin Jatim di Graha Kadin Jatim, Surabaya, Kamis (7/1/10).
Langkah ini dilakukan setelah Kepala Perwakilan BP Migas Jawa Timur (Jatim), Bali dan Maluku, Hamdi Zainal, mengungkapkan pembatalan relokasi pipa Kodeco dari APBS.
Seperti diberitakan sebelumnya, sesuai keputusan rapat di Kementerian Perekonomian dan Kantor Administrasi Pelabuhan (Adpel) Tanjung Perak pada tanggal 27 Oktober 2009 dan tanggal 14 Desember 2009, peletakan pipa yang melintang hanya akan diperdalam hingga 2,5-3 meter bawah dasar laut.
Hal ini dilakukan agar pengerjaan tidak mengganggu pasokan energi gas ke power plat PLN dan beberapa perusahaan yang sudah memanfaatkan pasokan gas dari PT Kodeco Co Ltd.
Meski demikian, Kadin menganggap, hal ini tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak merelokasi pipa. Karena keberadaan pipa yang dialiri gas ini angat membahayakan bagi pelayaran di APBS.
"Ini tidak hanya akan membahayakan pelayaran, tapi juga membahayakan masyarakat Jatim. sebab jika sampai meledak, maka masyarakat yang akan menjadi korban," lanjutnya.
Erangga berharap, pemerintah tidak hanya membela kepentingan investor luar saja, namun juga harus memandang kepentingan masyarakat.
"kami berharap, pemerintah jangan bela investor asing dan membahayakan dalam negeri," tegasnya.
Wakil Katua Umum Kadin Jatim, Adri Istambul Linggagayuh, juga mengungkapkan, bahwa Kadin Jatim telah membahas tentang keputusan tersebut.
"Kadin bersama delapan asosiasi yang tergabung di Kadin akan melakukan evaluasi kembali tentang keputusan ini," kata Adri.
Delapan Asosiasi tersebut adalah Asosiasi Perusahaan Bongkarmuat Indonesia (APBMI), Indonesian National Shipowners' Association (INSA), Organda Perak, gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI), Gabungan Importir Nasional Indonesia (GINSI), Gabungan Forwarder dan Ekspedisi Indonesia (Gafeksi), Pelabuhan Rakyat (Pelra) dan Pelabuhan Indonesia (pelindo). kbc6
http://www.kabarbisnis.com/aneka-bisnis/transportasi/288574-Pebisnis_tagih_janji_pemerintah_relokasi_Kodeco.html
Kadin: Pemunduran relokasi pipa Kodeco harus ditunda
Rabu, 18 November 2009 | 16:18 wib ET
SURABAYA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur meminta pemerintah menunda keputusan tentang pemunduran jadwal relokasi pipanisasi Kodeco di Selat Madura.
Pemerintah diharap menunggu persetujuan dari stake holder pelabuhan Tanjung Perak, khususnya kalangan usaha terkait yang selama ini telah dirugikan akibat aktivitas pipanisasi tersebut.
"Pemunduran jadwal relokasi setahun atau pun 100 hari substansinya sama saja,yakni tetap mengganggu kegiatan usaha, baik usaha terkait transportasi laut di Selat Madura, maupun kegiatan ekspor-impor barang perekonomian," tegas La Nyalla M Mattalitti, Ketua Umum Kadin Jatim melalui siaran pers, Rabu, 18/11/09).
Kadin Jatim, tegas La Nyalla, banyak mendapat keluhan dari para pelaku usaha terkait atas pemunduran jadwal relokasi pipanisasi Kodeco, sehingga keputusan hasil rakor di Kantor Menko Perekonomian itu harus ditangguhkan terlebih dahulu.
"Ini bukan persoalan etika, tapi lebih kepada masalah kerugian bisnis. Sehingga sebelum keputusan itu ditetapkan, dunia usaha harus 'diselesaikan' terlebih dahulu. Apakah diberi konpensasi atau bentuk kebijakan yang lain untuk menekan kerugian usaha. Jadi tidak bisa keputusan dibuat sepihak begitu," kata Nyalla.
Nyalla memahami bahwa relokasi pipa laut itu tidak mudah, tapi Kadin Jatim juga memahami keluhan dunia usaha terkait, yang sudah cukup lama menanggung rugi akibat kegiatan Kodeco itu - yang notabene mengganggu arus transportasi dan keluar masuknya barang ekonomi.
"Semua kepentingan harus diakomodir, bukan hanya kepentingan perusahaan besar saja (Kodeco) yang didengar."
Sebagaimana diketahui, Kadin Jatim dan sejumlah kalangan mempersoalkan kebijakan pemerintah untuk memundurkan batas akhir pemindahan pipa bawah laut milik operator Kodeco Energy, Ltd yang memotong alur pelayaran barat Surabaya (APBS) dari jadwal awal 1 Juni 2010 menjadi mundur satu tahun atau pada 1 Juni 2011, karena tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan tersebut.
Kebijakan pemerintah itu justru diketahui dari statemen Dirjen Perhubungan Laut, Dephub, Sunaryo yang dimuat sejumlah media. Namun menurut keterangan pihak Pelabuhan Indonesia III, pemunduran jadwal itu hanya 100 hari.
Menurut Nyalla, setahun atau pun seratus hari itu tetap mengganggu kegiatan usaha, sehingga semua pihak khususnya dunia usaha harus dimintakan persetujuan. "Pipanisasi itu bukan hanya mengganggu tapi juga membahayakan. Kebijakan pemerintah pusat itu patut dipertanyakan," kata Nyalla. kbc1
INSA : Relokasi pipa Kodeco tak transparan
Kebijakan pemerintah terkait dengan jalur pipa gas bawah laut milik Kodeco Energy Co Ltd-yang memotong Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS)-dinilai tidak transparan dan plin-plan. Stevens H. Lesawengen, Ketua Umum Indonesian National Shipowners Association (INSA) Surabaya, menilai kebijakan pemerintah terhadap proses relokasi pipa Kodeco itu tidak tegas dan selalu berubah-ubah.
Dia mengisahkan pada Agustus 2009, ada kesepakatan bahwa pipa gas harus direlokasi pada 1 Juli 2010. "Kemudian berubah lagi, agar pipa dapat ditanam dulu dan jadwal relokasi mundur. Kini pipa mesti ditanam hingga 19,5 meter LWS dan baru direlokasi pada 2010," katanya kepada Bisnis kemarin.
Dia mengingatkan pipa Kodeco yang telah bangun sejak 2008 tersebut kini telah dialiri gas, sehingga memiliki tingkat bahaya tinggi bagi pelaku pelayaran di lintasan APBS. INSA Surabaya, lanjut dia, meminta ketegasan atas kebijakan terkait dengan pipa gas itu. Relokasi pipa di kedalaman 19 meter LWS (lou water spring)-atau 19 meter di bawah permukaan air laut pada saat titik surut terendah-itu mesti dijelaskan proses penahapan khususnyajadwalnya hingga selesai.
Stevens menegaskan pemerintah dan pihak Kodeco harus memberikan penjelasan yang transparan mengenai kepastian jadwal relokasi pipa tersebut. "Kalau perlu, libatkan kalangan pelaku usaha untuk mengawasinya. Ini penting karena saat menggelar pipa pada 2008 saja, telah menimbulkan kekacauan lalu lintas pelayaran," tuturnya.
Sementara itu, Ketua Kadin Jatim La Nyalla Mahmud Mattalitti mengungkapkan perluanya membentuk tim pengawas untuk memantau progres proses penanaman pipa Kodeco. Menurut dia, tim pengawas tersebut harus melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk kalangan dunia usaha, agar proses relokasi pipa tersebut dapat dipantau dan diketahui pelaku usaha dan masyarakat.
"Karena, dunia internasional mulai meragukan tingkat keamanan alur APBS dengan adanya pipa Kodeco," tegas Nyalla dalam siaran pers yang diterima Bisnis kemarin. Selasa lalu. Gubernur Jatim Soekarwo menegaskan tenggat pemindahan pipa Kodeco adalah 2012, bukan 2020. "Ternyata soal waktu itu ada misscom-munication. Setelah saya ingatkan, teng-gatnya 2012. Pipa Kodeco harus didalam-kan hingga 19,5 meter dari kedalaman 12 meter saat ini," tegasnya.
Sri Mulyani : Pasokan gas juga diperlukan, tapi pelayaran jangan sampai terganggu. Dan kalau perlu, pelayaran yang harus diutamakan
Jaringan Pipa Gasnya Hambat Arus Barang Di Pelabuhan
Kadin Jawa Timur mengeluhkan keberadaan pipa gas miliki PT Kodeco Energy. Arus keluar masuk barang di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, kini terganggu.
Pemerintah berjanji akan membicarakan dengan departemen terkait soal pipa gas milik Kodeco Energy Ltd yang mengganggu pelayaran di Alur Pelayaran Barat Surabaya. Untuk itu, Menteri Keuangan yang juga Plt Menko Perekonomian Sri Mulyani akan memanggil Menteri Perhubungan, Menteri Energi, Kodeco dan Kadin Jawa Timur untuk mencari solusi masalah itu.
"Pasokan gas juga diperlukan, tapi pelayaran jangan sampai terganggu. Dan kalau perlu, pelayaran yang harus diutamakan," kata Sri Mulyani usai pembukaan Musyawarah Provinsi Kadin Jawa Timur di Surabaya, kemarin.
Seperti diketahui, pada 2007, Kodeco memulai melakukan pemasangan pipa setebal 16 inci dengan panjang pipa 60 kilometer. Pipa ini dipakai menyalurkan gas dari kilangnya di tengah Laut Jawa sebelah Utara Gresik ke Surabaya. Pada awal pemasangan, Kodeco sudah diminta berbagai pihak untuk menanamkan pipanya di dasar laut. Namun imbauan itu diabaikan.
Permasalahan baru muncul, karena jalur pipa tersebut memotong jalur pelayaran Surabaya yang menjadi lintasan kapal-kapal ke Pelabuhan Tanjung Perak. Tepatnya, di buoy 8 yang lebarnya cukup sempit atau hanya 100 meter, sehingga sampai sekarang lalu lintas di sana cukup padat.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur Airlangga Satriagung meminta pemerintah segera membereskan pipa gas Kodeco yang terapung di perairan Surabaya. Pasalnya, pipa yang tidak ditanam di bawah laut membuat kapal-kapal yang melewati Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) terhambat. "Ini sangat mengganggu arus barang yang keluar masuk Surabaya," keluhnya.
Sebelumnya, Departemen Perhubungan (Dephub) juga sempat menyesalkan keberadaan pipa gas Kodeco tersebut. Bahkan, pihak PT Kodeco Energy Co Ltd sudah diperingatkan keras.
"Pembangunan seperti itu amat membahayakan alur pelayaran. Kalau dibiarkan, maka berpotensi tersangkut jangkar. Bisa meledak kalau pipa itu sudah terisi gas," cetus Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Perhubungan Laut Zulkarnain Oeyoeb.
Sri Mulyani : Pasokan gas juga diperlukan, tapi pelayaran jangan sampai terganggu. Dan kalau perlu, pelayaran yang harus diutamakan
Jaringan Pipa Gasnya Hambat Arus Barang Di Pelabuhan
Kadin Jawa Timur mengeluhkan keberadaan pipa gas miliki PT Kodeco Energy. Arus keluar masuk barang di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, kini terganggu.
Pemerintah berjanji akan membicarakan dengan departemen terkait soal pipa gas milik Kodeco Energy Ltd yang mengganggu pelayaran di Alur Pelayaran Barat Surabaya. Untuk itu, Menteri Keuangan yang juga Plt Menko Perekonomian Sri Mulyani akan memanggil Menteri Perhubungan, Menteri Energi, Kodeco dan Kadin Jawa Timur untuk mencari solusi masalah itu.
"Pasokan gas juga diperlukan, tapi pelayaran jangan sampai terganggu. Dan kalau perlu, pelayaran yang harus diutamakan," kata Sri Mulyani usai pembukaan Musyawarah Provinsi Kadin Jawa Timur di Surabaya, kemarin.
Seperti diketahui, pada 2007, Kodeco memulai melakukan pemasangan pipa setebal 16 inci dengan panjang pipa 60 kilometer. Pipa ini dipakai menyalurkan gas dari kilangnya di tengah Laut Jawa sebelah Utara Gresik ke Surabaya. Pada awal pemasangan, Kodeco sudah diminta berbagai pihak untuk menanamkan pipanya di dasar laut. Namun imbauan itu diabaikan.
Permasalahan baru muncul, karena jalur pipa tersebut memotong jalur pelayaran Surabaya yang menjadi lintasan kapal-kapal ke Pelabuhan Tanjung Perak. Tepatnya, di buoy 8 yang lebarnya cukup sempit atau hanya 100 meter, sehingga sampai sekarang lalu lintas di sana cukup padat.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur Airlangga Satriagung meminta pemerintah segera membereskan pipa gas Kodeco yang terapung di perairan Surabaya. Pasalnya, pipa yang tidak ditanam di bawah laut membuat kapal-kapal yang melewati Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) terhambat. "Ini sangat mengganggu arus barang yang keluar masuk Surabaya," keluhnya.
Sebelumnya, Departemen Perhubungan (Dephub) juga sempat menyesalkan keberadaan pipa gas Kodeco tersebut. Bahkan, pihak PT Kodeco Energy Co Ltd sudah diperingatkan keras.
"Pembangunan seperti itu amat membahayakan alur pelayaran. Kalau dibiarkan, maka berpotensi tersangkut jangkar. Bisa meledak kalau pipa itu sudah terisi gas," cetus Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Perhubungan Laut Zulkarnain Oeyoeb.
Gubernur Jatim : Tahun 2012, Pipa Kodeco Harus Pindah, Karena Mengakibatkan In-efisiensi Perdagangan Jatim 40%
Gubernur Jatim : Pipa Gas Kodeco yang menganggu jalur perdagangan laut Jatim itu, dipastikan sengaja dilakukan oleh Pihak Asing agar Produk Jatim Kalah Bersaing
Gubernur Jatim Soekarwo menyatakan, keberadaan pipa gas bawah laut milik operator gas asal Korea Selatan (Kodeco Energy, Co. Ltd) yang memotong APBS dinilai sebagai ancaman bagi proses pertumbuhan perdagangan antar pulau maupun internasional di provinsi itu. "Akibat adanya pipa Kodeco yang memotong APBS itu telah terjadi in-efisiensi atas proses perdagangan di Jatim hingga 40%. In-efisiensi itu jelas memicu high cost bagi pelaku usaha perdagangan karena sejak pipa dialiri gas pada Juli 2009, telah diberlakukan pembatasan draft kapal dari 9,5 meter menjadi maksimal 8,5 meter. Untuk itu Tahun 2012 Pipa Gas Kodeco sudah harus Pindah
Gubernur Soekarwo selalu meminta Kodeco memindahkan pipanya. Pipa yang memotong alur di APBS itu dikhawatirkan meledak bila sampai bocor atau pecah karena tersangkut jangkar kapal maupun bergesekan dengan badan kapal. Dampak negatif lain dirasakan dalam perekonomian Jatim. "Waktu bongkar muat lebih lama sampai lima hari. Standar internasional maksimal hanya dua hari," terangnya.
Asisten III Sekdaprov Jatim, Choirul Djaelani : Selama pipa Kodeko ada dan belum dialihkan dari jalur tol laut maka itu akan menurunkan daya saing Jatim karena ada inefesiensi sekitar 45 %
Kepala Administrator Pelabuhan (Adpel) Tanjung Perak Erwin Rosmali. Menurut dia, idealnya pipa Kodeco harus dipindah. "Aturan lalu lintas laut sudah jelas, tidak boleh ada sesuatu yang menghalangi alur dengan alasan apa pun
SURABAYA - Pemerintah Provinsi Jawa Timur memberikan batas waktu untuk proses pemindahaan pipa gas bawah laut milik Kodeco Energy, Co. Ltd yang memotong Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) yang kini akan diperdalam hingga 19,5 meter low water spring (LWS) hingga pada 2012.
Tenggat waktu itu telah disampaikan kepada pemerintah pusat, mengingat proses pembangunan pelabuhan di Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan akan selesai pada 2013, sedangkan APBS akan segera direvitalisasi agar keberadaan pelabuhan hasil patungan PT Lamicitra Nusantara, Tbk dan PT Pelindo III itu bisa maksimal beroperasi.
Proyek pelabuhan Teluk Lamong milik PT pelabuhan Indonesia III sendiri untuk tahap pertama juga tuntas akan beroperasi pada 2013.
Gubernur Jatim Soekarwo menyatakan, keberadaan pipa gas bawah laut milik operator gas asal Korea Selatan (Kodeco Energy, Co. Ltd) yang memotong APBS dinilai sebagai ancaman bagi proses pertumbuhan perdagangan antar pulau maupun internasional di provinsi itu.
"Akibat adanya pipa Kodeco yang memotong APBS itu telah terjadi in-efisiensi atas proses perdagangan di Jatim hingga 40%. In-efisiensi itu jelas memicu high cost bagi pelaku usaha perdagangan karena sejak pipa dialiri gas pada Juli 2009, telah diberlakukan pembatasan draft kapal dari 9,5 meter menjadi maksimal 8,5 meter," kata Soekarwo.
Soekarwo menegaskan keberadaan pipa gas itu mesti segera dipindahkan, dan proses pemindahaan itu diberi batas waktu pada 2012. Tenggat waktu pemindahan pipa gas itu, lanjut dia, telah disampaikan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan telah disetujui.
"Awalnya memang diberi tengat pemindahaan hingga 2020, ternyata soal waktu itu ada miss-communication. Setelah saya ingatkan, tengatnya menjadi 2012. Pipa gas Kodeco sejak 26 Agutus hingga 10 November 2010 mesti didalamkan hingga 19,5 meter dari kini kedalaman 12 meter," tegas Soekarwo.
Proyek Pelabuhan MISI, kata Soekarwo, telah masuk dalam blue print atau rencana tata ruang wilayah (RTRW) Jatim.
"Pada tahap awal, proyek pelabuhan itu seluas 100 hektare, bahkan Pemprov telah menyetujui proses pembangunan jalan akses sepanjang 10 km. Revitalisasi APBS dari lebar 100 meter menjadi 200 meter dan kedalaman 9,5 meter menjadi 16 meter itu juga terkait proyek pelabuhan multi porpuse Teluk Lamong yang akan beroperasi 2013 juga," ujarnya
Proyek pelabuhan Teluk Lamong milik PT pelabuhan Indonesia III sendiri untuk tahap pertama juga tuntas akan beroperasi pada 2013.
Gubernur Jatim Soekarwo menyatakan, keberadaan pipa gas bawah laut milik operator gas asal Korea Selatan (Kodeco Energy, Co. Ltd) yang memotong APBS dinilai sebagai ancaman bagi proses pertumbuhan perdagangan antar pulau maupun internasional di provinsi itu.
"Akibat adanya pipa Kodeco yang memotong APBS itu telah terjadi in-efisiensi atas proses perdagangan di Jatim hingga 40%. In-efisiensi itu jelas memicu high cost bagi pelaku usaha perdagangan karena sejak pipa dialiri gas pada Juli 2009, telah diberlakukan pembatasan draft kapal dari 9,5 meter menjadi maksimal 8,5 meter," kata Soekarwo.
Soekarwo menegaskan keberadaan pipa gas itu mesti segera dipindahkan, dan proses pemindahaan itu diberi batas waktu pada 2012. Tenggat waktu pemindahan pipa gas itu, lanjut dia, telah disampaikan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan telah disetujui.
"Awalnya memang diberi tengat pemindahaan hingga 2020, ternyata soal waktu itu ada miss-communication. Setelah saya ingatkan, tengatnya menjadi 2012. Pipa gas Kodeco sejak 26 Agutus hingga 10 November 2010 mesti didalamkan hingga 19,5 meter dari kini kedalaman 12 meter," tegas Soekarwo.
Proyek Pelabuhan MISI, kata Soekarwo, telah masuk dalam blue print atau rencana tata ruang wilayah (RTRW) Jatim.
"Pada tahap awal, proyek pelabuhan itu seluas 100 hektare, bahkan Pemprov telah menyetujui proses pembangunan jalan akses sepanjang 10 km. Revitalisasi APBS dari lebar 100 meter menjadi 200 meter dan kedalaman 9,5 meter menjadi 16 meter itu juga terkait proyek pelabuhan multi porpuse Teluk Lamong yang akan beroperasi 2013 juga," ujarnya
Pemprov Deadline Kodeco 2012 Relokasi Pipa Gas di APBS
SURABAYA - Pemprov Jatim menentang kelonggaran waktu sepuluh tahun yang diberikan pemerintah pusat untuk relokasi pipa gas Kodeco di alur pelayaran barat Surabaya (APBS). Waktu yang diberikan Pemprov Jatim jauh lebih singkat, yakni sebelum akhir 2012.
Gubernur Jatim Soekarwo menjelaskan, waktu kurang dari tiga tahun itu merupakan sikap tegas dalam menghadapi perang dagang dengan negara lain. Sebab, pipa Kodeco yang mengganggu jalur perdagangan laut Jatim tersebut memicu inefisiensi yang berujung pada high cost bagi pelaku industri. "Akibatnya, produk Jatim kalah bersaing dengan produk negara lain. Misalnya, produk Hongkong dan Singapura," kata Soekarwo setelah sidang paripurna jawaban eksekutif atas pandangan umum fraksi terhadap perubahan anggaran keuangan 2010 di gedung DPRD Jatim kemarin.
Dia memperkirakan tingkat inefisiensi industri akibat adanya pipa gas Kodeco, terutama terkait dengan proses pengangkutan lewat laut, bisa lebih dari 40 persen. Jalur pipa Kodeco yang dipasang melintang sepanjang tujuh kilometer dari poleng processing platform (PPP) di lepas Pantai Madura ke onshore receiving facility (ORF) di Kabupaten Gresik itu juga dinilai memengaruhi jadwal revitalisasi alur pelayaran barat Surabaya (APBS).
Proyek revitalisasi itu terdiri atas beberapa bagian. Antara lain, pelebaran APBS dari 100 meter menjadi 200 meter dan kedalaman 9,5 meter menjadi 16 meter sebagai pendukung beroperasinya Pelabuhan Teluk Lamong pada 2013. Pada saat yang sama, Pemprov Jatim juga bakal membangun pelabuhan di Kecamatan Socah, Bangkalan.
Soekarwo mengaku telah melayangkan surat ke pemerintah pusat untuk meminta agar proses revitalisasi APBS bisa berlangsung lancar. Poin penting surat tersebut adalah memindahkan jalur pipa gas Kodeco sebelum pelabuhan di Bangkalan dapat optimal beroperasi. "Sudah mendapat lampu hijau dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa. Revitalisasi masuk dalam rencana tata ruang wilayah Jatim."
Secara terpisah, Ketua Umum Kadin Jatim La Nyalla Mahmud Mattalitti mendukung keinginan Pemprov Jatim agar pipa Kodeco segera dipindah dari APBS. Namun, dia juga tidak akan menutup mata jika pipa tersebut akan ditanam lebih dulu sebagai solusi singkat sebelum relokasi. "Kami membentuk Tim Teknis Pengawas Pipa Kodeco yang bertugas mengawasi serta mengikuti perkembangan pendalaman dan pemindahan pipa tersebut," jelasnya.
Pembentukan tim itu terkait dengan solusi jangka pendek dari pemerintah pusat yang memerintah Kodeco menanam pipa gas mereka lebih dalam di APBS. Jika kedalaman sebelumnya berada di 12 LWS (low water spring), Kodeco diminta menanam pada kedalaman 19 LWS. Pelaksanaannya ditetapkan pada 10 November 2010. (sep/aan/c3/fat)
http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=151293
Pipa Kodeco Sebabkan Inefisiensi Ekonomi Jatim Hingga 50%
Rabu, 18 Agustus 2010 - 12:25 wib
JAKARTA - Pipa minyak dan gas milik Kodeco Energy Ltd yang dinilai menghambat alur pelayaran barat Surabaya (APBS) telah menyebabkan inefisiensi perekonomian sekira 40-50 persen di Jawa Timur.
Demikian disampaikan Gubernur Jawa Timur Soekarwo sebagaimana dikutip dari keterangan Pelindo III di Jakarta, Rabu (18/8/2010).
Sebelumnya pipa tersebut terpasang di kedalaman enam meter dari dasar laut. Hal ini mengakibatkan arus bongkar-muat kapal di Pelabuhan Tanjung Perak terganggu. Kapal-kapal yang mengangkut kontainer hingga 5.000 Teus harus menunggu dua hingga tiga hari untuk bisa melintas perairan di atas pipa tersebut. Itu pun harus dalam situasi air laut pasang. Saat ini pipa itu dalam posisi 8,5 meter dari dasar laut dari target sedalam 12 meter. Namun, Gubernur dan kalangan pengusaha di Jatim meminta pendalaman dapat mencapai 19 meter.
Sementara itu, Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan bahwa dalam jangka pendek problem pelayaran ini cukup dengan melakukan pendalaman pipa hingga minus 19 LWS, dan untuk kebijakan tersebut, sudah disepakati pendalaman akan dimulai tanggal 27 Agustus dan berakhir pada 10 November 2010 besok.
Sedangkan Menteri Perhubungan Freddy Numberi justru mendesak agar pipa gas Kodeco harus segera disingkirkan dari APBS, mengingat kejenuhan di Pelabuhan Tanjung Perak sudah sangat tinggi dan juga dapat menghambat realisasi pembangunan Pelabuhan baru, Socah, di Bangkalan, Madura.
"Untuk mengurangi kepadatan Tanjung Perak, Pelabuhan Socah (Bangkalan, Madura) harus segera direalisasikan. Pelabuhan Socah tidak dapat beroperasi, kalau pipa Kodeco tak segera dipindahkan," ungkap Freddy.
Bagi pihak Pelindo III sebagai penanggungjawab Pelabuhan, berusaha untuk mewujudkan harapan stakeholder dengan melakukan pelebaran dan pendalaman alur dengan tahapan -12 meter, -14 meter dan -16 meter kemudian agar menjadi -19 meter, supaya kecelakaan kapal Tanto yang terjadi 1,5 tahun yang lalu dan inefisiensi muatan yang terjadi saat ini tidak terjadi lagi di masa mendatang.
"Untuk itu pemerintah diharapkan bisa mendorong Kodeco untuk menyamakan pemikiran yaitu menghilangkan atau mencabut hambatan utama bagi tumbuhnya perekonomian dan perdagangan Jawa Timur dan Indonesia tengah dan timur melalui peyendiaan Pelabuhan yang highly acessible dan productive di Pelabuhan Tanjung Perak," ungkap Direktur Pemasaran dan Pengembangan Usaha Pelindo III, Husein Latief.(adn)(rhs)
Demikian disampaikan Gubernur Jawa Timur Soekarwo sebagaimana dikutip dari keterangan Pelindo III di Jakarta, Rabu (18/8/2010).
Sebelumnya pipa tersebut terpasang di kedalaman enam meter dari dasar laut. Hal ini mengakibatkan arus bongkar-muat kapal di Pelabuhan Tanjung Perak terganggu. Kapal-kapal yang mengangkut kontainer hingga 5.000 Teus harus menunggu dua hingga tiga hari untuk bisa melintas perairan di atas pipa tersebut. Itu pun harus dalam situasi air laut pasang. Saat ini pipa itu dalam posisi 8,5 meter dari dasar laut dari target sedalam 12 meter. Namun, Gubernur dan kalangan pengusaha di Jatim meminta pendalaman dapat mencapai 19 meter.
Sementara itu, Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan bahwa dalam jangka pendek problem pelayaran ini cukup dengan melakukan pendalaman pipa hingga minus 19 LWS, dan untuk kebijakan tersebut, sudah disepakati pendalaman akan dimulai tanggal 27 Agustus dan berakhir pada 10 November 2010 besok.
Sedangkan Menteri Perhubungan Freddy Numberi justru mendesak agar pipa gas Kodeco harus segera disingkirkan dari APBS, mengingat kejenuhan di Pelabuhan Tanjung Perak sudah sangat tinggi dan juga dapat menghambat realisasi pembangunan Pelabuhan baru, Socah, di Bangkalan, Madura.
"Untuk mengurangi kepadatan Tanjung Perak, Pelabuhan Socah (Bangkalan, Madura) harus segera direalisasikan. Pelabuhan Socah tidak dapat beroperasi, kalau pipa Kodeco tak segera dipindahkan," ungkap Freddy.
Bagi pihak Pelindo III sebagai penanggungjawab Pelabuhan, berusaha untuk mewujudkan harapan stakeholder dengan melakukan pelebaran dan pendalaman alur dengan tahapan -12 meter, -14 meter dan -16 meter kemudian agar menjadi -19 meter, supaya kecelakaan kapal Tanto yang terjadi 1,5 tahun yang lalu dan inefisiensi muatan yang terjadi saat ini tidak terjadi lagi di masa mendatang.
"Untuk itu pemerintah diharapkan bisa mendorong Kodeco untuk menyamakan pemikiran yaitu menghilangkan atau mencabut hambatan utama bagi tumbuhnya perekonomian dan perdagangan Jawa Timur dan Indonesia tengah dan timur melalui peyendiaan Pelabuhan yang highly acessible dan productive di Pelabuhan Tanjung Perak," ungkap Direktur Pemasaran dan Pengembangan Usaha Pelindo III, Husein Latief.(adn)(rhs)
http://economy.okezone.com/read/2010/08/18/320/364068/pipa-kodeco-sebabkan-inefisiensi-ekonomi-jatim-hingga-50
Akibat pipa gas Kodeco yg memotong alur di APBS, Asuransi Ogah Jamin Ekspor-Impor di Tanjung Perak
Kalangan perusahaan asuransi internasional tidak mau memberikan jaminan atas proses ekspor-impor dari dan ke Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Mereka enggan menjamin kapal-kapal yang masuk alur pelayaran barat Surabaya (APBS) dengan polis asuransi normal. Biaya lebih asuransi akan menjadi beban tersendiri buat pengusaha, selain beban inefisiensi luar biasa dalam aktivitas kepelabuhanan di Tanjung Perak.
Hal ini menimbulkan dampak yang sangat merugikan komunitas kepelabuhanan Tanjung Perak. Ini dipicu penanganan yang berlarut terkait pemindahan pipa gas bawah laut milik Kodeco Energy Ltd yang selalu molor dari waktu yang dijadwalkan.
Ketua DPC Indonesian National Shipowners Association (INSA) Surabaya, Stevens H Lesawengen membenarkan bila sejumlah asuransi Internasional mulai enggan memberikan jaminan atas proses ekspor-impor dari dan ke Tanjung Perak.
"Salah satu asuransi itu bernama PNI yang berkantor pusat di Inggris dan telah merilis Tanjung Perak merupakan kawasan high risk. Sehingga, sangat berisiko untuk dijamin lembaga asuransi. Kondisi ini perlu ditanggapi, karena penyebabnya pipa gas Kodeco yang memotong alur di APBS," tegasnya seusai diskusi Terapi Dosis Tinggi pada Pipa Kodeco di APBS di Resto Seulawah, Jl Perak Timur Surabaya, Kamis (19/8/2010) malam.
Keengganan kalangan asuransi internasional, lanjut Steven, dikarenakan kebijakan penanganan pipa gas Kodeco dinilai tidak tegas, dari ditetapkan waktu relokasi dengan batas waktu 1 Juli 2010, kini tidak jadi dilaksanakan malah diubah dengan dipendam sedalam minus 19 meter low water spring (LWS) yang dimulai 27 Agustus 2010 dan selesai 10 November 2010.
Sejumlah asosiasi kepelabuhanan di Tanjung Perak, seperti APBMI, INSA, Kadin, Gafeksi, Ginsi dan GPEI mendesak pipa Kodeco dipindah paling lambat akhir 2011. Ini karena pada 2012, pemerintah akan melakukan pelebaran alur di APBS dari 100 meter menjadi 200 meter. Ini juga untuk menyongsong era perdagangan bebas pada tahun 2014.
Sementara itu, Wakil Ketua Kadin Jatim Deddy Suhajadi menegaskan kalangan asosiasi pelaku usaha di Pelabuhan Tanjung Perak tengah memikirkan untuk menempuh langkah hukum terkait keberadaan pipa gas Kodeco yang dinilai melanggar regulasi. Yakni, terkait pemasangan atau penanaman benda di alur pelayaran.
"Regulasi itu berupa surat keputusan Dirjen Perhubungan Laut No.GM.771/9/5/DN-07 pada 7 September 2007. Dalam aturan itu disebutkan bila ada sesuatu termasuk pipa melintang alur ditanam minus 30 meter LWS, sejajar alur ditanam minus 16 meter LWS dan untuk di luar alur ditanam minus 2 meter LWS. Kok bisa aturan itu dilanggar," tukasnya.
Langkah hukumnya, kata Deddy, akan diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), karena pasti ada dasar untuk memasang pipa kodeco itu hingga memotong alur. [tok/gir]
Hal ini menimbulkan dampak yang sangat merugikan komunitas kepelabuhanan Tanjung Perak. Ini dipicu penanganan yang berlarut terkait pemindahan pipa gas bawah laut milik Kodeco Energy Ltd yang selalu molor dari waktu yang dijadwalkan.
Ketua DPC Indonesian National Shipowners Association (INSA) Surabaya, Stevens H Lesawengen membenarkan bila sejumlah asuransi Internasional mulai enggan memberikan jaminan atas proses ekspor-impor dari dan ke Tanjung Perak.
"Salah satu asuransi itu bernama PNI yang berkantor pusat di Inggris dan telah merilis Tanjung Perak merupakan kawasan high risk. Sehingga, sangat berisiko untuk dijamin lembaga asuransi. Kondisi ini perlu ditanggapi, karena penyebabnya pipa gas Kodeco yang memotong alur di APBS," tegasnya seusai diskusi Terapi Dosis Tinggi pada Pipa Kodeco di APBS di Resto Seulawah, Jl Perak Timur Surabaya, Kamis (19/8/2010) malam.
Keengganan kalangan asuransi internasional, lanjut Steven, dikarenakan kebijakan penanganan pipa gas Kodeco dinilai tidak tegas, dari ditetapkan waktu relokasi dengan batas waktu 1 Juli 2010, kini tidak jadi dilaksanakan malah diubah dengan dipendam sedalam minus 19 meter low water spring (LWS) yang dimulai 27 Agustus 2010 dan selesai 10 November 2010.
Sejumlah asosiasi kepelabuhanan di Tanjung Perak, seperti APBMI, INSA, Kadin, Gafeksi, Ginsi dan GPEI mendesak pipa Kodeco dipindah paling lambat akhir 2011. Ini karena pada 2012, pemerintah akan melakukan pelebaran alur di APBS dari 100 meter menjadi 200 meter. Ini juga untuk menyongsong era perdagangan bebas pada tahun 2014.
Sementara itu, Wakil Ketua Kadin Jatim Deddy Suhajadi menegaskan kalangan asosiasi pelaku usaha di Pelabuhan Tanjung Perak tengah memikirkan untuk menempuh langkah hukum terkait keberadaan pipa gas Kodeco yang dinilai melanggar regulasi. Yakni, terkait pemasangan atau penanaman benda di alur pelayaran.
"Regulasi itu berupa surat keputusan Dirjen Perhubungan Laut No.GM.771/9/5/DN-07 pada 7 September 2007. Dalam aturan itu disebutkan bila ada sesuatu termasuk pipa melintang alur ditanam minus 30 meter LWS, sejajar alur ditanam minus 16 meter LWS dan untuk di luar alur ditanam minus 2 meter LWS. Kok bisa aturan itu dilanggar," tukasnya.
Langkah hukumnya, kata Deddy, akan diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), karena pasti ada dasar untuk memasang pipa kodeco itu hingga memotong alur. [tok/gir]
Gubernur Jatim Geregetan Kodeco
Permasalahan pipa gas milik Kodeco Energy Co Ltd melintang di alur perairan barat Surabaya (APBS) Pelabuhan Tanjung Perak yang tak kunjung usai membuat geregetan Gubernur Jatim Soekarwo.
Untuk itu, pihaknya mendesak Kodeco untuk segera memperdalam letak pipa gas yang melintang itu. Kalau tidak segera diperdalam, gubernur mengkawatirkan terjadi ledakan karena pipa bergesekan dengan badan kapal. Apalagi di dasar APBS juga tertanam jaringan listrik milik PLN untuk memenuhi kebutuhan listrik Madura.
"Saat ini terjadi problem mendasar di Tanjung Perak. Waktu yang dibutuhkan untuk bongkar muat menjadi lebih lama hingga 5 hari. Padahal, biasanya sesuai standar internasional maksimal hanya 2 hari. Selain itu, pipa gas Kodeco itu terus terang ini menghambat rencana memperdalam dan memperlebar alur di pelabuhan," kata Soekarwo ketika menerima perwakilan BP Migas dan Kodeco di kantor gubernur, Senin (12/4/2010).
Menurut dia, kondisi itu jika dibiarkan terus berlangsung, dikhawatirkan akan memperburuk citra Jatim. Yakni, bisa menghambat laju investasi masuk ke Jatim. Untuk mengatasi masalah itu, Pemprov Jatim memang berencana memperluas pelabuhan dengan memperdalam dan memperlebar APBS.
Tetapi, posisi pipa gas milik Kodeco yang melintang dari pulau Madura ke Gresik menghambat rencana tersebut. Bahkan pipa tersebut sangat menggangu alur pelayaran. Sejak dipasang sekitar dua tahun lalu, letak pipa Kodeco yang berada di APBS memang langsung diprotes banyak pihak.
Kawasan letak pipa Kodeco merupakan alur pelayaran yang setiap hari dilalui sekitar 150 kapal barang maupun kapal penumpang berskala besar yang akan keluar maupun masuk pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
"Solusinya Kodeco harus segera memperdalam letak pipanya. Ini karena saya memahami tidak mungkin memindahkan lokasi pipa karena membutuhkan biaya yang lebih besar," imbuhnya.
Manager Produksi Lapangan Kodeco Johny Pasaribu menjelaskan, sesuai hasil pertemuan dengan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi dan Keuangan Oktober 2009 lalu, kepada Kodeco hanya diperintahkan untuk menambah rambu-rambu tanda bahaya di atas laut di sekitar letak pipa.
Pihak Kodeco sudah memperdalaman letak pipa. Jika sebelumnya berada di dasar laut atau sekitar 10 meter dari permukaan laut, kini telah diperdalam dengan memendam tiga meter di bawah seabelt (tanah keras dasar laut), sehingga letak pipa sudah berada di kedalaman 13 meter dari atas permukaan laut.
Meski begitu, hasil rapat terakhir di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut beberapa waktu lalu, Kodeco diminta memperdalam lagi letak pipa di kedalaman 3 meter dari posisi saat ini, sehingga letak pipa nantinya berada di kedalaman 6 meter di bawah seabelt.
Johny Pasaribu mengatakan bahwa Kodeco akan segera memperdalam letak pipanya, terutama yang posisinya paling dekat dengan alur pelayaran laut. "Pendalaman akan dilakukan Mei hingga Juni 2010 mendatang. Untuk selanjutnya seluruh pipa yang melintangi selat sejauh 1.200 meter juga akan diperdalam," tuturnya.
Untuk diketahui, pipa Kodeco dalam sehari mengalirkan 210 juta meter kubik gas. Di antaranya untuk kebutuhan PLN sebesar 113 juta meter kubik, PT Petrokimia Gresik 25 juta meter kubik, Perusahaan Gas Negara (PGN) 28 juta meter kubik, PT Media Karya Sentosa (perusahaan gas) 34 meter kubik, serta kepada salah satu BUMD di Gresik 17 juta meter kubik.
Untuk itu, pihaknya mendesak Kodeco untuk segera memperdalam letak pipa gas yang melintang itu. Kalau tidak segera diperdalam, gubernur mengkawatirkan terjadi ledakan karena pipa bergesekan dengan badan kapal. Apalagi di dasar APBS juga tertanam jaringan listrik milik PLN untuk memenuhi kebutuhan listrik Madura.
"Saat ini terjadi problem mendasar di Tanjung Perak. Waktu yang dibutuhkan untuk bongkar muat menjadi lebih lama hingga 5 hari. Padahal, biasanya sesuai standar internasional maksimal hanya 2 hari. Selain itu, pipa gas Kodeco itu terus terang ini menghambat rencana memperdalam dan memperlebar alur di pelabuhan," kata Soekarwo ketika menerima perwakilan BP Migas dan Kodeco di kantor gubernur, Senin (12/4/2010).
Menurut dia, kondisi itu jika dibiarkan terus berlangsung, dikhawatirkan akan memperburuk citra Jatim. Yakni, bisa menghambat laju investasi masuk ke Jatim. Untuk mengatasi masalah itu, Pemprov Jatim memang berencana memperluas pelabuhan dengan memperdalam dan memperlebar APBS.
Tetapi, posisi pipa gas milik Kodeco yang melintang dari pulau Madura ke Gresik menghambat rencana tersebut. Bahkan pipa tersebut sangat menggangu alur pelayaran. Sejak dipasang sekitar dua tahun lalu, letak pipa Kodeco yang berada di APBS memang langsung diprotes banyak pihak.
Kawasan letak pipa Kodeco merupakan alur pelayaran yang setiap hari dilalui sekitar 150 kapal barang maupun kapal penumpang berskala besar yang akan keluar maupun masuk pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
"Solusinya Kodeco harus segera memperdalam letak pipanya. Ini karena saya memahami tidak mungkin memindahkan lokasi pipa karena membutuhkan biaya yang lebih besar," imbuhnya.
Manager Produksi Lapangan Kodeco Johny Pasaribu menjelaskan, sesuai hasil pertemuan dengan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi dan Keuangan Oktober 2009 lalu, kepada Kodeco hanya diperintahkan untuk menambah rambu-rambu tanda bahaya di atas laut di sekitar letak pipa.
Pihak Kodeco sudah memperdalaman letak pipa. Jika sebelumnya berada di dasar laut atau sekitar 10 meter dari permukaan laut, kini telah diperdalam dengan memendam tiga meter di bawah seabelt (tanah keras dasar laut), sehingga letak pipa sudah berada di kedalaman 13 meter dari atas permukaan laut.
Meski begitu, hasil rapat terakhir di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut beberapa waktu lalu, Kodeco diminta memperdalam lagi letak pipa di kedalaman 3 meter dari posisi saat ini, sehingga letak pipa nantinya berada di kedalaman 6 meter di bawah seabelt.
Johny Pasaribu mengatakan bahwa Kodeco akan segera memperdalam letak pipanya, terutama yang posisinya paling dekat dengan alur pelayaran laut. "Pendalaman akan dilakukan Mei hingga Juni 2010 mendatang. Untuk selanjutnya seluruh pipa yang melintangi selat sejauh 1.200 meter juga akan diperdalam," tuturnya.
Untuk diketahui, pipa Kodeco dalam sehari mengalirkan 210 juta meter kubik gas. Di antaranya untuk kebutuhan PLN sebesar 113 juta meter kubik, PT Petrokimia Gresik 25 juta meter kubik, Perusahaan Gas Negara (PGN) 28 juta meter kubik, PT Media Karya Sentosa (perusahaan gas) 34 meter kubik, serta kepada salah satu BUMD di Gresik 17 juta meter kubik.
Desak Pipa Kodeco Dipindah dari APBS
Komunitas Kepelabuhanan Tanjung Perak Ancam Gugat Pemerintah
suarasurabaya.net| Komunitas kepelabuhanan di Tanjung Perak ancam menggugat pemerintah yang tetap mempertahankan pipa Kodeco di Alur Perairan Barat Surabaya (APBS). Komunitas yang diantaranya terdiri dari INSA, KADIN, GPEI, GINSI, dan masih banyak lainnya minta pipa Kodeco tidak hanya diperdalam menjadi 19 LWS (low water sprink) tapi dipindahkan dari posisinya sekarang yang memotong APBS di 3 titik.
DEDI SUHAJADI Wakil Ketua Kadin Jawa Timur, Kamis (19/08) mengatakan karena pipa Kodeco yang kini tertanam hanya 8,5 LWS, praktis hanya kapal-kapal berbobot mati kurang dari 12 gross ton yang bisa lewat di celah sempit kurang dari 100 meter di APBS. Kapal-kapal dengan bobot mati lebih dari 12 gross ton harus berhati-hati masuk ke Tanjung Perak lewat APBS. Tidak mungkin masuk jika tanpa kapal pandu.
Hal ini menimbulkan dampak yang sangat merugikan komunitas kepelabuhanan Tanjung Perak. Bahkan asuransi internasional enggan menjamin kapal-kapal yang masuk APBS dengan polis asuransi normal. Biaya lebih asuransi, kata dia, jadi beban tersendiri buat pengusaha selain beban inefisiensi luar biasa dalam aktivitas kepelabuhanan di Tanjung Perak.
Selama ini komunitas kepelabuhanan Tanjung Perak menilai pemerintah pusat belum serius menangani masalah ini. Saat kunjungan 5 menteri, Sabtu (14/08) lalu di Tanjung Perak, bukannya dorongan agar pipa Kodeco dipindahkan, malah HATTA RAJASA Menko Perekonomian berkomentar pemindahan pipa Kodeco bisa dilakukan dalam kurun 10 tahun ke depan. Lebih lanjut, Menteri BUMN hanya mengamini pendalaman pipa tuntas 10 Nopember 2010. Ini dinilai komunitas kepelabuhanan sebagai sinyalemen semakin berlarutnya krisis pipa Kodeco di APBS.
PRIJANTO Ketua Pokja Pengamanan dan Penyelamatan APBS Kadin Jatim menambahkan, pipa Kodeco yang mengalirkan gas dari eksploitasi lepas pantai perairan Barat Madura ke Gresik itu sangat membahayakan pelayaran. Setiap saat, kata dia, bisa terjadi ledakan pipa gas kalau terbentur dasar kapal.
Komunitas kepelabuhanan Tanjung Perak mendesak pipa Kodeco dipindah paling lambat akhir 2011 karena awal 2012, akan dilakukan pelebaran APBS dari 100 meter menjadi 200 meter. Ini untuk menyongsong era perdagangan bebas Amerika, China, dan Asia Pasifik pada tahun 2014.
Jika tidak, DEDI SUHAJADI menegaskan, pihaknya akan siapkan langkah hukum untuk menggugat pihak-pihak yang bertanggungjawab atas pembangunan pipa bawah laut itu.(edy)
DEDI SUHAJADI Wakil Ketua Kadin Jawa Timur, Kamis (19/08) mengatakan karena pipa Kodeco yang kini tertanam hanya 8,5 LWS, praktis hanya kapal-kapal berbobot mati kurang dari 12 gross ton yang bisa lewat di celah sempit kurang dari 100 meter di APBS. Kapal-kapal dengan bobot mati lebih dari 12 gross ton harus berhati-hati masuk ke Tanjung Perak lewat APBS. Tidak mungkin masuk jika tanpa kapal pandu.
Hal ini menimbulkan dampak yang sangat merugikan komunitas kepelabuhanan Tanjung Perak. Bahkan asuransi internasional enggan menjamin kapal-kapal yang masuk APBS dengan polis asuransi normal. Biaya lebih asuransi, kata dia, jadi beban tersendiri buat pengusaha selain beban inefisiensi luar biasa dalam aktivitas kepelabuhanan di Tanjung Perak.
Selama ini komunitas kepelabuhanan Tanjung Perak menilai pemerintah pusat belum serius menangani masalah ini. Saat kunjungan 5 menteri, Sabtu (14/08) lalu di Tanjung Perak, bukannya dorongan agar pipa Kodeco dipindahkan, malah HATTA RAJASA Menko Perekonomian berkomentar pemindahan pipa Kodeco bisa dilakukan dalam kurun 10 tahun ke depan. Lebih lanjut, Menteri BUMN hanya mengamini pendalaman pipa tuntas 10 Nopember 2010. Ini dinilai komunitas kepelabuhanan sebagai sinyalemen semakin berlarutnya krisis pipa Kodeco di APBS.
PRIJANTO Ketua Pokja Pengamanan dan Penyelamatan APBS Kadin Jatim menambahkan, pipa Kodeco yang mengalirkan gas dari eksploitasi lepas pantai perairan Barat Madura ke Gresik itu sangat membahayakan pelayaran. Setiap saat, kata dia, bisa terjadi ledakan pipa gas kalau terbentur dasar kapal.
Komunitas kepelabuhanan Tanjung Perak mendesak pipa Kodeco dipindah paling lambat akhir 2011 karena awal 2012, akan dilakukan pelebaran APBS dari 100 meter menjadi 200 meter. Ini untuk menyongsong era perdagangan bebas Amerika, China, dan Asia Pasifik pada tahun 2014.
Jika tidak, DEDI SUHAJADI menegaskan, pihaknya akan siapkan langkah hukum untuk menggugat pihak-pihak yang bertanggungjawab atas pembangunan pipa bawah laut itu.(edy)
Gubernur Jatim : Pemerintah Pusat Hambat Perekonomian Jatim dgn PiPa Kodeco
SURABAYA--MI: Gubernur Jawa Timur (Jatim) Soekarwo menganggap pemerintah pusat menghambat laju pertumbuhan perekonomian di daerahnya menyusul berlarut-larutnya penyelesaian pipa migas milik Kodeco Energy Ltd.
"Sepertinya, pemerintah pusat itu menghambat laju perekonomian di Jatim. Buktinya, pipa Kodeco yang keleleran (terbengkalai) dibiarkan saja," katanya di Surabaya, Minggu (15/8).
Menurut dia, keberadaan pipa itu selama ini menyandera perekonomian Jatim. "Jadi, kami sangat mengharapkan kesungguhan pemerintah pusat untuk membantu menyelesaikan persoalan ini," katanya.
Pernyataan senada disampaikan Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jatim Chaerul Djaelani. "Pipa itu sudah jelas mengganggu laju perekonomian di Jatim," paparnya.
Menurut dia, pipa Kodeco yang melintang di Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) itu sangat mengganggu kapal-kapal besar yang hendak membongkar muatannya di Pelabuhan Tanjung Perak.
Chaerul menambahkan, jalur APBS nantinya akan terkoneksi dengan tol laut lepas. "Keberadaan APBS itu diproyeksikan untuk membangkitkan perekonomian Jatim secara luas, baik bagi masyarakat Madura maupun daerah pendukung lainnya," ujarnya.
Sebelumnya, pipa itu terpasang 6 meter di bawah dasar laut. Kemudian Pemprov Jatim meminta dipendam lagi hingga 19 meter. Namun Kodeco dan pihak BP Migas bersikeras memendamnya sampai 12 meter saja. Saat ini posisi pipa masih terpendam sekitar 8,5 meter di bawah dasar laut.
Dalam pertemuan dengan enam menteri di kantor PT Terminal Peti Kemas Surabaya, Sabtu (14/8) lalu, Menteri Perhubungan Freddy Numberi meminta pipa tersebut segera dipindahkan menyusul rencana pembangunan Pelabuhan Socah, Bangkalan, Madura.
Sementara itu, Menteri Perekonomian Hatta Rajasa menolak anggapan yang dilontarkan Gubernur Jatim itu. "Justru kami sangat mengapresiasi pertumbuhan perekonomian di Jatim yang melebihi pertumbuhan perekonomian nasional," katanya.
Bahkan, yang lebih membanggakannya, kredit yang disalurkan pihak perbankan di Jatim lebih banyak terserap untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Oleh sebab itu, pihaknya sangat serius memperhatikan persoalan pipa Kodeco. (Ant/OL-8)
http://www.mediaindonesia.com/read/2010/08/15/162368/21/2/Pemerintah-Pusat-Dianggap-Hambat-Perekonomian-Jatim
SURABAYA--MI: Gubernur Jawa Timur (Jatim) Soekarwo menganggap pemerintah pusat menghambat laju pertumbuhan perekonomian di daerahnya menyusul berlarut-larutnya penyelesaian pipa migas milik Kodeco Energy Ltd.
"Sepertinya, pemerintah pusat itu menghambat laju perekonomian di Jatim. Buktinya, pipa Kodeco yang keleleran (terbengkalai) dibiarkan saja," katanya di Surabaya, Minggu (15/8).
Menurut dia, keberadaan pipa itu selama ini menyandera perekonomian Jatim. "Jadi, kami sangat mengharapkan kesungguhan pemerintah pusat untuk membantu menyelesaikan persoalan ini," katanya.
Pernyataan senada disampaikan Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jatim Chaerul Djaelani. "Pipa itu sudah jelas mengganggu laju perekonomian di Jatim," paparnya.
Menurut dia, pipa Kodeco yang melintang di Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) itu sangat mengganggu kapal-kapal besar yang hendak membongkar muatannya di Pelabuhan Tanjung Perak.
Chaerul menambahkan, jalur APBS nantinya akan terkoneksi dengan tol laut lepas. "Keberadaan APBS itu diproyeksikan untuk membangkitkan perekonomian Jatim secara luas, baik bagi masyarakat Madura maupun daerah pendukung lainnya," ujarnya.
Sebelumnya, pipa itu terpasang 6 meter di bawah dasar laut. Kemudian Pemprov Jatim meminta dipendam lagi hingga 19 meter. Namun Kodeco dan pihak BP Migas bersikeras memendamnya sampai 12 meter saja. Saat ini posisi pipa masih terpendam sekitar 8,5 meter di bawah dasar laut.
Dalam pertemuan dengan enam menteri di kantor PT Terminal Peti Kemas Surabaya, Sabtu (14/8) lalu, Menteri Perhubungan Freddy Numberi meminta pipa tersebut segera dipindahkan menyusul rencana pembangunan Pelabuhan Socah, Bangkalan, Madura.
Sementara itu, Menteri Perekonomian Hatta Rajasa menolak anggapan yang dilontarkan Gubernur Jatim itu. "Justru kami sangat mengapresiasi pertumbuhan perekonomian di Jatim yang melebihi pertumbuhan perekonomian nasional," katanya.
Bahkan, yang lebih membanggakannya, kredit yang disalurkan pihak perbankan di Jatim lebih banyak terserap untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Oleh sebab itu, pihaknya sangat serius memperhatikan persoalan pipa Kodeco. (Ant/OL-8)
http://www.mediaindonesia.com/read/2010/08/15/162368/21/2/Pemerintah-Pusat-Dianggap-Hambat-Perekonomian-Jatim
Pemendaman Pipa Kodeco Telan Cost Recovery US$ 17 Juta
21 Oct 2010
Pemendaman Pipa Kodeco Telan Cost Recovery US$ 17 Juta
JAKARTA - Pemerintah akan mengeluarkan dana cost recovery sebesar US$ 17 juta untuk memendam pipa gas milik Kodeco Energy hingga kedalaman 19 meter di Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS). Pemendaman pipa dilakukan mengingat untuk menghindari insiden pelayaran.
"Pemerintah akan mengeluarkan USS 17 juta. Dana tersebut bersumber dari dana cost recovery kata Kepala Divisi Manajemen Proyek Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Iwan Ratman kepada Investor Daily di Jakarta, Rabu (20/10).
Sementara itu, Kepala Dinas Humas BP Migas Elan Biantoro mengatakan, proses pegerukan laut sedalam 19 meter untuk memendam pipa gas milik Kodeco itu sudah mulai dilakukan sejak Selasa (19/10).
Elan mengatakan, pihaknya siap memperdalam pipa gas Kodeco agar keberadaan pipa tersebut tidak menghambat sistem pelayaran di perairan Surabaya. "Soal keterlambatan itu di luar kontrol kita. Kapal (kapal keruk) datang pada 13 Oktober laluu. Namun, ada surat menyurat yang harus dibereskan. Tapi sekarang sudah diselesaikan dan sekarang pekerjaan sudah mulai berjalan," ujar Elan kepada In-vestor Daily melalui telepon genggam, Jakarta, Selasa (19/10).
Elan menjelaskan, pipa Kodeco saat ini berada di kedalaman yang sama dengan kedalaman laut yakni 9. meter. Namun kedalaman 9 meter tersebut dirasa mengganggu pelayaran, lantaran keberadaan pipa tersebut memotong alur-ari pelayaran bisnis perhubungan laut. Sebelum kegiatan pendalaman, dilakukan pengerukan di sepanjang jalur pipa gas yang membentang di APBS. Pada pertemuan dengan sejumlah pihak terkait, BP Migas meminta pengerukan hingga sedalam 19 meter agar tidak akan mengganggu pelayaran. "Proyek pengerukan membutuh-kan waktu hingga enam tahun yang dimulai sejak tahun ini," jelas Elan.
Menurut Elan, pengerukan dilakukan secara bertahap mulai dari kedalaman 12 meter, 14 meter, 16 meter, hingga kemudian sedalam 19 meter. Proses pengerukan itu sendiri bakal rampung pada 2016.
Dia mengakui, selama ini di jalur pelayaran tersebut sering terjadi insiden yang diakibatkan oleh hantaman jangkar ke pipa. Untuk itu perlu adanya pengamanan. Namun, pemindahan pipa ke jalur yang baru membutuhkan waktu lama.
Elan mengatakan, sudah ada kesepakatan antara BP Migas, Kodeco, dan Indonesian National Shipowner Association (INSA) untuk mengeruk hingga kedalaman 16 meter, dan BP Migas sudah berkomitmen untuk tidak mengganggu pelayaran.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan, pihaknya mendesak Kementerian Perhubungan, khususnya Direktorat Jenderal Perhubungan Laut agar segera memberlakukan denda harian akibat keteledoran operator Kodeco yang hingga 14 Oktober 2010 belum melakukan aktivitas pemendaman pipa gas bawah laut "Meski kapal yang akan memendam pipa telah berada di perairan Tanjung Bulupandan, Kecamatan Arosbaya, Kabupaten Bangkalan, tapi Kodeco telah ingkar janji. Sesuai kesepakatan, proses pemendaman mesti dilakukan 14 Oktober 2010, tapi nyatanya tidak ada aktivitas. Denda harian mesti diterapkan," kata Soekarwo. (did/ros)
http://bataviase.co.id/node/426992
Note : Dengan dilakukannya pekerjaan pendalaman dan atau pemendaman sementara Pipa Kodeco ini kan berarti membuktikan bahwa Pemasangan Pipa Kodeco itu telah melanggar.......dan pastinya telah terjadi pemborosan anggaran negara berkali lipat, coba deh bayangkan dari Proses Pemasangan Pipa yg "Salah", Negara sudah Keluar Biaya ($ ..?.. Juta), karena "SALAH" lalu dilakukan Pekerjaan Pendalaman Sementara atas PiPa Gas Kodeco yg sudah dipasang tapi karena kesalahan pemasangan, Negara Keluar Biaya lagi ($ 17 Juta US), dan terakhir adalah Pemindahan Pipa Gas yg disesuaikan dgn rencana awal ($ ...?...Juta), Negara Keluar biaya lagi ...... belum kalau ada mark up biaya, jadi Masalah Pipa Kodeco, akibat Pelanggaran dan atau Kesalahan dan atau Kelalaian dari BP Migas sebagai Regulator Hulu Migas, Negara telah melakukan Pemborosan Dana Rakyat Indonesia dan Telah Merugikan Ekonomi Jawa Timur, JADI SANGAT PATUT DIDUGA ADA UNSUR PIDANA disini ...... Hayoooo Mana BPK ?, mana KPK ?, mana Pak Polisi ?, mana Kejaksaan ?
__._,_.___
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar