Siaran Pers
Konferensi Internasional Filsafat Hukum
dan Temu Ilmiah Filsafat Hukum Asosiasi Filsafat Hukum Nasional (AFHI)
2 - 4 September 2014
Apakah Pendidikan Hukum kita mengajarkan Keadilan Sosial?
[Jakarta, 3 September 2014] Sekalipun sila ke-5 Pancasila menegaskan soal Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, faktanya, pendidikan hukum di Indonesia tidak banyak atau bahkan nihil menawarkan gagasan keadilan sosial. Hal ini terungkap dalam presentasi dan diskusi di hari pertama Konferensi Internasional Filsafat Hukum dan Temu Ilmiah Filsafat Hukum Asosiasi Filsafat Hukum Nasional (AFHI) pada 2 September 2014.
Ketua AFHI, Herlambang P. Wiratraman, menyampaikan bahwa dalam beberapa tahun terakhir ini keprihatinan masyarakat dunia tentang keadilan dan ketidakadilan semakin meningkat. “Fakultas hukum dan para sarjana hukum harus menyadari bahwa saat ini telah terjadi pembajakan wacana tentang keadilan dan menyerang hak-hak rakyat. Sehingga kita harus mendekati keadilan tidak hanya dari perspektif doktrinal, tetapi juga melihat dari sisi hukum, keadilan, dan ketidakadilan, terutama dari pengalaman dan perdebatan filosofis”.
Dr. Derk Venema, dari Netherlands Journal of Legal Philosophy, yang juga wakil dari The Netherlands Association for Philosophy of Law (Vereniging voor Wijsbegeerte van het Recht) yang menjadi pembicara kunci di Konferensi Internasional ini memaparkan perlunya memahami soal keadilan transisi, yang merupakan kombinasi antara apa yang disebut keadilan sosial dan keadilan legal/hukum. Derk juga mengungkapkan pengalaman sejumlah negara, terutama belajar dari pengalaman Eropa.
Sementara itu, Dr. Myrna A Safitri, Direktur Epistema Institute memaparkan betapa kompleksnya konflik dan soal keadilan eko-sosial di Indonesia berkaitan dengan memburuknya pengelolaan sumberdaya alam. Deforestasi secara masif, telah melahirkan meluasnya ketidakadilan sosial. Dan yang menyedihkan, hukum seakan tak mampu bekerja secara baik dalam mendorong perubahan kebijakan dan politik kekuasaan yang mempromosikan keadilan ekologis dan sosial. “Konflik sumber daya alam telah menyebabkan kemiskinan struktural pada masyarakat yang tinggal di sekitar dan di dalam hutan. 21% dari mereka hidup di bawah garis kemiskinan.” Myrna pun berharap agar kampus mampu melihat realitas, dan menerjemahkahkan dalam Tridarma Perguruan Tinggi.
Patrick Burgess, President of Asia Justice and Rights (AJAR) mengemukakan sejumlah pendekatan melihat perkembangan reformasi hukum, termasuk dalam soal keadilan transisi. Ia mengemukakan beberapa pemikiran filosofis terkait ‘space’ ekologis dan kemanusiaan, dengan mengutip fikiran Vandana Shiva soal ‘Earth Democracy’.
Konferensi ini dilaksanakan selama tiga hari, sejak tanggal 2 September 2014 hingga 4 September 2014 di Binus University. Kegiatan ini merupakan kegiatan bersama antara Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia (AFHI) dengan Universitas Bina Nusantara, Universitas Pancasila, Universitas Atmadjaya, Universitas Airlangga, STF Driyarkara, KontraS, Lembaga Independensi Peradilan (LeIP), Satjipto Raharjo Institute, Epistema Institute dan Perkumpulan HuMa.
Tak kurang dari 35 makalah dipresentasikan dalam Konferensi Internasional dan 106 makalah dipresentasikan dalam Konferensi Nasional. Harapannya, Konferensi ini dapat mendorong terbukanya ruang debat lebih luas dan tajam soal regangan isu keadilan hukum, keadilan sosial dan keadilan eko-sosial. [ ]
Kontak media :
Luluk Uliyah, Epistema Institute, HP. 0815 1986 8887
-- Luluk Uliyah Knowledge and Media Manager Epistema Institute Jl. Jati Mulya IV No.23, Jakarta 12540 Telp. 021‐78832167, Fax.021‐7823957, HP. 0815 1986 8887 www.epistema.or.id | fb: Epistema Inst | t: @yayasanepistema “Belajar dan Berbagi untuk Keadilan Eko-Sosial”
This email is free from viruses and malware because avast! Antivirus protection is active. |
Posted by: Luluk Uliyah <lulukuliyah@gmail.com>
Reply via web post | • | Reply to sender | • | Reply to group | • | Start a New Topic | • | Messages in this topic (1) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar