Kasus Korupsi Irjend Djoko Susilo & Perang Badar Dalam Tubuh Polri
by @Kusuma_Putri99
Persaingan & perseteruan dalam perebutan jabatan basah beserta kasus-kasus korupsi dalam tubuh polri
Sjk awal, Kapolri (TB 1) Timur Pradopo merasa tdk suka dg Djoko Susilo yg dinilainya terlalu mengakar di kalangan jajaran Lalulintas Polri. Djoko pun sangat dikenal sbg "orang" nya Wakapolri (TB2) Nanan Sukarna. Sdh menjadi rahasia umum Djoko Soesilo merupakan motor utama dalam tim sukses Nanan. Djoko bersama Wakapolda Bali I Ketut Untung Yoga Ana dan Kapolda Jateng Edward Aritonang (sdh pensiun) dikenal sbg 3 Serangkai-nya Nanan. Soliditas mereka bertambah kuat saat ketiganya menjalani pendidikan Sespati (Sekolah Staf Perwira Tinggi) 4 tahun lalu. Motor utama tim sukses yg dimaksud di atas adalah Djoko menggalang dukungan khususnya di Korps Lalulintas (Korlantas) dan elemen lain di kepolisian, DPR, Pers dan LSM untuk meng-gol-kan Nanan Sukarna menduduki posisi TB1.
Djoko jg sangat kuat akar dan jaringannya di kalangan wartawan, khususnya di kalangan pers yg biasa meliput bidang hukum dan kriminal. Karena selain Djoko "murah hati", Djoko juga sangat frendly dan rendah hati di kalangan pekerja pers tsb. Kedekatan Djoko dgn wartawan sdh sejak dirinya menjabat sbg Kabag Regident Ditlantas Polda Metro dengan pangkat AKBP, Kemudian menjadi Kapolrestro Bekasi, Kapolres Jakarta Utara, Dirlantas Polda Metro, Wadirlantas Mabes Polri, Dirlantas Mabes Polri hingga Kakorlantas Polri dgn pangkat bintang 2.
Saat Djojo menjabat Gubernur Akpol masih cukup banyak wartawan di Jakarta yg menyambanginya ke Semarang. Djoko tdk pernah selektif dlm menjalin pertemanan dgn wartawan. Baik wartawan media besar, middle, kecil hingga wartawan bodrek sekalipun diterima hangat oleh Djoko dgn "tangan terbuka".
Dijadikan TSK-nya Djoko oleh KPK, merupakan "pukulan" bagi wartawan yg menjalin hubungan pertemanan dgn Djoko. Djoko jg dikenal sbg perwira polisi pembangun. Mulai Djoko menjabat Kapolres Kota Bekasi dan Kapolres Jakarta Utara. Djoko lah yg membangun gedung polres shg menjadi kuat dan terlihat megah. Ketika Djoko menjabat Direkktur Lalulintas Polda Metro selama 4 thn, Djoko yg membangun gedung Direktorat Lalulintas menjadi begitu gagah dan megah, kemudian disebut sbg Gedung Biru. Dia jg membangun Trafick Managemen Centre Polda Metro, gedung Samsat hingga gedung utama Kapolda Metro. Dia jg membangun Trafick Managemen Centre Polda Metro, geung Samsat hingga gedung utama Kapolda Metro
Kembali ke Timur. Apa lacur? Timur Pradopo yang sejak 1998 masuk "kotak" ketika meletusnya peristiwa. Penembakan Mahasiswa Trisakti saat ia menjabat sebagai Kapoles Jakarta Barat yg memicu kerusuhan Mei 1998. Malangnya nasib Timur bertambah ketika dia dimutasi menjadi Kapolres Jakarta Pusat, lagi2 meletus peristiwa Semanggi 1 pada th 1999. Tapi pasca Kapolri Sutanto yg masih di era Presiden SBY, Timur "diam-diam" justru diproyeksikan SBY sbg Kapolri. Menggantikan kandidat utama Susno yg sedang bermasalah pada saat itu. Maka pelan2 dikeluarkanlah Timur dari "kotaknya" itu. Timur setelah menjabat sebagai Kapolres Jakarta Pusat, dia melanglangbuana tak tentu arah. Dia menjabat Kapuskodalops Polda Jawa Barat, Kapolwiltabes Bandung, Kakortarsis Dediklat Akpol, Irwasda Polda Bali. Titik terang dimulai 2005 saat dia menjabat Kapolda Banten, Kaselapa Lemdiklat Polri 2008, Staff Ahli Kapolri BHD di bidang sosial 2008. Melejit saat menjabat Kapolda Jabar 2008-2010, Kapolda Metro Jaya, Kabaharkam Polri baru kemudian mjd Kapolri Oleh Presiden SBY, sebenarnya yg hendak dijadikan Kapolri adalah Susno Duadjisno "kecemplung" kasus Cicak-Buaya yg merembet ke kasus2 lain Spt ketika Susno mengungkap ke publik adanya permainan perkara Gayus Tambunan, Syahril Johan hingga rekayasa kasus Antasari Ashar
Terpaksa "plan B" digunakan yaitu Timur Pradopo yg "harus" menggantikan BHD sbg Kapolri. Padahal Susno diketahui sbg "anak buah kesyangan" SBY saat di Bosnia dulu. Sudah menjadi rahasia umum juga di kalangan internal kepolisian kalau SBY sangat "perhatian". Terhadap para perwira polisi yg pernah ikut bersamanya saat SBY memimpin pasukan perdamaian PBB di Bosnia pd th 1996 lalu. Selain Timur Pradopo dan Susno Duadji, Kapolri Bambang Hendarso Danuri (BHD) juga pernah bertugas di Bosnia. Padahal di era Presiden Gus Dur yg Kapolrinya Bimantoro dan Presiden Megawati yg Kapolrinya Dai Bachtiar, Mereka selama bertahun-tahun berdinas tanpa posisi strategis yang empuk. Mereka2 ini tidak pernah siajak masuk ke "gerbongnya" Kapolri Bimantoro apalagi penggantinya, Kapolri Dai Bachtiar. Mereka "nobody" di kalangan kepolisian saat itu
Tapi nasib baik muncul saat Demokrat dan SBY muncul 2004. Mereka ; Sutanto, BHD, Timur, Susno "terangkat" karirnya dan melejit-lejit menjadi petinggi-petinggi kepolisian. Gerbong Bimantoro-Dai Bachtiar pelan-pelan "terkikis". Hanya Makbul Padmanegara sisa anggt gerbongnya Dai Bachtiar yg "bertahan" krn bermain "cantik"shg dpt mencapai posisi Wakapolri (TB 2). Padahal ketika Makbul menjabat Kapolda Metro Jaya dgn pangkat Inspektur Jenderal (Irjen), BHD hanya salah satu anak buahnya Makbul dgn jabatan Sesditserse dgn pangkat Komisaris Besar (Kombes). Bayangkan "sakitnya" Makbul yg di "plot" sbg Kapolri menggantikan Dai Bachtiar kalo sj Megawati SP berhasil menang dlm Pilpres 2004 lalu. Tp nasib berkata lain, grup "Pasundan" Jawa Barat (Dai-Makbul) selesai. digantikan grup "Majapahit" Jawa Timur ketika SBY berkuasa dimana Sutanto mjd Kapolri.
Kembali ke Timur, setelah menjabat Kapolda Banten selama 3 th kemudian bbrp bulan menjabat Kaselapa Polri dan Sahli Kapolri. Dia pun dijadikan Kapolda Jawa Barat dengan pangkat bintang 2 dgn "tugas" mensukseskan Pemilu 2009 dan "mensukseskan" Demokrat dan SBY-Boediono di Jawa Barat dengan cara mengerahkan segenap potensi Keluarga Besar Polisi. "Mensukseskan" Demokrat dan SBY-Boediono di Jawa Barat dengan cara mengerahkan segenap potensi Keluarga Besar Polisi. Sukses bertugas, usai Pemilu 2009 sbg "hadia" Timur mendapat tugas sbg Kapolda Metro Jaya
Tak sampai setahun menjabat Kapolda Metro, Timur diangkat sbg Kepala Baharkam Polri dgn dianugerahi bintang 3. Tak sampai setahun menjabat Kapolda Metro, Timur diangkat sbg Kepala Baharkam Polri dg dianugerahi bintang 3. Sepekan sbg Kepala Baharkam, Timur dipilih sbg Kapolri. Setelah Susno "selesai", SBY hanya inginkan Timur sbg Kapolri. Itu sebabnya saat 3 nama yg disodorkan Kapolri BHD ke SBY sbg kandidat Kapolri saat itu, yaitu Nanan Sukarna, Imam Sudjarwo dan Timur P. Justru hanya nama Timur yg disodorkan SBY kepada DPR untuk di fit proper test. Hancurlah harapan Nanan dan trio serangkainya Djoko - I Ketut Untung Yoga Ana – Edward Aritonang.
Setelah Timur ditetapkan sbg Kapolri, Nanan hanya kebagian jatah Wakapolri. Sejak itulah perseteruan senyap & dingin mulai berlangsung. Perseteruan tsb sebenarnya sama saja ketika BHD menjabat Kapolri dimana Makbul sbg Wakapolri. Namun bHD cenderung mengalah kpd Makbul, krn bagaimanapun Makbul adalah senior jauh BHD bahkan pernah mjd atasan yg begitu dihormatinya
Lain cerita dgn Timur dan Nanan. Memang Timur dan Nanan rekan satu angkatan sbg taruna Akpol 1978. Tp Nanan sbg taruna terbaik peraih Adhi Makayasa Polri. Sedangkan Timur tergolong biasa-biasa saja. Nanan pun dianggap sbg "sisa" kelompok Pasundan-nya Dai Bachtiar, dimana Nanan menjabat Wakapolda Metro Jaya (2003-2004) ketika Kapolda-nya dijabat Makbul Padmanegara. "cold fight" antara Timur dan Nanan memang semakin menghangat.
Berbagai gejolak sosial di tengah masyarakat dianggap "keteledoran" Nanan yg kurang maksimal membenahi internal Polri. Ledakan mercon di Gelora Senayan saat SBY menonton bola, peledakan bom di gereja di Solo, bentrokan di Bima, Lampung dll jg dianggap sbg "kesalahan" Nanan. Belum lagi mutasi besar-besaran di kalangan Pamen dan Pati ketika awal2 Timur menjabat Kapolri dianggap upaya menempatkan "orang-orangnya" Nanan di berbagai jabatan strategis di kepolisian.
Kembali ke Djoko Soesilo. Saat di bulan2 terakhir BHD menjabat Kapolri, Ditlantas Mabes Polri dinaikkan levelnya mjd Korp Lantas Polri. Saat itu posisi Direktur Lantas Mabes Polri dijabat Djoko Soesilo dgn pangkat Brigjen. setelah sebelumnya Djoko menjabat sbg Wakil Direktur Lantas Mabes Polri dgn pangkat Kombes.. Sebelumnya, Djoko menjabat Direktur Lantas Polda Metro mengikuti Sespati bersama I Ketut Untung Yoga Ana dan Edward Aritonang.. Usai menjalani Sespati dimana Djoko Soesilo terpilih sbg siswa terbaik, ia pun dipromosikan sbg Wadirlantas Mabes Polri. Bbrp bulan menjabat Djoko Soesilo langsung naik sbg Dirlantas Polri dgn pangkat bintang 1. Djoko yg menggagas Polisi Masyarakat (Polmas) oleh Kapolri BHD dinaikkan pangkatnya menjadi bintang 2 (Irjen) seiring dgn naiknya level Ditlantas Polri itu mjd Korlantas Polri.
Salah satu kesuksesan Djoko saat menjabat Wadirlantas dan Dirlantas Mabes Polri saat Djoko "mengamankan" kepentingan tugas dan wewenang Polri ketika RUU Lalulintas dan Angkutan Jalan (RUU LLAJ) yg digodok di DPR pd Januari hingga Mei 2009. Saat itu dlm draft RUU LLAJ yang diajukan Kementerian Perhubungan (Pemerintah), disebutkan dlm salah satu pasalnya hendak mengambil alih proses penerbitan SIM, STNK dan BPKB menjadi salah satu tugas dan wewenang Kementerian Perhubungan. Tentu saja Polri "menjerit" dgn salah satu pasal dlm draft RUU itu. Sebab dlm hal SIM, STNK, BPKB – lah Polri mendapat pasokan "darah segar" dalam operasionalnya. termasuk menggemukkan pundi-pundi kekayaan para petinggi Polri itu.
Sekedar tahu saja, uang "suap" dan pungli diperoleh dari SIM, STNK, BPKB, mutasi, balik nama, pesanan nopol cantik, nopol khusus & nopol blank (bebas pajak) dan cek fisik. Khusus hanya di Polda Metro saja menerima sekitar Rp 2 milyar setiap harinya. coba hitung kalau ada 33 Direktorat Lalulintas Polda di seluruh wilayah NKRI ini ?
Tim khususpun dibentuk Polri, yg dimotori Djoko Susilo sbg Direktur Lalulintas Mabes Polri untuk menggagalkan rencana Pemerintah cq Kementerian Perhubungan itu. Djoko jg dibantu Edward Aritonang yg saat itu menjabat Kepala Divisi Humas Mabes Polri dan I Ketut Untung Yoga Ana sbg Kabag Penerangan Umum Mabes Polri kemudian diporomosi mjd Wakil Kepala Divisi Humas Mabes Polri. Berbagai "gerilya" dilakukan. Mulai ke anggt DPR khususnya jajaran Komisi III yg membawahi kepolisian & Komisi V yg membawahi perhubungan
"Gerilya" jg dilakukan ke berbagai kantor media massa dan LSM-LSM. Para peneliti dan pemerhati perhubungan jg menjadi sasaran "proyek penggagalan" pasal yg diajukan pemerintah. yg dinilai akan "merampas" kenikmatan duniawi mereka. Bidang komunikasi dilakukan Edward dan Ketut.. Berbagai dalih diajukan, mulai dalih hanya polisi yg sangat mengerti ilmu forensik kendaraan, mencegah dan mengusut aksi terorisme dgn menggunakan bom mobil yg sdh direkayasa shg sulit diidentifikasi. Maupun mencegah maraknya kejahatan curanmor. Banyak dalih2 lain yg diajukan, dgn menggunakan corong LSM, anggt dewan, pers dan peneliti dan pemerhati perhubungan yg sdh "dibeli".. Kerja tim khusus Djoko Soesilo, Edward Aritongang, I Ketut Untung Yoga cs sangat sukses. Mungkin ratusan milyar uang bahkan lebih yg "ditebar" untuk mengamankan wewenang2 Polri dalam lalulintas itu.
Djoko dinilai sangat berhasil melakukan tugasnya sbg motor tim khusus dlm menggagalkan keinginan Kemenhub.. RUU LLAJ disahkan pada minggu keempat Mei 2009 dimana Polri tetap memegang wewenang tanpa berubah sedikitpun. Polri tetap memiliki wewenang menerbitkan SIM, STNK dan BPKB maupun wewenang lain terkait lalulintas itu. Saat sedang "ramai2nya" RUU LLAJ itu, di saat yg bersamaan itu, mencuat kasus pembunuhan Direktur PT RNI Nazrudin Zulkarnaen yg tewas ditembak di Tanggerang. Ketua KPK Antasari Azhar yg ssaat itu sedang getol menyadap hubungan HP para petinggi Polri terseret mjd tersangka utama pembunuhnya. Mungkin kalau Antasari Azhar tetap sbg Ketua KPK saat itu, akan banyak petinggi Polri dan anggota dewan yg ditangkapinya krn terlibat transaksi jor-joran dlm proses tarik ulur RUU LLAJ itu.
Selanjutnya, ketika Djoko menjadi Korlantas dan Timur menjabat Kapolda Metro Jaya, benih-benih ketidak sukaan Timur kepada petinggi2 jajaran Lalulintas Polri terlihat ketika pengganti Djoko sbg Direktur Lalulintas Polda Metro Jaya,. Kombes Condro Kirono digantikan Kombes Royke Lumowa. Nanan-Djoko-Condro sebenarnya sdh punya calonnya sendiri sbg penggantinya Condro sbg Dirlantas Polda Metro Jaya. Tp yg muncul justru Royke Lumowa yg diduga kuat sbg orang "titipan" Cikeas, karena isterinya Royke adalah dokter tentara dari Kowad yg merupakan salah satu anggota tim kedokterannya Ibu Ani Yudhoyono. Timur juga menjadi "tidak suka" kpd Djoko, selain krn Djoko sangat kental warna Nanan-nya. Juga karena Djoko mau menerima kenaikan pangkat bintang 2 dari Kapolri BHD. Pdhl sebelumnya Timur sdh meminta Djoko agar mau menjadi Staf Ahlinya (Sahli) kalau dirinya menjabat Kapolri nantinya. Tp Djoko berfikir lain, kesempatan harus diambil dan toh yg paling bagus potensinya menjadi Kapolri nantinya adalah Nanan. Tp arah angin politik tdk dapat ditebak Djoko. Timur yg mjd Kapolri.
Demi menjaga "kebersihannya" di mata Cikeas, dan krn muncul benih ketidaksukaannya pd Djoko, makanya Timur diketahui paling pantang menerima "upeti" dari jajaran Lalulintas yg dipimpin Djoko ini. Persoalan jg muncul saat Djoko menolak sistem Inafis dimasukkan sbg program terpadu dlm proses pengambilan identitas bagi peserta SIM. "Program alat simulator pd proses pengambilan SIM harus jalan terus. Program Inafis silakan dilakukan sendiri oleh reserse (Bareskrim). Janganlah program identitifikasi pada Inafis dicampur baurkan dgn SIM," begitu kira-kira dalih Djoko saat menolak dipadukannya program Inafis itu ke SIM. Djoko pun kala itu sedang perlu dana untuk membangun Nasional TMC (NTMC) Korlantas Polri di samping TMC Polda Metro Jaya yg dibangun pula oleh Djoko. Djoko memang perwira pembangun. Saat itulah kekesalan Timur terhadap Djoko semakin menjadi. Tp gaya "Majapahit" tetap berlaku. Walau "tdk suka" kpd Djoko. Tp Timur tetap "merestui" Djoko menduduki jbtn Gub. Akpol yg dilantiknya pd 2 Maret 2012. Jebakan Batman ??
"Perseteruan" kembali menghangat krn Kapolri Timur Pradopo sdh harus pensiun pd 10 Januari 2013 di saat umurnya 57 thn. Siapa penggantinya ? SBY berharap penggantinya Timur adalah "orang muda" yg berprestasi gemilang, cerdas, santun, rendah hati, penurut & yg utama, selain dpt mengamankan Pemilu 2014 jg dpt kendalikan Polri setelah SBY lengser setidaknya 4 th seusai Pemilu 2014. Siapa ? pilihan ada pada "2 anak muda" yg memenuhi kriteria tsb. Kapolda Jawa Barat Irjen Putut Bayu Eko Seno yg disukai Timur, dan Djoko Susilo perwira andalannya Nanan. Sama-sama Akpol angkatan 1984 dan sama2 lahir 1961. Keduanya baru pensiun dari Polri pd 2018, 4 thn setelah Pemilu 2014 atau setahun jelang Pemilu 2019.
Djoko sangat memenuhi kriteria tp Djoko belum pernah pegang komando wilayah setingkat Polda type A. Djoko Soesilo harus menjadi Kapolda. Syukur-syukur Kapolda Metro, baru selanjutnya layak mendapat bintang 3. Yg berarti tinggal selangkah lagi menjadi Kapolri. Bayangkan Kapolri dari jajaran lalulintas yg memang akan sangat langka. Tp Djoko memang istimewa. Mendapat bbrp penghargaan Presiden SBY. Prestasi Djoko jauh lbh baik dibanding Putut.
Timur yg hanya dlm hitungan 5 bulan ke depan sdh harus masuk Masa Persiapan Pensiun (MPP) pasti dia "tdk terima" kalau pengganti sementaranya Nanan Sukarna. Sebab Nanan pasti akan memuluskan menjadikan Djoko sbg Kapolri. Timur pun tahu kasus Simulator SIM, dan menolak mentah2 "upeti" yg disodorkan Djoko. Timur tahu soal pemukulan thdp Bambang Sukotjo. Timur tahu Sutkojo dijebloskan ke penjara lewat pengadilan Bandung Jawa Barat. Timur juga tahu upaya naik banding Sutkojo berbuah kenaikan jumlah hukuman yg diterima Sutkojo.
Majalah Tempo memblow up kasus ini hanya 50 hari sejak Djoko dilantik sbg Gubernur Akpol. Majalah Forum mengikutinya. Media2 lain diam saja. Djoko sangat dekat dgn media dan pekerja pers. Sutkojo terus "berteriak" masalah ketidakadilan yg menimpanya. Bersama tim pengacaranya Sutkojo juga melapor ke KPK !
Gong berbunyi. Djoko yg sdh masuk "Jebakan Batman" harus menerima dampaknya. Pers harus mjd gempar ! 26 jam belasan penyidik KPK dan barang bukti yg disita harus "mendekam" di Mabak II (sebutan Markas Korlantas Polri). Jajaran Korlantas Polri yg sebelumnya sangat "welcome" saat KPK datang menggeledah yg dimulai jam 4 sore Senin 30 Juli. Tp 4 jam kemudian mendadak didatangi jajaran reserse dari Bareskrim Mabes Polri bahkan disusul dgn kedatangan Kepala Bareskrim Mabes Polri Komjen Sutarman. Jajaran Bareskrim langsung menghalangi proses penggeledahan. Cekcok mulut dan pelarangan keras terlontar dari pihak reserse. Para petugas Korlantas hanya "melongo" bingung dgn apa yg sdg terjadi. Tengah malamnya 3 pimpinan KPK termasuk Abraham Samad datang. Perdebatan 3 pimpinan KPK itu berlangsung 3 jam dari tengah malam Senin 30 Juli itu hingga jam 3 pagi Selasa 31 Juli dgn Kabareskrim Sutarman yg didampingi beberapa direktur penyidiknya. Perdebatan menemui jalan buntu. Jam 6 pagi keluar statement KPK, Irjen Djoko Soesilo jd tersangka KPK. Jam 8 pagi pernyatan resmi KPK keluar lagi. "Irjen Djoko Soesilo jd tersangka KPK dlm kasus Simulator SIM"
Bayangkan, Gubernur Akpol Irjen Djoko Susilo yg begitu cemerlang karir kepolisiannya jd tersangka kasus korupsi oleh KPK. Tapi berita memang blm mencapai "ledakan" maksimal. Barang bukti dan penyidik KPK tetap dihalangi keluar dari markas Korlantas itu. Berita semakin dramatis. Sepanjang hari Selasa 31 Juli mulai pagi hingga sore berita di internet (online) khususnya, maupun di radio dan televisi berita didominasi insiden "penyanderaan" dan jadi tersangkanya Irjen Djoko Soesilo sang Gubernur Akpol. Wartawan dan fotografer pers dari berbagai penjuru memenuhi Mabak II. Puluhan wartawan yg di Semarang "memburu" Irjen Djoko Soesilo di komplek Akpol. Menkopolhukam angkat bicara, "Engak ada cecak dan buaya jilid II".
GONG ! Besoknya Rabu 1 Agustus nyaris semua koran nasional dan lokal memuat berita utama : "Irjen Djoko Susilo Gubernur Akademi Kepolisian menjadi tersangka korupsi KPK !!!", "Perang ala Majapahit" sukses ? Nanan yg sering membuat "mangkel" Timur disebut-sebut menerima "upeti" dari proyek Simulator SIM itu ? berapa ? 10 milyar ? 20 milyar ? 30 milyar ? siapa lagi perwira tinggi Polri yg menerima ? semua tergantung Djoko saat diperiksa penyidik KPK yg hanya berpangkat Komisaris Polisi (Kompol). Bintang 2 (Irjen) diperiksa melati 1 (kompol). Tamat riwayat kepolisian Djoko Soesilo. Djoko sudah habis..bis..bis.. Hancur nama besarnya. Bisa masuk penjara. Dan yg pasti tidak mungkin jadi Kapolri
Sekian "Kasus Korupsi Irjen Djoko S dan Perang Bandar di Tubuh Polri" terima kasih yang sudah menyimak @Setkab_RI @billykompas Inafis: proyek Komputerisasi IT sidik jari, yg mark up harganya & gagal .. ada dugaan Djoko yg membocorkan & menggagalkan proyek bareskrim ini tetap akibat dari pertarungan internal Polri
Persaingan & perseteruan dalam perebutan jabatan basah beserta kasus-kasus korupsi dalam tubuh polri
Sjk awal, Kapolri (TB 1) Timur Pradopo merasa tdk suka dg Djoko Susilo yg dinilainya terlalu mengakar di kalangan jajaran Lalulintas Polri. Djoko pun sangat dikenal sbg "orang" nya Wakapolri (TB2) Nanan Sukarna. Sdh menjadi rahasia umum Djoko Soesilo merupakan motor utama dalam tim sukses Nanan. Djoko bersama Wakapolda Bali I Ketut Untung Yoga Ana dan Kapolda Jateng Edward Aritonang (sdh pensiun) dikenal sbg 3 Serangkai-nya Nanan. Soliditas mereka bertambah kuat saat ketiganya menjalani pendidikan Sespati (Sekolah Staf Perwira Tinggi) 4 tahun lalu. Motor utama tim sukses yg dimaksud di atas adalah Djoko menggalang dukungan khususnya di Korps Lalulintas (Korlantas) dan elemen lain di kepolisian, DPR, Pers dan LSM untuk meng-gol-kan Nanan Sukarna menduduki posisi TB1.
Djoko jg sangat kuat akar dan jaringannya di kalangan wartawan, khususnya di kalangan pers yg biasa meliput bidang hukum dan kriminal. Karena selain Djoko "murah hati", Djoko juga sangat frendly dan rendah hati di kalangan pekerja pers tsb. Kedekatan Djoko dgn wartawan sdh sejak dirinya menjabat sbg Kabag Regident Ditlantas Polda Metro dengan pangkat AKBP, Kemudian menjadi Kapolrestro Bekasi, Kapolres Jakarta Utara, Dirlantas Polda Metro, Wadirlantas Mabes Polri, Dirlantas Mabes Polri hingga Kakorlantas Polri dgn pangkat bintang 2.
Saat Djojo menjabat Gubernur Akpol masih cukup banyak wartawan di Jakarta yg menyambanginya ke Semarang. Djoko tdk pernah selektif dlm menjalin pertemanan dgn wartawan. Baik wartawan media besar, middle, kecil hingga wartawan bodrek sekalipun diterima hangat oleh Djoko dgn "tangan terbuka".
Dijadikan TSK-nya Djoko oleh KPK, merupakan "pukulan" bagi wartawan yg menjalin hubungan pertemanan dgn Djoko. Djoko jg dikenal sbg perwira polisi pembangun. Mulai Djoko menjabat Kapolres Kota Bekasi dan Kapolres Jakarta Utara. Djoko lah yg membangun gedung polres shg menjadi kuat dan terlihat megah. Ketika Djoko menjabat Direkktur Lalulintas Polda Metro selama 4 thn, Djoko yg membangun gedung Direktorat Lalulintas menjadi begitu gagah dan megah, kemudian disebut sbg Gedung Biru. Dia jg membangun Trafick Managemen Centre Polda Metro, gedung Samsat hingga gedung utama Kapolda Metro. Dia jg membangun Trafick Managemen Centre Polda Metro, geung Samsat hingga gedung utama Kapolda Metro
Kembali ke Timur. Apa lacur? Timur Pradopo yang sejak 1998 masuk "kotak" ketika meletusnya peristiwa. Penembakan Mahasiswa Trisakti saat ia menjabat sebagai Kapoles Jakarta Barat yg memicu kerusuhan Mei 1998. Malangnya nasib Timur bertambah ketika dia dimutasi menjadi Kapolres Jakarta Pusat, lagi2 meletus peristiwa Semanggi 1 pada th 1999. Tapi pasca Kapolri Sutanto yg masih di era Presiden SBY, Timur "diam-diam" justru diproyeksikan SBY sbg Kapolri. Menggantikan kandidat utama Susno yg sedang bermasalah pada saat itu. Maka pelan2 dikeluarkanlah Timur dari "kotaknya" itu. Timur setelah menjabat sebagai Kapolres Jakarta Pusat, dia melanglangbuana tak tentu arah. Dia menjabat Kapuskodalops Polda Jawa Barat, Kapolwiltabes Bandung, Kakortarsis Dediklat Akpol, Irwasda Polda Bali. Titik terang dimulai 2005 saat dia menjabat Kapolda Banten, Kaselapa Lemdiklat Polri 2008, Staff Ahli Kapolri BHD di bidang sosial 2008. Melejit saat menjabat Kapolda Jabar 2008-2010, Kapolda Metro Jaya, Kabaharkam Polri baru kemudian mjd Kapolri Oleh Presiden SBY, sebenarnya yg hendak dijadikan Kapolri adalah Susno Duadjisno "kecemplung" kasus Cicak-Buaya yg merembet ke kasus2 lain Spt ketika Susno mengungkap ke publik adanya permainan perkara Gayus Tambunan, Syahril Johan hingga rekayasa kasus Antasari Ashar
Terpaksa "plan B" digunakan yaitu Timur Pradopo yg "harus" menggantikan BHD sbg Kapolri. Padahal Susno diketahui sbg "anak buah kesyangan" SBY saat di Bosnia dulu. Sudah menjadi rahasia umum juga di kalangan internal kepolisian kalau SBY sangat "perhatian". Terhadap para perwira polisi yg pernah ikut bersamanya saat SBY memimpin pasukan perdamaian PBB di Bosnia pd th 1996 lalu. Selain Timur Pradopo dan Susno Duadji, Kapolri Bambang Hendarso Danuri (BHD) juga pernah bertugas di Bosnia. Padahal di era Presiden Gus Dur yg Kapolrinya Bimantoro dan Presiden Megawati yg Kapolrinya Dai Bachtiar, Mereka selama bertahun-tahun berdinas tanpa posisi strategis yang empuk. Mereka2 ini tidak pernah siajak masuk ke "gerbongnya" Kapolri Bimantoro apalagi penggantinya, Kapolri Dai Bachtiar. Mereka "nobody" di kalangan kepolisian saat itu
Tapi nasib baik muncul saat Demokrat dan SBY muncul 2004. Mereka ; Sutanto, BHD, Timur, Susno "terangkat" karirnya dan melejit-lejit menjadi petinggi-petinggi kepolisian. Gerbong Bimantoro-Dai Bachtiar pelan-pelan "terkikis". Hanya Makbul Padmanegara sisa anggt gerbongnya Dai Bachtiar yg "bertahan" krn bermain "cantik"shg dpt mencapai posisi Wakapolri (TB 2). Padahal ketika Makbul menjabat Kapolda Metro Jaya dgn pangkat Inspektur Jenderal (Irjen), BHD hanya salah satu anak buahnya Makbul dgn jabatan Sesditserse dgn pangkat Komisaris Besar (Kombes). Bayangkan "sakitnya" Makbul yg di "plot" sbg Kapolri menggantikan Dai Bachtiar kalo sj Megawati SP berhasil menang dlm Pilpres 2004 lalu. Tp nasib berkata lain, grup "Pasundan" Jawa Barat (Dai-Makbul) selesai. digantikan grup "Majapahit" Jawa Timur ketika SBY berkuasa dimana Sutanto mjd Kapolri.
Kembali ke Timur, setelah menjabat Kapolda Banten selama 3 th kemudian bbrp bulan menjabat Kaselapa Polri dan Sahli Kapolri. Dia pun dijadikan Kapolda Jawa Barat dengan pangkat bintang 2 dgn "tugas" mensukseskan Pemilu 2009 dan "mensukseskan" Demokrat dan SBY-Boediono di Jawa Barat dengan cara mengerahkan segenap potensi Keluarga Besar Polisi. "Mensukseskan" Demokrat dan SBY-Boediono di Jawa Barat dengan cara mengerahkan segenap potensi Keluarga Besar Polisi. Sukses bertugas, usai Pemilu 2009 sbg "hadia" Timur mendapat tugas sbg Kapolda Metro Jaya
Tak sampai setahun menjabat Kapolda Metro, Timur diangkat sbg Kepala Baharkam Polri dgn dianugerahi bintang 3. Tak sampai setahun menjabat Kapolda Metro, Timur diangkat sbg Kepala Baharkam Polri dg dianugerahi bintang 3. Sepekan sbg Kepala Baharkam, Timur dipilih sbg Kapolri. Setelah Susno "selesai", SBY hanya inginkan Timur sbg Kapolri. Itu sebabnya saat 3 nama yg disodorkan Kapolri BHD ke SBY sbg kandidat Kapolri saat itu, yaitu Nanan Sukarna, Imam Sudjarwo dan Timur P. Justru hanya nama Timur yg disodorkan SBY kepada DPR untuk di fit proper test. Hancurlah harapan Nanan dan trio serangkainya Djoko - I Ketut Untung Yoga Ana – Edward Aritonang.
Setelah Timur ditetapkan sbg Kapolri, Nanan hanya kebagian jatah Wakapolri. Sejak itulah perseteruan senyap & dingin mulai berlangsung. Perseteruan tsb sebenarnya sama saja ketika BHD menjabat Kapolri dimana Makbul sbg Wakapolri. Namun bHD cenderung mengalah kpd Makbul, krn bagaimanapun Makbul adalah senior jauh BHD bahkan pernah mjd atasan yg begitu dihormatinya
Lain cerita dgn Timur dan Nanan. Memang Timur dan Nanan rekan satu angkatan sbg taruna Akpol 1978. Tp Nanan sbg taruna terbaik peraih Adhi Makayasa Polri. Sedangkan Timur tergolong biasa-biasa saja. Nanan pun dianggap sbg "sisa" kelompok Pasundan-nya Dai Bachtiar, dimana Nanan menjabat Wakapolda Metro Jaya (2003-2004) ketika Kapolda-nya dijabat Makbul Padmanegara. "cold fight" antara Timur dan Nanan memang semakin menghangat.
Berbagai gejolak sosial di tengah masyarakat dianggap "keteledoran" Nanan yg kurang maksimal membenahi internal Polri. Ledakan mercon di Gelora Senayan saat SBY menonton bola, peledakan bom di gereja di Solo, bentrokan di Bima, Lampung dll jg dianggap sbg "kesalahan" Nanan. Belum lagi mutasi besar-besaran di kalangan Pamen dan Pati ketika awal2 Timur menjabat Kapolri dianggap upaya menempatkan "orang-orangnya" Nanan di berbagai jabatan strategis di kepolisian.
Kembali ke Djoko Soesilo. Saat di bulan2 terakhir BHD menjabat Kapolri, Ditlantas Mabes Polri dinaikkan levelnya mjd Korp Lantas Polri. Saat itu posisi Direktur Lantas Mabes Polri dijabat Djoko Soesilo dgn pangkat Brigjen. setelah sebelumnya Djoko menjabat sbg Wakil Direktur Lantas Mabes Polri dgn pangkat Kombes.. Sebelumnya, Djoko menjabat Direktur Lantas Polda Metro mengikuti Sespati bersama I Ketut Untung Yoga Ana dan Edward Aritonang.. Usai menjalani Sespati dimana Djoko Soesilo terpilih sbg siswa terbaik, ia pun dipromosikan sbg Wadirlantas Mabes Polri. Bbrp bulan menjabat Djoko Soesilo langsung naik sbg Dirlantas Polri dgn pangkat bintang 1. Djoko yg menggagas Polisi Masyarakat (Polmas) oleh Kapolri BHD dinaikkan pangkatnya menjadi bintang 2 (Irjen) seiring dgn naiknya level Ditlantas Polri itu mjd Korlantas Polri.
Salah satu kesuksesan Djoko saat menjabat Wadirlantas dan Dirlantas Mabes Polri saat Djoko "mengamankan" kepentingan tugas dan wewenang Polri ketika RUU Lalulintas dan Angkutan Jalan (RUU LLAJ) yg digodok di DPR pd Januari hingga Mei 2009. Saat itu dlm draft RUU LLAJ yang diajukan Kementerian Perhubungan (Pemerintah), disebutkan dlm salah satu pasalnya hendak mengambil alih proses penerbitan SIM, STNK dan BPKB menjadi salah satu tugas dan wewenang Kementerian Perhubungan. Tentu saja Polri "menjerit" dgn salah satu pasal dlm draft RUU itu. Sebab dlm hal SIM, STNK, BPKB – lah Polri mendapat pasokan "darah segar" dalam operasionalnya. termasuk menggemukkan pundi-pundi kekayaan para petinggi Polri itu.
Sekedar tahu saja, uang "suap" dan pungli diperoleh dari SIM, STNK, BPKB, mutasi, balik nama, pesanan nopol cantik, nopol khusus & nopol blank (bebas pajak) dan cek fisik. Khusus hanya di Polda Metro saja menerima sekitar Rp 2 milyar setiap harinya. coba hitung kalau ada 33 Direktorat Lalulintas Polda di seluruh wilayah NKRI ini ?
Tim khususpun dibentuk Polri, yg dimotori Djoko Susilo sbg Direktur Lalulintas Mabes Polri untuk menggagalkan rencana Pemerintah cq Kementerian Perhubungan itu. Djoko jg dibantu Edward Aritonang yg saat itu menjabat Kepala Divisi Humas Mabes Polri dan I Ketut Untung Yoga Ana sbg Kabag Penerangan Umum Mabes Polri kemudian diporomosi mjd Wakil Kepala Divisi Humas Mabes Polri. Berbagai "gerilya" dilakukan. Mulai ke anggt DPR khususnya jajaran Komisi III yg membawahi kepolisian & Komisi V yg membawahi perhubungan
"Gerilya" jg dilakukan ke berbagai kantor media massa dan LSM-LSM. Para peneliti dan pemerhati perhubungan jg menjadi sasaran "proyek penggagalan" pasal yg diajukan pemerintah. yg dinilai akan "merampas" kenikmatan duniawi mereka. Bidang komunikasi dilakukan Edward dan Ketut.. Berbagai dalih diajukan, mulai dalih hanya polisi yg sangat mengerti ilmu forensik kendaraan, mencegah dan mengusut aksi terorisme dgn menggunakan bom mobil yg sdh direkayasa shg sulit diidentifikasi. Maupun mencegah maraknya kejahatan curanmor. Banyak dalih2 lain yg diajukan, dgn menggunakan corong LSM, anggt dewan, pers dan peneliti dan pemerhati perhubungan yg sdh "dibeli".. Kerja tim khusus Djoko Soesilo, Edward Aritongang, I Ketut Untung Yoga cs sangat sukses. Mungkin ratusan milyar uang bahkan lebih yg "ditebar" untuk mengamankan wewenang2 Polri dalam lalulintas itu.
Djoko dinilai sangat berhasil melakukan tugasnya sbg motor tim khusus dlm menggagalkan keinginan Kemenhub.. RUU LLAJ disahkan pada minggu keempat Mei 2009 dimana Polri tetap memegang wewenang tanpa berubah sedikitpun. Polri tetap memiliki wewenang menerbitkan SIM, STNK dan BPKB maupun wewenang lain terkait lalulintas itu. Saat sedang "ramai2nya" RUU LLAJ itu, di saat yg bersamaan itu, mencuat kasus pembunuhan Direktur PT RNI Nazrudin Zulkarnaen yg tewas ditembak di Tanggerang. Ketua KPK Antasari Azhar yg ssaat itu sedang getol menyadap hubungan HP para petinggi Polri terseret mjd tersangka utama pembunuhnya. Mungkin kalau Antasari Azhar tetap sbg Ketua KPK saat itu, akan banyak petinggi Polri dan anggota dewan yg ditangkapinya krn terlibat transaksi jor-joran dlm proses tarik ulur RUU LLAJ itu.
Selanjutnya, ketika Djoko menjadi Korlantas dan Timur menjabat Kapolda Metro Jaya, benih-benih ketidak sukaan Timur kepada petinggi2 jajaran Lalulintas Polri terlihat ketika pengganti Djoko sbg Direktur Lalulintas Polda Metro Jaya,. Kombes Condro Kirono digantikan Kombes Royke Lumowa. Nanan-Djoko-Condro sebenarnya sdh punya calonnya sendiri sbg penggantinya Condro sbg Dirlantas Polda Metro Jaya. Tp yg muncul justru Royke Lumowa yg diduga kuat sbg orang "titipan" Cikeas, karena isterinya Royke adalah dokter tentara dari Kowad yg merupakan salah satu anggota tim kedokterannya Ibu Ani Yudhoyono. Timur juga menjadi "tidak suka" kpd Djoko, selain krn Djoko sangat kental warna Nanan-nya. Juga karena Djoko mau menerima kenaikan pangkat bintang 2 dari Kapolri BHD. Pdhl sebelumnya Timur sdh meminta Djoko agar mau menjadi Staf Ahlinya (Sahli) kalau dirinya menjabat Kapolri nantinya. Tp Djoko berfikir lain, kesempatan harus diambil dan toh yg paling bagus potensinya menjadi Kapolri nantinya adalah Nanan. Tp arah angin politik tdk dapat ditebak Djoko. Timur yg mjd Kapolri.
Demi menjaga "kebersihannya" di mata Cikeas, dan krn muncul benih ketidaksukaannya pd Djoko, makanya Timur diketahui paling pantang menerima "upeti" dari jajaran Lalulintas yg dipimpin Djoko ini. Persoalan jg muncul saat Djoko menolak sistem Inafis dimasukkan sbg program terpadu dlm proses pengambilan identitas bagi peserta SIM. "Program alat simulator pd proses pengambilan SIM harus jalan terus. Program Inafis silakan dilakukan sendiri oleh reserse (Bareskrim). Janganlah program identitifikasi pada Inafis dicampur baurkan dgn SIM," begitu kira-kira dalih Djoko saat menolak dipadukannya program Inafis itu ke SIM. Djoko pun kala itu sedang perlu dana untuk membangun Nasional TMC (NTMC) Korlantas Polri di samping TMC Polda Metro Jaya yg dibangun pula oleh Djoko. Djoko memang perwira pembangun. Saat itulah kekesalan Timur terhadap Djoko semakin menjadi. Tp gaya "Majapahit" tetap berlaku. Walau "tdk suka" kpd Djoko. Tp Timur tetap "merestui" Djoko menduduki jbtn Gub. Akpol yg dilantiknya pd 2 Maret 2012. Jebakan Batman ??
"Perseteruan" kembali menghangat krn Kapolri Timur Pradopo sdh harus pensiun pd 10 Januari 2013 di saat umurnya 57 thn. Siapa penggantinya ? SBY berharap penggantinya Timur adalah "orang muda" yg berprestasi gemilang, cerdas, santun, rendah hati, penurut & yg utama, selain dpt mengamankan Pemilu 2014 jg dpt kendalikan Polri setelah SBY lengser setidaknya 4 th seusai Pemilu 2014. Siapa ? pilihan ada pada "2 anak muda" yg memenuhi kriteria tsb. Kapolda Jawa Barat Irjen Putut Bayu Eko Seno yg disukai Timur, dan Djoko Susilo perwira andalannya Nanan. Sama-sama Akpol angkatan 1984 dan sama2 lahir 1961. Keduanya baru pensiun dari Polri pd 2018, 4 thn setelah Pemilu 2014 atau setahun jelang Pemilu 2019.
Djoko sangat memenuhi kriteria tp Djoko belum pernah pegang komando wilayah setingkat Polda type A. Djoko Soesilo harus menjadi Kapolda. Syukur-syukur Kapolda Metro, baru selanjutnya layak mendapat bintang 3. Yg berarti tinggal selangkah lagi menjadi Kapolri. Bayangkan Kapolri dari jajaran lalulintas yg memang akan sangat langka. Tp Djoko memang istimewa. Mendapat bbrp penghargaan Presiden SBY. Prestasi Djoko jauh lbh baik dibanding Putut.
Timur yg hanya dlm hitungan 5 bulan ke depan sdh harus masuk Masa Persiapan Pensiun (MPP) pasti dia "tdk terima" kalau pengganti sementaranya Nanan Sukarna. Sebab Nanan pasti akan memuluskan menjadikan Djoko sbg Kapolri. Timur pun tahu kasus Simulator SIM, dan menolak mentah2 "upeti" yg disodorkan Djoko. Timur tahu soal pemukulan thdp Bambang Sukotjo. Timur tahu Sutkojo dijebloskan ke penjara lewat pengadilan Bandung Jawa Barat. Timur juga tahu upaya naik banding Sutkojo berbuah kenaikan jumlah hukuman yg diterima Sutkojo.
Majalah Tempo memblow up kasus ini hanya 50 hari sejak Djoko dilantik sbg Gubernur Akpol. Majalah Forum mengikutinya. Media2 lain diam saja. Djoko sangat dekat dgn media dan pekerja pers. Sutkojo terus "berteriak" masalah ketidakadilan yg menimpanya. Bersama tim pengacaranya Sutkojo juga melapor ke KPK !
Gong berbunyi. Djoko yg sdh masuk "Jebakan Batman" harus menerima dampaknya. Pers harus mjd gempar ! 26 jam belasan penyidik KPK dan barang bukti yg disita harus "mendekam" di Mabak II (sebutan Markas Korlantas Polri). Jajaran Korlantas Polri yg sebelumnya sangat "welcome" saat KPK datang menggeledah yg dimulai jam 4 sore Senin 30 Juli. Tp 4 jam kemudian mendadak didatangi jajaran reserse dari Bareskrim Mabes Polri bahkan disusul dgn kedatangan Kepala Bareskrim Mabes Polri Komjen Sutarman. Jajaran Bareskrim langsung menghalangi proses penggeledahan. Cekcok mulut dan pelarangan keras terlontar dari pihak reserse. Para petugas Korlantas hanya "melongo" bingung dgn apa yg sdg terjadi. Tengah malamnya 3 pimpinan KPK termasuk Abraham Samad datang. Perdebatan 3 pimpinan KPK itu berlangsung 3 jam dari tengah malam Senin 30 Juli itu hingga jam 3 pagi Selasa 31 Juli dgn Kabareskrim Sutarman yg didampingi beberapa direktur penyidiknya. Perdebatan menemui jalan buntu. Jam 6 pagi keluar statement KPK, Irjen Djoko Soesilo jd tersangka KPK. Jam 8 pagi pernyatan resmi KPK keluar lagi. "Irjen Djoko Soesilo jd tersangka KPK dlm kasus Simulator SIM"
Bayangkan, Gubernur Akpol Irjen Djoko Susilo yg begitu cemerlang karir kepolisiannya jd tersangka kasus korupsi oleh KPK. Tapi berita memang blm mencapai "ledakan" maksimal. Barang bukti dan penyidik KPK tetap dihalangi keluar dari markas Korlantas itu. Berita semakin dramatis. Sepanjang hari Selasa 31 Juli mulai pagi hingga sore berita di internet (online) khususnya, maupun di radio dan televisi berita didominasi insiden "penyanderaan" dan jadi tersangkanya Irjen Djoko Soesilo sang Gubernur Akpol. Wartawan dan fotografer pers dari berbagai penjuru memenuhi Mabak II. Puluhan wartawan yg di Semarang "memburu" Irjen Djoko Soesilo di komplek Akpol. Menkopolhukam angkat bicara, "Engak ada cecak dan buaya jilid II".
GONG ! Besoknya Rabu 1 Agustus nyaris semua koran nasional dan lokal memuat berita utama : "Irjen Djoko Susilo Gubernur Akademi Kepolisian menjadi tersangka korupsi KPK !!!", "Perang ala Majapahit" sukses ? Nanan yg sering membuat "mangkel" Timur disebut-sebut menerima "upeti" dari proyek Simulator SIM itu ? berapa ? 10 milyar ? 20 milyar ? 30 milyar ? siapa lagi perwira tinggi Polri yg menerima ? semua tergantung Djoko saat diperiksa penyidik KPK yg hanya berpangkat Komisaris Polisi (Kompol). Bintang 2 (Irjen) diperiksa melati 1 (kompol). Tamat riwayat kepolisian Djoko Soesilo. Djoko sudah habis..bis..bis.. Hancur nama besarnya. Bisa masuk penjara. Dan yg pasti tidak mungkin jadi Kapolri
Sekian "Kasus Korupsi Irjen Djoko S dan Perang Bandar di Tubuh Polri" terima kasih yang sudah menyimak @Setkab_RI @billykompas Inafis: proyek Komputerisasi IT sidik jari, yg mark up harganya & gagal .. ada dugaan Djoko yg membocorkan & menggagalkan proyek bareskrim ini tetap akibat dari pertarungan internal Polri
__._,_.___
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar