Editorial Epistema Institute: Tanah Ulayat versus Tanah Raja
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri di penghujung tahun 2013 lalu mengusulkan definisi baru mengenai tanah ulayat. Tanah adat --yang dipersamakan oleh surat ini dengan tanah ulayat-- disebutkan sebagai bidang tanah yang di atasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu; tanah ulayat termasuk tanah kerajaan, kraton maupun kesultanan (Sultan Ground).
Surat Edaran ini bertentangan dengan dua peraturan lain, yaitu Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1999 dan UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dimasukkannya tanah kerajaan ke dalam kategori tanah ulayat mempunyai implikasi serius terhadap cara pandang Mendagri mengenai masyarakat hukum adat. Di tengah upaya memperjuangkan pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat hukuma adat dan wilayah adat, dimana tanah-tanah komunal yang disebut tanah ulayat itu berada, maka SE Mendagri ini jelas suatu langkah mundur. Surat ini bersifat kontradiktif dengan misi UUPA untuk membentuk hukum agraria yang bersih dari anasir feodalisme.
Baca selengkapnya tulisan di atas dalam Editorial Epistema Institute di http://epistema.or.id/tanah-ulayat-versus-tanah-raja/
-- Luluk Uliyah Knowledge and Media Manager Epistema Institute Jl. Jati Mulya IV No.23, Jakarta 12540 Telp. 021‐78832167, Fax.021‐7823957, HP. 0815 1986 8887 www.epistema.or.id | fb: Epistema Inst | t: @yayasanepistema “Belajar dan Berbagi untuk Keadilan Eko-Sosial”
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar