Siaran Pers JATAM
KLH Harus "TEGAS" Jalankan Amanat UU PPLH
Terjadinya pengrusakan lingkungan dan perubahan bentang alam akibat industri pertambangan menyebabkan makin luasnya lahan kritis di wilayah Indonesia. Sebanyak 70 persen lahan tergerus seiring obral ijin pertambangan di tingkat daerah dan pusat.
Tahun 2012 adalah tahun obral ijin Usaha Pertambangan (IUP). Total 10.556 IUP dikeluarkan tanpa menghiraukan hak atas lingkungan yang sehat. hampir 34 persen daratan Indonesia telah diserahkan kepada korporasi lewat 10.325 Ijin pertambangan mineral dan batubara. belum termasuk ijin perkebunan skala besar, wilayah kerja migas, panas bumi dan galian C. kawasan pesisir dan laut juga tidak luput dari ekspoiltasi,, lebih dari 16 titik reklamasi, penambangan pasir, pasir laut, dan menjadi pembuangan tailing Newmont dan Freeport.
Undang-Undang Tahun 32 tahun 2009 diharapkan menjadi pedoman terhadap sebuah pengelolaan Sumber Daya Alam. Namun KLH sebagai benteng penyelamatan lingkungan hidup menanggung tanggung jawab yang besar atas ketidak tegasannya dalam Implementasi penyelamatan lingkungan untuk kehidupan esok.
Untuk itu Kementrian Lingkungan Hidup sebagai benteng pelestarian lingkungan hidup yang sehat harus segera menghentikan ijin usaha pertambangan dan mengevaluasi perusahaan-perusahaan pertambangan yang merusak lingkungan serta menutup segera tambang di wilayah hutan mnahan laju daya rusak tambang.
Berdasarkan dengan hal diatas. Maka Jaringan Advokasi Tambang menuntut;
1. KLH HARUS MEMPERTEGAS. SEMUA LEMBAGA PEMERINTAH / NON PEMERINTAH UNTUK PATUH MENJALANKAN AMANAT UU PPLH NO 32/2009.
2. PERTAMBANGAN ADALAH PENYEBAB RUSAKNYA LINGKUNGAN HIDUP MAKA KLH WAJIB PAKSA INSTANSI TERKAIT WAJIB MEMPERTANGGUNGJAWABKAN
3. SEGALA REGULASI PEMANFATAN SDA & LINGKUNGAN DIBAWAH KOORDINASI UU PPLH 32/2009
--
Priyo Pamungkas Kustiadi
08561903417
Media Communication and Outreach
Jaringan Advokasi Tambang
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar