Rabu, 25 Juni 2014

[Media_Nusantara] Release Media Diskusi dan Launching Roadmap: “Rekonfigurasi Hutan Jawa (Sebuah Peta Jalan Usulan CSO)”

 

Rekonfigurasi Hutan Jawa Diperlukan

Untuk Menjawab Tantangan Pengelolaan Hutan

 

 

[Jakarta, 25 Juni 2014] Presiden terpilih nantinya harus mampu melakukan rekonfigurasi hutan Jawa untuk melestarikan hutan guna memperbaiki keseimbangan ekologi Pulau Jawa dan perluasan ruang kelola rakyat untuk mengentaskan kemiskinan masyarakat desa hutan.

 

Rekonfigurasi hutan Jawa harus dimulai dari perubahan paradigma dengan memaknai hutan sebagai satu kesatuan utuh, tidak hanya dilihat sebagai sumber produksi hasil hutan kayu ataupun non kayu. Rekonfigurasi hutan Jawa juga memerlukan perubahan paradigm pada tataran pengelolaannya, dari hanya sekedar bisnis lahan maupun pengusahaan hutan, dikembalikan menjadi pengelolaan hutan yang tidak sekedar lahan dan tidak sekedar pengusahaan. Proses perubahan paradigm pengelolaan hutan Jawa seharusnya juga dimulai dengan merevisi Undang-Undang Kehutanan sebagai dasar kebijakan pengelolaan hutan di Indonesia.

 

"Tata ulang terhadap persoalan tata kuasa atas lahan hutan Jawa mendesak untuk dilakukan, mengingat dalam satu dekade terakhir ini banyak terdapat konflik lahan yang telah menimbulkan korban jiwa," kata Nurul Firmansyah, Koordinator Program, Perkumpulan HuMa Indonesia pada Diskusi dan Launching Roadmap: "Rekonfigurasi Hutan Jawa (Sebuah Peta Jalan Usulan CSO)". Nurul menambahkan "Pengurusan hutan jawa kedepan harus merubah paradigma. Dari kehutanan berbasis komoditas menjadi kehutanan sosial. Akses dan control masyarakat sekitar dan di dalam kawasan hutan menjadi elemen penting"

 

Kegiatan Diskusi dan Launching Roadmap "Rekonfigurasi Hutan Jawa (Sebuah Peta Jalan Usulan CSO)" yang dilaksakanan pada  Rabu, 25 Juni 2014 merupakan kegiatan Perkumpulan HuMa Indonesia bersama Koalisi Pemulihan Hutan Jawa (KPH Jawa). 

 

Perkumpulan HuMa Indonesia (2013) mencatat, dari 72 konflik terbuka kehutanan yang terjadi di Indonesia, 41 konflik terjadi di Jawa, yang hutannya diurus oleh Perum Perhutani. Sementara itu, dalam catatan ARuPA dan LBH Semarang, dalam satu dasawarsa terakhir ini Perum Perhutani telah menganiaya, mencederai dan menembak setidaknya 108 warga desa di sekitar hutan yang diduga/dituduh mencuri kayu atau merusak hutan. Dari jumlah tersebut, 34 diantaranya tewas tertembak atau dianiaya petugas keamanan hutan dan 74 orang lainnya luka-luka. Dari 64 kasus penganiayaan dan penembakan tersebut, sebagian besar diselesaikan tanpa proses hukum.

 

"Negara seolah-olah absen dan tidak pro aktif membantu warga Negara yang mengalami ketidakadilan dan kemiskinan kronis," tutur Ronald Ferdaus dari Arupa mewakili Koalisi Pemulihan Hutan Jawa (KPH Jawa). 

 

Ketidakberdayaan Negara makin terlihat ketika 17 warga Kecamatan Bantarsari, Cilacap, Jawa Tengah ditangkap Polres Cilacap pada 7 November 2013 lalu dengan tuduhan "menebang pohon atau memanen atau mengangkut hasil hutan tanpa ijin". Mereka divonis dengan Pasal 50 ayat (1), 3 jo 78 UU 41/1999 tentang Kehutanan. 15 (lima belas) diantaranya dipenjara 6 (enam) bulan, 2 (dua) sisanya divonis 8 (delapan) bulan penjara.

 

"Padahal lahan tersebut sudah kami garap sejak zaman penjajahan. Pemerintah belum pernah mengambil alih atau membeli lahan tersebut dari warga, karena sampai detik ini pun kami tidak pernah menerima uang pembelian atau ganti rugi. Sudah 8 tahun kami mengurus penukaran tanah namun tidak pernah bisa selesai," cerita Sugeng, dari organisasi tani – SeTAM, Cilacap. "Kami berharap pengelolaan hutan Jawa di masa depan tidak memenjarakan masyarakat", tambah Sugeng

 

Langkah penting yang harus dilakukan menuju realisasi rekonfigurasi hutan Jawa adalah dengan merekonstruksi kebijakan mulai dari UU sampai Peraturan Pelaksana. Di ranah UU, perlu untuk mengganti UU No. 41 /tahun 1999 tentang Kehutanan dengan UU yang baru. Penggantian ini setidaknya merevisi Pasal 6 ayat (1) terkait dengan pengklasifikasian hutan menurut fungsi konservasi, lindung dan produksi. Dan di ranah Peraturan Pemerintah, perlu untuk mencabut PP No. 72 Tahun 2010 tentang Perum Perhutani, yang menjadi sumber masalah hutan Jawa.

 

Dengan dicabutnya PP No. 72 Tahun 2010 ini selanjutnya kepengurusan hutan Jawa diperlakukan secara sama sebagaimana status hutan di luar Jawa selama ini. Dan tidak perlu ada lagi institusi tunggal yang mempunyi wewenang penuh atas tata kepengurusan hutan di Jawa, sehingga tujuan untuk memperoleh manfaat sebesar-besarnya serta serbaguna dan lestari untuk kemakmuran rakyat dapat tercapai. [ ]

 

 

Kontak Media :

Erwin Dwi Kristianto, Perkumpulan HuMa Indonesia, HP. 081327096984,

Sugeng, SeTAM Cilacap, HP. 082135935101,

Ronald Ferdaus, Arupa, HP. 0816676870.

 

--------------

Koalisi Pemulihan Hutan Jawa (KPH Jawa) merupakan koalisi 38 organisasi masyarakat sipil di Jawa yang peduli pada upaya pemulihan hutan Jawa. Mereka adalah yakni ARuPA, FKKM, FPPK, FPPKS, FWI, HuMa, Javlec, JPIK Jateng, Karsa, Kompleet, KpSHK, LBH Bandung, LBH Semarang, LBH Surabaya, Lidah Tani, LPH Yaphi, LPPSLH, Ortaja, Paguyuban Petani Turi, Paramitra, PPHJ, PPLH Mangkubumi, RMI, Rumah Aspirasi Budiman, SD INPERS, Sepkuba, SPP, SPPT, Stan Balong, Suphel, Telapak, Walhi DIY, Walhi Jabar, Yayasan Koling, Yayasan Sitas Desa, Yayasan Trukajaya, LBH Yogyakarta, dan Epistema Institute. KPH Jawa dideklarasikan pada tanggal 17 Januari 2012. Sekretariat Bersama KPH Jawa di Sinduadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta

--   Luluk Uliyah  Knowledge and Media Manager Epistema Institute  Jl. Jati Mulya IV No.23, Jakarta 12540  Telp. 021‐78832167, Fax.021‐7823957, HP. 0815 1986 8887  www.epistema.or.id | fb: Epistema Inst | t: @yayasanepistema  "Belajar dan Berbagi untuk Keadilan Eko-Sosial"



This email is free from viruses and malware because avast! Antivirus protection is active.


__._,_.___

Posted by: Luluk Uliyah <lulukuliyah@gmail.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar