Lagi! Petani Ditembak Polisi
Senin, 2 Desember Konflik Agraria kembali memakan korban. Karena keterlibatan aparat, satu petani (Daeng Empo) Polongbangkeng luka parah akibat tertembak timah panas Brimob Polda Sulselbar hari ini pukul 10.30 Wita.
Konsorsium Pembaruan Agraria mengecam keras tindakan brutal aparat di lahan sengketa antara petani dan PTPN XIV di kecamatan Polongbangkeng Utara, Kab Takalar, Sulsel. Penembakan ini, menambah panjang angka kekerasan atas nama perebutan sumber daya agraria. Polisi dalam penanganan konflik agraria kerap kali tak netral, apalagi untuk melindungi rakyat lemah yaitu petani.
Penembakan semacam ini, bukanlah kejadian baru di ranah konflik agraria. Sejumlah kasus penembakan petani oleh aparat pun tak pernah diusut tuntas. Seperti kasus penembakan Angga (13) yg tewas tertembak oleh polisi Ogan Ilir. Bahkan, baru beberapa bulan lalu (11 September 2013), seorang petani di Indramayu tewas dan tiga puluh lain luka-luka karena intimidasi dan kekerasan oleh penyisiran yang dilakukan oleh preman serta aparat.
Kini konflik agraria justru makin menjadi-jadi dengan disertakannya praktek brutal kekerasan oleh aparat. Hal ini tentu potensial akan melahirkan korban konflik agraria lebih banyak, jika aparat tidak mampu bersikap netral dan lebih mengutamakan menggunakan rasa kemanusiaan.
Pemerintah yang seharusnya menjalankan kewajibannya melaksanakan reforma agraria sesuai konstitusi Pasal 33 UUD45 dan UUPA No 5 Tahun 1960, justru memapankan kembali politik agraria bercirikan kolonialisme dengan menjadikan petani sebagai objek jajahan dan pesakitan. Rezim SBY-Boediono bisa dikatakan rezim yang "Anti Desa". Meskipun jumlah petani telah turun sebanyak 5,3 juta rumah tangga dalam 1 dekade, Pemerintah justru bertindak seakan memusuhi petani lokal dengan melakukan tindak kekerasan. Indonesia di rezim ini bisa dikatakan menjalankan praktek-praktek pengingkaran jatidirinya sebagai negara agraris. Oleh karena itu kami menyatakan:
1. Mengutuk keras tindakan represif aparat kepolisian yang menembak petani Polongbangkeng di Takalar, Sulsel dan segera menarik aparat kepolisian serta menghentikan tindakan represif dalam penanganan sengketa lahan antara warga dengan PTPN XIV
2. Meminta Propam mengusut kesalahan prosedur penembakan petani Polongbangkeng oleh aparat kepolisian.
3. Mendesak Rezim SBY-Boediono untuk menginstruksikan agar aparat keamanan bersikap netral dalam konflik agraria di seluruh penjuru tanah-air
4. Moratorium lahir, perpanjangan dan pembaruan HGU dan Izin-izin perusahaan swasta/asing/nasional di lahan-lahan yang digarap oleh petani lokal dan Segera laksanakan Reforma Agraria sesuai UUPA 1960.
__._,_.___
Reply via web post | Reply to sender | Reply to group | Start a New Topic | Messages in this topic (1) |
.
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar