Jumat, 25 Mei 2012

[Media_Nusantara] [JATAM] DEKLARASI INDONESIA BERDAULAT TANPA TAMBANG

 

DEKLARASI INDONESIA BERDAULAT TANPA TAMBANG

 

Hari Anti Tambang (HATAM), 29 Mei 2012

 

PULIHKAN HAK RAKYAT, LAWAN PEMBODOHAN & LUPA

 

Tanah air kita terus digali, dikuras habis dan dijual murah. Rakyat selalu saja menjadi obyek pembodohan dan dikorbankan. Setelah tragedi penembakan tiga warga petani tahun lalu di Bima NTB, daftar panjang rakyat dikorbankan demi industri pertambangan terus bertambah. Tahun ini tiga petani pulau Sumba divonis sembilan bulan penjara, karena kukuh mempertahankan tanahnya yang dirampas perusahaan tambang Australia. Di Porong Sidoarjo, genap 2190 hari warga terus dalam keterancaman karena semburan lumpur Lapindo. Skandal kasus Lapindo tidak saja menguras kas negara juga menghancurkan kehidupan puluhan  ribu warga di sana.

 

Hampir 34 persen daratan Indonesia telah diserahkan pada korporasi lewat 10.235 ijin pertambangan mineral dan batubara (minerba). Itu belum termasuk ijin perkebunan skala besar, wilayah kerja migas, panas bumi dan tambang galian C. Kawasan pesisir dan laut juga tidak luput dari eksploitasi, mulai lebih 16 titik reklamasi, penambangan pasir, pasir besi dan menjadi tempat pembuangan limbah tailing Newmont dan Freeport. Demikian juga hutan kita, setidaknya 3,97 juta hektar kawasan lindung terancam pertambangan, tak luput keanekaragaman hayati di dalamnya. Padahal saat ini Indonesia tercatat sebagai negara yang memiliki daftar species terancam punah terbanyak di dunia, mencakup 104 jenis burung, 57 jenis mamalia, 21 jenis reptil, 65 jenis ikan air tawar dan 281 jenis tumbuhan.

 

Tak hanya hutan, sungai kita pun sedang sakit. Jumlah daerah aliran sungai (DAS) di yang rusak parah meningkat dalam sepuluh tahun terakhir. Sekitar 4.000 DAS yang ada di Indonesia sebanyak 108 DAS mengalami rusak parah. Celakanya sungai justru dibiarkan jadi lokasi  pembuangan limbah. Sungai Bengkulu dinyatakan tercemar karena limbah batu bara, demikin juga sungai Ajkwa yang tercemar tailing PT Freeport.

 

Lubang-lubang tambang juga dibiarkan menganga. Di Bangka Belitung lebih seribu kolong tambang timah tak diurus. Di Samarinda ada 150 lubang bekas tambang yang dibiarkan begitu saja. Dua lubang diantaranya telah menyebabkan 5 anak tewas tenggelam tahun lalu.

 

Keuangan negara juga dirugikan, daftar panjang kasus-kasus korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) mengiringi catatan diatas. Sektor pertambangan menjadi sapi perah partai-partai politik untuk mendanai kegiatan politik mulai Bupati, Gubernur hingga pemilihan Presiden. Penerimaan negara justru mengalir ke tangan oknum, partai politik dan korporasi. Dari kasus divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) saja, Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan dugaan kerugian negara sebesar Rp 361, 161 miliar.

 

Celakanya justru angka ekspor barang tak terbarukan ini meningkat pesat, nikel naik 800%, bijih besi meningkat  hingga 700%, dan bijih bauksit meningkat 500%. Artinya tanah, air dan udara kita dirusak, dicemari untuk memenuhi kebutuhan negara-negara yang rakus mineral dan energi. 

 

Pengerukan bahan tambang yang rakus air, lahan dan energi selalu melibatkan kekuasaan, telah nyata menjadi mesin penghancur yang serakah. Kebijakan pertambangan yang makin longgar membuat Indonesia menjadi kawasan target pengerukan bahan tambang di Asia Tenggara. Naiknya permintaan materi dan energi dari India, China, Jepang, Korea, Australia dan Eropa  telah memperparah pengkerutan ruang penghidupan warga. Pemerintah justru mendukung upaya tersebut melalui Master Plan Percepatan Pembangunan Indonesia (MP3EI).

 

Sungguh menghina akal sehat jika permasalah di atas hanya ditanggapi dengan program clean and clear perijinan minerba, Corporate Social Responsibility (CSR), juga beragam model penghargaan pada korporasi – baik Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (Proper) milik KLH maupun Penghargaan Aditama milik KESDM. Pembodohan ini disempurnakan dengan menyebut pertambangan sebagai bagian pembangunan berkelanjutan dan ekonomi hijau.

 

Mencermati fakta-fakta di atas, Kami, warga negara – perempuan dan laki-laki yang  bergantung pada sumber-sumber kehidupan menyampaikan :

 

1.     Kami meyakini keserakahan kapitalis ekstraktif yang tidak terbatas itu harus dihentikan karena pada kenyataannya kita hidup di dunia yang serba terbatas.

2.     Kami meyakini sudah saatnya segala ekstraksi materi dan energi dibatasi untuk sebesar-besarnya pemenuhan kebutuhan dasar rakyat.

3.     Kami meyakini tindakan mempertinggi derajat keselamatan dan keamanan rakyat, daya pulih produktifitas rakyat, serta keberlanjutan fungsi-fungsi alam sebagai agenda utama. Oleh karenya penyelamatan kawasan-kawasan warga dan penopang hidup yang telah dan segera dihancurkan oleh industri pertambangan harus menjadi agenda prioritas penyelamatan dalam skala lokal, nasional dan internasional.

4.     Kami pun meyakini gerakan penyelamatan kehidupan dari penghancuran industri tambang harusnya melibatkan makin banyak elemen masyarakat yang lebih masif dan mondial.

5.     Kami menyakini upaya penyelamatan kehidupan dari penghancuran industri tambang tak hanya bertujuan menegakkan keadilan tetapi juga menjaga ciptaan Yang Maha Esa.

 

Atas kesaksian dan keyakinan itu, kami menyerukan penghentian seluruh operasi tambang di Indonesia dan dunia hingga sektor-sektor publik menjamin keselamatan dan keamanan rakyat, produktivitas dan daya pulih rakyat serta keberlanjutan fungsi-fungsi layanan alam.



--
Priyo Pamungkas Kustiadi
08561903417

Media Communication and Outreach
Jaringan Advokasi Tambang


__._,_.___
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar