Rabu, 18 Januari 2012

[Media_Nusantara] Merespon Hasil TGPF Mesuji dan Pembentukan Pansus Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam

 

Sekretariat Bersama Pemulihan Hak-hak Rakyat Indonesia

Jakarta, 18 Januari 2012

Pernyataan Sikap

Merespon Hasil TGPF Mesuji dan Pembentukan Pansus Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam

Kami Sekretariat Bersama Pemulihan Hak-Hak Rakyat Indonesia, mengapresiasi serta memberikan penghargaan setinggi-tinginya kepada rakyat Indonesia terutama dari masyarakat adat, petani, buruh, nelayan, perempuan, pemuda dan mahasiswa yang telah merespon penuh seruan aksi pada 12 Januari 2012 dalam berbagai bentuk. Dan hingga saat ini masih terus melakukan aksi-aksi lanjutan sebagai upaya merebut kembali hak rakyat yang sudah di rampas, seperti yang sedang berlangsung di Senyerang Jambi, Bangka Belitung dan Deli Serdang.

Gerakan rakyat anti perampsan tanah setidaknya diikuti oleh sekitar dua ratus ribu orang yang tergabung dalam berbagai organisasi tersebar di 27 propinsi yang selama ini berjuang dalam penegakan hak-hak ekonomi, sosial, budaya dan politiknya untuk merebut kedaulatan atas pengelolaan sumber-sumber kehidupan yang berkeadilan.

Sehubungan dengan beberapa agenda penting nasional yang menarik perhatian publik maka kami menyampaikan pandangan sebagai berikut;

1. Rekomendasi bagi penyelesaian kasus Mesuji sebagaimana yang disampaikan oleh TGPF pada hari Senin (16/1) malam, mencerminkan dangkalnya pemahaman pemerintah soal konflik agrarian dan PSDA, serta pelanggaran hak asasi manusia yang melingkupinya. Persoalan Mesuji, Sungai Sodong Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan meliputi 3 hal; Pertama, penerbitan HGU di atas tanah-tanah masyarakat. Hal demikian mencerminkan pengingkaran pemerintah pusat dan daerah yang terbukti menunjukkan watak anti tani dan anti rakyat karena tidak memenuhi hak-hak rakyat atas sumber kehidupan yang layak (Agraria) dan mengalihkan isu menjadi masalah spekulen tanah. Kedua, penerima plasma perkebunan bukan kepada yg berhak dan yang ketiga, adanya Wanprestasi atas perjanjian kemitraan antara masyarakat (petani) sungai sodong dengan perusahaan, dimana hak-hak masyarakat tidak dipenuhi sejak tahun 1995 berdasarkan perjanjian.

Ketiga, hal tersebut diatas adalah pemicu utama konflik, yang mengakibatkan Pam Swakarsa, karyawan, aparat kepolisian beradu dengan masyarakat sekitar. Mustahil menyelesaikan sengketa dengan menghormati hak-hak korban jika rekomendasi kasus tidak menyentuh hal tersebut sama sekali.

2. Terkait dengan kasus di Register 45, rekomendasi TGPF justru menjauhkan tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah dalam memenuhi hak-hak atas penghidupan yang layak (agraria) warga negara dengan mengalihkan isu menjadi spekulan tanah. Istilah Penduduk asli dan tidak asli tidak pernah dikenal dalam UUD 1945 dan UUPA tahun 1960. Mereka justru adalah subjek utama penerima manfaat dari objek landrefrom sepanjang mau dan mampu memproduktifkan lahan dan menjaga keberlanjutanan jasa layanan alam.

Kami memandang, keseluruhan rekomendasi TGPF tidak menyentuh sama sekali soal-soal pelanggaran perusahaan dalam memperoleh HGU perkebunan dan ijin HTI yang sudah barang tentu di dalamnya ada keterlibatan Kementrian Pertanian, Kementrian Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional, Bupati dan Gubernur.

Pengusutan secara tuntas terhadap seluruh pejabat utama di Kementrian Pertanian, Kementrian Kehutanan, BPN, Gubernus, Bupati. Mereka yang bersalah harus diseret di muka hukum. Termasuk pengusutan terhadap pihak-pihak perusahaan perkebunan yang terbukti melanggar hukum harus ditindak dan dihentikan operasinya.

3. Rekomendasi kebijakan atas reforma agraria yang menggunakan INPRES di bawah UKP4 menunjukkan dangkalnya pemahaman pemerintah atas masalah agraria yang hanya mengacu pada masalah pengawasan dan pengendalian, di tengah situasi gunung es konflik agraria yang pecah di seluruh negeri. Rekomendasi tersebut juga menunjukkan lemahnya dasar hukum dan usaha mengatasi konflik agraria dan sumberdaya alam yang tidak akan bisa dijalankan dengan tegas dan berkeadilan bagi rakyat.

Menurut kami, persoalan agraria dan pengelolaan sumberdaya alam kita sekarang dalam kondisi darurat karena pengingkaran negara dan pemerintah SBY yang telah terbukti anti-tani dan anti rakyat dengan membela kepentingan perusahaan besar asing maupun dalam negeri.

Karena itu kami menuntut kepada Pemerintah SBY untuk melakukan terobosan politik dan hukum dengan menjalankan reforma agraria secara utuh sesuai dengan UUPA tahun 1960 dan menerbitkan peraturan terkait yang membela kepentingan kaum tani dan rakyat dengan dipimpin langsung oleh Presiden RI.

4. Sikap presiden SBY yang memberikan apresiasi tinggi kepada POLRI sungguh menunjukkan watak pemerintahan yang sejalan dengan tindakan fasisnya, melukai hati jutaan rakyat dari kaum tani, masyarakat adat, buruh, nelayan, perempuan, pemuda, mahasiswa yang telah bergerak menyuarakan aspirasi yang mengutuk tindakan kekerasan fasis yang dilakukan oleh aparat POLRI/TNI dalam menangani konflik agraria hingga terjadi pembunuhan, penganiayaan HAM berat, penangkapan, dan kriminalisasi.

Berdasarkan pada penilaian tersebut kami menuntut kepada Presiden SBY untuk melakukan evaluasi komprehensif (termasuk hubungan modal internasional dengan aparat Negara seperti TNI/Polri) atas kinerja apara POLRI/TNI, menarik seluruh aparat TNI/POLRI dari wilayah konflik agrearai dan sumberdaya alam, dan mengusut tuntas dan memberikan hukuman yang setimpal terhadap seluruh aparat yang terbukti melakukan tindak kekerasan dan pembunuhan.

Dengan membaca dan memahami situasi kekinian, kami Sekretariat Bersama Pemulihan Hak-hak Rakyat Indonesia akan melaksanakan agenda mendesak sampai dengan 100 hari kedepan, diantaranya;

1. Melakukan konsolidasi gerakan dengan terus memperluas aliansi guna membangun gerakan rakyat anti perampasan tanah berskala nasional

2. Pimpinan-pimpinan organisasi lintas sektor yang tergabung di dalam Sekber akan mengunjungi wilayah-wilayah konflik sekaligus melakukan propaganda dan pendidikan massa untuk membangkit kan dan menggerakan sebuah gerakan rakyat anti perampasan tanah. Serta memberikan dukungan secara penuh dan langsung kepada rakyat yang sedang berjuang merebut kedaulatan atas pengelolaan tanah dan sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya.

3. Mendesak terbentuknya PANSUS Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di DPR dengan tujuan untuk melakukan evaluasi menyeluruh atas masalah agraria dan merekomendasikan penanganan komprehensif yang berpihak pada rakyat.

4. Mendesak Presiden untuk melaksanakan Reforma Agraria sesuai UUD 1945 pasal 33 (naskah asli) , TAP MPR No. IX/2001 dan UUPA tahun 1960. Segera bentuk komite Ad Hoc penyelesaian konflik agraria dan pengelolaan sumberdaya alam dalam konteks pelaksanaan Reforma Agraria sebagaimana tersebut diatas.

Pada akhirnya secretariat bersama Pemulihan Rakyat Indonesia menyerukan kepada seluruh rakyat khususnya buruh tani dan masyarakat adat untuk memperkuat organisasi tani dan persatuan organisasi rakyat agar sanggup merebut kembali tanah, mempertahankan tanah, melawan perampasan tanah dan mengelola tanah agar bermanfaat bagi keluarga petani untuk mengurangi kelaparan, busung lapar, membuka lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan pedesaan di seluruh Indonesia.

Jubir Sekber Pemulihan Hak Rakyat ;

1. Berry Nahdian Furqan 08125110979
2. Agustiana 085223207500
3. Henry Saragih 0811655668
4. Idham Arsyad 081218833127

------------------------------

Luluk Uliyah
Knowledge Officer SatuDunia
Jl. Tebet Utara II No. 6 Jakarta Selatan
Telp : +62-21-83705520
HP: 0815 9480 246
Email: lulukuliyah@gmail.com, luluk@satudunia.net

__._,_.___
Recent Activity:
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.


Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar