Kepada Yth.Ibu Walikota Surabaya Jl. Taman Surya Surabaya Dengan hormat, Menyimak berita dibeberapa media cetak, Bhirawa, JawaPos, Surya pada tanggal 28 Mei 2013, tentang Penerimaan Siswa Baru Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) tahun 2013, ada beberapa hal yang sangat dibanggakan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya dan Penanggungjawab Tes Potensi Akademik (TPA) dari Fakultas Psikologi Unair.
Kami melihat hal yang lain pada rencana pelaksanaan Tes Potensi Akademik tahun 2013 ini.
1. Dikatakan, bahwa dengan TPA ini, maka akan dapat diketahui kemampuan anak dalam menerima pelajaran, daya nalar anak, minat dan bakat anak dan lain sebagainya. Kami sebagai masyarakat biasa, berpikir secara sederhana saja. Pada Sekolah Menengah Pertama, system belajar dan kurikulumnya adalah sama semua. Mata pelajaran pada kelas VII antara siswa yang satu dengan siswa yang lain adalah sama. Sehingga untuk apa dilakukan penelusuran minat dan bakat anak melalui TPA, toh semua siswa akan menerima materi yang sama. Begitu juga pada kelas VIII dan IX. Hal yang sama berlaku juga pada Sekolah Menengah Atas, hanya berbeda dengan adanya penjurusan IPA, IPS ataupun Bahasa. Penjurusan itupun berdasarkan prestasi siswa pada mata pelajaran pokok pada masing-masing jurusan. Untuk jurusan IPA, mahasiswa harus mempunyai nilai yang lebih pada mata pelajaran matematika, fisika, kimia dan biologi. Pemilihan jurusan bukan dilakukan berdasarkan hasil TPA. 2. Materi pada TPA akan sangat berbeda dengan materi pelajaran yang telah diterima oleh siswa. Pada kelas VI SD dan pada kelas IX SMP, siswa menerima materi pelajaran sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Pada saat mengikuti TPA, maka akan terjadi kebingungan pada siswa, karena tidak pernah mendapatkan materi seperti yang telah diungkapkan di surat kabar. 3. Hasil penilaian pada saat siswa mengikuti UN (Ujian Nasional) telah mempunyais tandarisasi yang jelas dan dapat diketahui oleh semua pihak, karena soal-soal yang diberikan juga mempunyai tolok ukur yang jelas. Pada TPA, soal-soal yang diberikan hanya diketahui oleh pihak Psikologi Unair dan metode penilaiannya pun hanya diketahui oleh pihak Psikologi Unair. 4. Bobot untuk TPA adalah 60% sedangkan bobot untuk UN adalah 40%. Bagaimana hal ini bias terjadi? Siswa dan guru yang selama ini selalu bekerja keras agar mendapatkan nilai UN yang tinggi, setelah itu dikalahkan oleh nilai TPA yang tidak jelas metode penilaiannya. Dari uraian secara singkat dan sederhana di atas yang dilakukan oleh masyarakat awam, tampak bahwa pelaksanaan TPA untuk seleksi masuk SMP dan SMA tidak berdasar sama sekali, belum lagi apabila dikaitkan dengan Undang-undang Sistim Pendidikan Nasional. Yang harus diwaspadai dengan adanya rencana pemakaian TPA diatas adalah: 1. Terdapat kemudahan terjadinya jual beli bangku pada sekolah-sekolah kawasan tersebut. Terjadi kemungkinan semakin marak adanya pungutan-pungutan liar yang dilakukan oleh oknum-oknum Dinas Pendidikan ataupun sekolah. 2. Kemudahan bagi pihak Dinas Pendidikan untuk menerima titipan-titipan tanpa pungutan, yang biasanya dilakukan oleh para pejabat pemerintah. 3. Mohon diperhatikan juga adanya ikatan alumni antara Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya dengan Fakultas Psikologi Unair. Hal ini akan memudahkan terjadinya kecurangan-kecurangan guna memuluskan keinginan pihak-pihak yang berkepentingan. Demikianlah surat tanggapan kami. Surabaya, 29 Mei 2013 JARAK - Jaringan Anti Korupsi Drs. M Eko HP: 085851391999 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar