Kamis, 20 Juni 2013

[Media_Nusantara] Benarkah Golkar tukar guling kenaikan BBM dengan pasal Lapindo?

 

Benarkah Golkar tukar guling kenaikan BBM dengan pasal Lapindo?

Partai Golkar sempat bersuara lantang menolak proposal dana kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang diajukan pemerintah. Alasannya, proposal tersebut tidak relevan untuk bisa disetujui oleh DPR.

Namun sikap itu tiba-tiba berubah 180 derajat setelah Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie secara khusus bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana. Keduanya kemudian bertemu secara tertutup.

Di Istana, Ical yang menjadi pimpinan tertinggi Partai Golkar akhirnya menyetujui adanya kompensasi kenaikan BBM untuk rakyat miskin. "Saya katakan harus ada kompensasi jangka pendek," kata Ical, Rabu (7/5).

Menurut Ical, subsidi kepada rakyat tak mampu bisa berupa Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), dan beras untuk orang miskin. Dia mengaku tidak menolak jika pemerintah menggelontorkan anggaran untuk kompensasi kenaikan BBM.

"Harus ada BLSM yaitu kompensasi yang sangat pendek untuk menahan gejolak kenaikan harga yang akan dirasakan rakyat miskin," katanya.

Melunaknya sikap Golkar ini pun kemudian terjawab pada Senin (17/6) lalu saat DPR melakukan rapat paripurna APBN-P. Golkar akhirnya benar-benar mendukung kenaikan BBM. Tetapi bukan hanya sekadar kenaikan BBM saja yang disahkan dalam rapat paripurna tersebut.

Golkar memang partai koalisi, tetapi banyak kalangan menyebut jika persetujuan partai beringin itu terhadap kenaikan BBM bukan gratis. Golkar disebut-sebut barter dengan pasal Lapindo yang juga disahkan dalam APBN-P. Munculnya pasal untuk menalangi korban lumpur Lapindo di RUU APBN-P 2013, diduga karena Golkar melakukan tukar guling dengan kenaikan BBM.

Politikus PDIP Hendrawan Supratikno, menyebut ada korelasi antara Pasal 9 APBN tentang dana talangan Lapindo dengan sikap Golkar yang mendukung kenaikan BBM.

"Saya rasa ada korelasi antara dukungan Golkar terhadap APBNP 2013 dengan Pasal 9 (RUU APBN-P). Tetapi apakah pasal 9 ini dijadikan pra kondisi bagi Golkar untuk berikan dukungan, kita bisa menyampaikan dugaan. Tapi korelasinya pasti ada," kata Hendrawan yang juga anggota Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (19/6) kemarin.

Hendrawan menilai, seharusnya pemerintah tidak perlu mengeluarkan Rp 155 miliar seperti yang tertuang dalam Pasal 9 APBN-P tersebut. Hal ini karena bencana Lapindo merupakan tanggung jawab PT Lapindo Brantas sepenuhnya.

"Munculnya lumpur ini karena kelalaian saat mengebor, tentu kita tidak bisa menjadikan tanggung jawab sepenuhnya dari pemerintah, konsekuensi APBN yang menanggung," lanjutnya.

Munculnya pasal Lapindo diduga karena adanya tekanan politik. Saat ini Partai Golkar dinilai partai kuat, dan jaringan yang juga kuat, sedangkan pemerintah dalam hal ini Partai Demokrat ingin kebijakan kenaikan BBM nya berhasil.

"Kan saat di paripurna disebut-sebut suara Golkar suara rakyat, tapi kali ini berbeda, suara Golkar beda dengan suara rakyat. Golkar kan seperti itu, yang lain berkeringat, Golkar tidak berkeringat, dapat jatah yang lebih besar," ujarnya.

Dalam Pasal 9 ayat 1 RUU APBN-P 2013, disebutkan "untuk kelancaran upaya penanggulangan lumpur Sidoarjo, alokasi dana pada Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) tahun anggaran 2013 dapat dipergunakan".

Selanjutnya, dalam Pasal 9 Ayat 1 poin (a), dijelaskan alokasi dana bantuan diperuntukkan bagi pelunasan pembayaran pembelian tanah dan bangunan di luar peta area terdampak di tiga desa; Desa Besuki, Desa Kedungcangkring, dan Desa Pejarakan. Dan juga alokasi anggaran untuk rukun tetangga di tiga kelurahan yakni Kelurahan Siring, Kelurahan Jatirejo, dan Kelurahan Mindi.

Selain itu, dalam Pasal 9 ayat 1 APBN-P 2013 poin (b) itu pemerintah diharuskan menanggung pembangunan kontrak rumah, pembayaran pembelian tanah dan bangunan di luar area terdampak untuk warga di Kelurahan Mindi, Kelurahan Gendang, Kelurahan Porong, Desa Pamotan, Desa Kalitengah, Desa Gempolsari, Desa Glagaharum, Desa Besuki, Desa Wunt, Desa Ketapang.

Pemerintah diharuskan menggelontorkan Rp 155 miliar untuk 'menangani' bencana di area bisnis milik Aburizal Bakrie itu. "Pagu paling tinggi sebesar Rp 155 miliar," bunyi Pasal 9 ayat 2.

Lalu benarkah pasal Lapindo tersebut merupakan hasil tukar guling dengan kenaikan BBM?

Baca juga :
Tambal Sulam dengan BLSM By Bambang Soesatyo ==> http://jaringanantikorupsi.blogspot.com/2013/06/medianusantara-tambal-sulam-dengan-blsm.html

Maju-mundur Kenaikan BBM, Ketidaknyamanan Paruh Kedua By Bambang Soesatyo ==> http://jaringanantikorupsi.blogspot.com/2013/06/medianusantara-maju-mundur-kenaikan-bbm.html

Sri Mulyani, Tertipu atau Terlibat? by Bambang Soesatyo ==> http://jaringanantikorupsi.blogspot.com/2013/06/medianusantara-sri-mulyani-tertipu-atau.html

Rekayasa Bailout Demi Kroni by Bambang Soesatyo ==> http://jaringanantikorupsi.blogspot.com/2013/06/medianusantara-rekayasa-bailout-demi_17.htm
Geolog UGM pastikan Lumpur Lapindo sebagai bencana Industri ==> http://jaringanantikorupsi.blogspot.com/2013/05/medianusantara-geolog-ugm-pastikan.html

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar