Minggu, 03 Juni 2012

[Media_Nusantara] Pernyataan Pers Elsam Situasi HAM Januari-April 2012: [Me]lanjutkan untuk Melanggar

 

Pernyataan Pers Elsam
Situasi HAM Januari-April 2012: [Me]lanjutkan untuk Melanggar

Selama periode Januari–April 2012, upaya-upaya perlindungan HAM terus menurun. Fungsi sejumlah lembaga negara yang mandul menjadikan langkah-langkah perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan HAM kian memburuk. Kegagalan aparat negara dalam menegakkan HAM, seharusnya disikapi serius oleh Presiden, dengan memberikan arah yang jelas tentang kebijakan penegakan hukum dan HAM. Namun, Presidan justru seringkali melemparkan kembali persoalan tanpa adanya ketegasan solusi. Kewenangan besar yang dimiliki Presiden tidak digunakan dengan sebagaimana mestinya.

Hal ini juga diperburuk dengan kecenderungan hilangnya kontrol pemerintah atas perilaku pemerintah daerah seperti dalam kasus-kasus ancaman terhadap hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan. Tindakan sejumlah kepala daerah yang tidak taat hukum, misalnya terhadap keputusan lembaga yudisial, semakin menguat dan kian menjadi preseden buruk yang mengancam tegaknya negara hukum dan mengancam prinsip-prinsip rule of law.

Makin nampak jelas ketimpangan antara kerangka normatif dan realitas sehari-hari perlindungan hak asasi. Dalam skenario yang paling buruk, bahkan sebagai instrumen pencitraan pun, HAM sepertinya hanya menjadi alternatif terakhir yang akan dilirik ketika seluruh kemungkinan yang lain tidak dapat dipergunakan. Setidaknya inilah gambaran yang diperoleh dari empat persoalan besar HAM yang diamati Elsam, yakni menyangkut penyelesaian pelanggaran HAM di masa lalu; praktik penyiksaan terhadap warga negara yang berhadapan dengan hukum; ancaman terhadap penikmatan hak atas kebebasan beragama/berkeyakinan; konflik lahan yang dipicu oleh minimnya kontrol negara atas operasi perusahaan; ketiadaan akuntabilitas hukum terhadap pelanggaran HAM di Papua, serta terus direporduksinya produk-produk legislasi yang tak sejalan HAM, sehingga mengancam kebebasan sipil dan demokratisasi.

Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut, untuk memperkuat perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan hak asasi manusia, Elsam merekomendasikan:

1. Terkait dengan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu :
a. Presiden sebagai kepala negara harus memastikan adanya penegakan hukum dan jaminan adanya penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu dengan segera mengeluarkan kebijakan untuk mendorong penyelesaian. Secara khusus presiden juga harus: (1) membuat Keppres tentang pembentukan Pengadilan HAM adhoc terkait dengan kasus penculikan aktivis 1997-1998; (2) memberikan arahan kepada Jaksa Agung untuk melanjutkan proses penyelidikan berbagai kasus pelanggaran HAM yang berat yang telah diselesaikan oleh Komnas HAM.
b. Menkopolhukam harus segera menyelesaikan rumusan format penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu sebagaimana dimandatkan oleh Presidan, dengan menjunjung transparansi dan akuntabilitas dalam prosesnya.
c. Wantimpres yang berupaya merumuskan konsep penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu harus segara merampungkan naskah tersebut dan segera merekomendasikan kepada Presiden.
d. Komnas HAM untuk segera menyelesaikan penyelidikan berbagai kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu yang masih dalam proses finalisasi.
e. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terus memberikan bantuan kepada korban pelanggaran HAM yang berat berdasarkan kewenangan yang dimilikinya, khususnya pemberian bantuan medis dan rehabilitasi psiko-sosial.
f. DPR melakukan pengawasan terhadap pemerintah dalam implementasi penyelesiaan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, dan berperan aktif dalam memberikan solusi penyelesaiannya.

2. Terkait dengan pencegahan praktik-praktik penyiksaan:
a. Pemerintah terus-menerus melakukan peningkatan kapasitas anggota kepolisian melaluai pelatihan, agar mampu melaksanakan tugasnya dalam penegakan hukum yang sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi dan tidak menggunakan cara-cara penyiksaan dan perlakukan kejam. Pelatihan tersebut haruslah sampai pada tingkat yang paling teknis, misalnya cara-cara interogasi, pencarian fakta-fakta dan penggunaan teknologi tanpa menggunakan cara-cara penyiksaan;
b. Penguatan sistem hukum untuk mencegah dan menghapus terus berlangsungnya praktik penyiksaan. Pemerintah segera merampungkan Naskah Akademis dan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), KUHP dan Ratifikasi Protocol Tambahan Konvensi Menentang Penyiksaan (Optional Protocol to the Convention Against Torture);
c. Adanya penegakan hukum yang adil dan konsisten terhadap setiap terjadinya tindakan penyiksaan, perlakukan kejam dan tidak manusiawi, yang dilaukan oleh aparat negara, khususnya yang terjadi di tempat-tempat penahanan.

3. Terkait dengan jaminan hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan:
a. Presiden harus proaktif melakukan upaya perlindungan jaminan hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan. Dalam kasus-kasus yang tidak dapat diselesaikan di tingkat lokal, Presiden harus mengambil alih tanggungjawab perlindungan semua warga negara berdasarkan konstitusi dan hukum yang berlaku;
b. Presiden harus memberikan arahan yang tegas kepada kepada Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri untuk melaksanakan tugasnya berdasarkan konstitusi dan hukum, tidak bersikap diskriminatif, dan berperan aktif dalam melakukan penyelesaian kasus-kasus yang terjadi;
c. Presiden perlu memberikan arahan tegas kepada Kepolisian Republik Indonesia untuk melaksanakan tugasnya dengan adil, tanpa terpengaruh pada desakan kelompok tertentu, profesional dan tidak diskriminatif;
d. Pengadilan perlu memertimbangkan untuk memberikan putusan kasus-kasus yang berbasiskan agama dengan memberikan pembobotan putusan yang layak, karena terbukti para pelaku kekerasan yang telah dijatuhi pidana tidak jera melakukan berbagai tindakan yang sama;
e. DPR perlu melakukan pengawasan yang serius terkait dengan kinerja pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya dalam melindungi hak-hak konstitusional warga negara, dan DPR juga harus mulai membahas berbagai masalah yang terkait dengan perlindungan kebebasan beragama, termasuk meninjau berbagai regulasi yang bermasalah dan diskrminatif.

4. Terkait dengan penyelesaian konflik agraria:
a. Presiden segera melakukan reformasi di sektor agraria dengan membentuk Inpres tentang Aksi Nasional Reformasi Agraria yang dalam pelaksanaannya dipantau langsung oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan membentuk badan adhoc khusus untuk menyelesaikan konflik agraria nasional, sebagai realisasi dari mandat Tap MPR No. IX Tahun 2001;
b. Kementrian-kementrian terkait melaksanakan rekomendasi dari TGPF Mesuji, diantaranya melakukan peninjuaan izin-izin perkebunan yang bermasalah, khususnya sektor perkebunan sawit, memperluas akses pengelolan hutan bagi rakyat, sebagaimana diatur dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, izin-izin HPHTI yang bermasalah, mengefektifkan pengawasan dan pemberian sanksi kepada perusahaan pemegang izin HPHTI yang bermasalah;
c. Kepolisian meningkatkan kapasitasnya dalam penanganan konflik, termasuk membuat aturan yang lebih jelas dan mendetail mengenai mobilisasi personil yang sesuai dengan prinsip-prinsip HAM, dan Pimpinan Polri menerbitkan kebijakan untuk melarang penerimaan dana dari pihak ketiga untuk mendukung tugas pengamanan, guna menjaga netralitas dan profesionalitas kerja.

5. Terkait dengan Penyelesaian Masalah di Papua:
a. Presiden agar sungguh-sungguh mengupayakan dialog damai yang jujur, adil dan terbuka bersama dengan segenap eleman masyarakat di Papua;
b. Pemerintah mengupayakan adanya pertangungjawaban berbagai pelanggaran HAM yang terjadi di Papua, misalnya pembentukan pengadilan HAM untuk kasus Wasior dan Wamena. Termasuk juga pembebasan tahanan politik di Papua;
c. Kepolisian harus bersungguh-sungguh untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat dengan melakukan tindakan-tindakan yang mampu mencegah adanya kekerasan dan penembakan yang terus terjadi. Kepolisian dalam operasi penegakan hukum harus tetap memperhatikan jaminan hak asasi manusia.

6. Terkait dengan proses legislasi:
a. Pemerintah dalam hal ini, Kementrian Hukum dan HAM agar segera menyelesaian berbagai rencana penyusunan naskah akademis dan RUU yang telah diprioritaskan dalam Prolegnas maupun sejumlah instrumen internasional HAM yang akan diratifikasi sesuai dengan rencana dalam RAHHAM;
b. Pemerintah dalam hal ini Kementrian Dalam Negeri, agar melaksakan fungsinya terkait dengan peninjauan terhadap berbagai peraturan daerah yang berpotensi melanggar HAM atau bertentangan dengan konstitusi;
c. DPR menjadikan perspektif hak asasi manusia dan internalisasi norma-norma hak asasi manusia sebagai salah satu landasan pertimbangan penyusunan legislasi dalam periode mendatang, untuk menjamin terpenuhi serta terlindunginya hak-hak warga negara.
d. DPR mengoptimalkan fungsi legislasi dan fungsi pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah maupun merespon berbagai persoalan HAM yang muncul di masyarakat.

Jakarta, 3 Juni 2012.

Indriaswati D. Saptaningrum, SH., LLM.
Direktur Eksekutif

Contact Person:
Indriaswati D. Saptaningrum 081380305728

__._,_.___
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar