Kamis, 07 Maret 2013

[Media_Nusantara] Release Epistema Institute: Hukum Nasional Tumbuh Tanpa Identitas

 

Siaran Pers Epistema Institute

 

Hukum Nasional Tumbuh Tanpa Identitas:

Politik Pendidikan Tinggi Hukum Lebih Tertarik Mencetak Teknokrat Hukum

 

Yogyakarya, 8 Maret 2013

 

Pada tanggal 7-8 Maret 2013, sejumlah pengajar dan peneliti hukum adat bertemu di Kampus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Mereka membahas perkembangan terkini tentang pengajaran dan studi hukum adat Indonesia dalam sebuah Lokakarya bertajuk: Reorientasi Pengajaran dan Studi Hukum Adat. Lokakarya ini diselenggarakan oleh Epistema Institute dan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM). Lokakarya ini adalah kelanjutan dari lingkar belajar hukum adat.

 

“Lokakarya ini memberikan gairah bagi titik balik perkembangan Hukum Adat Indonesia”, demikian kata Dekan Fakultas Hukum UGM, Dr. Paripurna, S.H. M.Hum, LL.M pada saat membuka Lokakarya.  Hukum adat telah diyakini sebagai basis dan sumber pengembangan hukum nasional. Ironisnya, dalam perjalanan kemudian, hukum nasional semakin meninggalkan hukum adat. Seminar-seminar hukum adat yang dilaksanakan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), telah mati sejak akhir tahun 1980-an.

 

Pengajaran Hukum Adat di fakultas-fakultas hukum pun terus terpinggirkan. Padahal, kebutuhan terhadap materi dan studi hukum adat ini sangat dibutuhkan. Direktur Eksekutif Epistema Institute, Dr. Myrna Safitri menyatakan bahwa di aras daerah, terdapat sejumlah peraturan daerah dan keputusan bupati terkait masyarakat hukum adat dan hak ulayatnya. Di level internasional isu masyarakat adat mendapat tempat penting. Sayangnya, ini tidak berimbang dengan perkembangan hukum adat di sejumlah kampus. “Literatur yang digunakan sudah usang dan kebanyakan warisan kolonial,” ujarnya. Dr. Rikardo Simarmata dari Perkumpulan HuMa menambahkan bahwa persoalan yang menimpa hukum adat adalah tipikal masalah negara-negara ex-koloni.

Dr. Ahmad Ubbe dari BPHN yang menjadi narasumber dalam Lokakarya ini mengatakan, “Kekuasaan kehakiman adalah kekuasan negara untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, bukan hanya peraturan perundang-undangan”.

 

Minat terhadap hukum adat sangat menurut di kalangan mahasiswa. Dr. Djoko Sukisno dari FH UGM menyatakan hasil survey pada 167 mahasiswa, 140 menyatakan tidak berminat pada hukum adat. “Menariknya, 80% di antara yang menyatakan tidak berminat itu mengakui bahwa hukum adat penting bagi profesi mereka,” tandas Djoko.

 

Kritik pedas terhadap politik pendidikan tinggi hukum disampaikan Joeni Arianto, SH, MA dari Universitas Airlangga. “Kurikulum yang ada sekarang lebih diarahkan untuk memberikan bekal keterampilan hukum,” ujarnya.

 

Hukum adat dan hak asasi manusia juga menjadi perdebatan hangat dalam Lokakarya ini.  Kajian hukum adat harus diarahkan untuk penguatan masyarakat hukum adat terutama kalangan yang paling rentan dalam masyarakat seperti perempuan dan orang miskin. Demikian pula kajian hukum adat perlu menjadi bahan koreksi pada kebijakan ekonomi makro pemerintah seperti halnya terhadap MP3EI, demikian dinyatakan Rahma Mary dari Universitas Presiden. [ ]

 

Kontak person:

 

Yance Arizona, Manager Program Hukum dan Masyarakat,  Epistema Institue

E-mail: yance.arizona @epistema.or.id

HP: 085280860905

 

---------------------------------------------------------------------

Luluk Uliyah

Knowledge and Media Manager

Epistema Institute

Jl. Jati Mulya IV No.23, Jakarta 12540

HP. 0815 9480246

www.epistema.or.id

fb: Epistema Inst | t: @yayasanepistema

 

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar