Selasa, 11 September 2012

[Media_Nusantara] "Selamatkan Hutan, Selamatkan Bumi" dari ancaman Kapitalis ekstraktif

 

Save The Forest, Save The Earth

Melalui lembaran sederhana ini, kami mengundang kawan-kawan Jatamers, dalam aksi " Selamatkan Hutan, Selamatkan Bumi" dari ancaman Kapitalis ekstraktif. Dilaksanakan hari Rabu tanggal 12 September 2012. Star kantor Jatam Sulteng, sasaran Kantor Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah.

Pernyataan Sikap

Pengalihfungsian sektor kehutanan ke sektor pertambangan akhi
r-akhir ini semakin marak terjadi. Di Kabupaten Tolitoli, terdapat 23 Izin Usaha Pertambangan (IUP) masuk dalam kawasan hutan. Seperti yang dikatakan oleh Kepala Dinas Pertambangan Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Tolitoli, Budhi Kathiandgo, bahwa sebagian lokasi pertambangan di 23 areal izin pertambangan Kabupaten Tolitoli yang siap dikelola oleh para investor tambang ternyata masuk dalam kawasan hutan.

Pihaknya sudah mengajukan permohonan alih fungsi hutan ke Kementrian Kehutanan. Namun celakanya, Dinas Kehutanan Kabupaten Tolitoli, tidak mengetahui luas lahan Izin Pertambangan yang masuk di kawasan hutan tersebut (Media Alkhairaat 4/9).

Hal ini sangat rancu tentunya, pemerintah Daerah Kabupaten Tolitoli berani mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di areal hutan, namun belum memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Bahkan masih dalam tahap pengajuan izin ke Kemenhut. Padahal dalam kawasan hutan yang tidak memiliki izin pengalihfungsian hutan dari menteri Kehutanan, adalah tindakan pelanggaran hukum sebagaimana diatur dalan UU No. 41 Tahun 1999 Jo Tentang Kehutanan. Dalam hal ini, harus ada tindakan tegas dalam penegakan hukum berupa pemberian sanksi hukum terhadap pihak yang terlibat dalam upaya-upaya pengalihfungsian kawasan hutan tanpa melalui prosedur yang benar.

Sesuai dengan Pasal 134 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan sebelum memperoleh izin dari instansi Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lebih tegas, Pasal 50 ayat (3) huruf g jo. Pasal 38 ayat (3) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, mengatur bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa melalui pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.

Perusahaan tersebut antara lain adalah PT. Indonesia Eka Risti Alfa, PT. Tunas Kasih, PT Andhika Bhakti, PT. Inti Cemerlang, PT. Promistis, PT. Sumber Mas, dan PT. Era Moreco. Beberapa perusahaan tambang tersebut, adalah anak perusahaan dari PT Sulawesi Molybdenum Managemen, yang akan mengeruk habis Molybdenum, tembaga dan lain sebagainya di wilayah Kecamatan Dondo Kabupaten Tolitoli. Total penggunahan lahan areal konsesi seluruh IUP tersebut seluas 39.005 Hektar. Sebagian besar izin tersebut berada dalam wilayah Cagar Alam Tinombala yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 339/Kpts-II/1999 tanggal 24 Mei 1999 dengan luas 37.106,12 ha.

Sementara itu, kawasan hutan di Kecamatan Dondo mencakup; Hutan Lindung 15.888,0 Ha, Hutan Produksi 23.833,00 Ha, Hutan Konservasi 4.158,00 ha, Hutan Rakyat 1.208,0 Ha, Hutan Suaka 2.215,00 Ha. Sementara itu dalam wilayah konsesi perusahaan terdapat Cagar Alam Tinombala yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 339/Kpts-II/1999 tanggal 24 Mei 1999 dengan luas 37.106,12 ha.

Hal demikian adalah sebagai bentuk resiko industri ekstraktif meningkat menjadi ancaman dan mara bahaya terhadap syarat kebelanjutan manusia dan alam sekitarnya. Sebab lokasi IUP perusahaan tambang tersebut yang saat ini proses destruktif-nya sedang dipimpin oleh Sulawesi Molybdenum Management (SMM) memiliki impact aktivitas ekstraktif yang akan meniadakan syarat objektif kehidupan masyarakat setempat. Kepentingan banyak spesies selain manusia, sebagai daerah resapan air atau watercatcment area. Air itu mengalir sebagai deposito pokok bagi kebutuhan kehidupan seluruh rakyat di Kecamatan Dondo. Haruskah kita korbankan semua itu hanya bagi satu "spesies pemusnah" bernama Kapitalis? (Jatam Sulteng 2012).

Maka dari itu kami Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulteng, menyatakan sikap sebagai berikut:

Mendesak Dinas Kehutanan Provinsi Sulteng dan Dinas Kehutanan Kabupaten Tolitoli untuk memeriksa dugaan pelanggaran hukum tersebut;

Tolak aktifitas Ekplorasi maupun Eksploitasi Perusahaan Tambang di Kecamatan Dondo, Toli-Toli;

Pemerintah harus segera mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan tambang di Kecamatan Dondo Kabupaten Tolitoli.

Palu, 11, September 2012

Koordinator Aksi
Alkiyat J Dariseh

__._,_.___
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar