Minggu, 02 September 2012

[Media_Nusantara] Menguak Sekilas Kondisi Intelijen Indonesia

 

Menguak Sekilas Kondisi Intelijen Indonesia
by @STNatanegara

kekacauan = Anggaran lagi = pengadaan lagi = momentum tercipta untuk garong duit rakyat lagi...

"berani tidak dikenal, mati tidak dicari, berhasil tidak dipuji, dan gagal dicaci maki" tercapai dalam kasus Sampang tp tidak pd teror Solo

operasi intelijen Indonesia masih dipengaruhi oleh kepentingan politik 'user' yg tidak menjamin obye
ktifitas analisis dan profesionalisme, hal ini dimungkinkan oleh doktrin single client kepada 'user' dan lemahnya fungsi kontrol pada kepeminpinan sang 'user', meski reformasi sudah berjalan bertahun-tahun, doktrin single client tersebut masih terlalu kuat mempengaruhi kinerja intelijen nasional

coba jawablah bagaimana seorang intelijen mampu mengendalikan segala macam emosi dalam situasi yang sangat genting sekalipun?

coba jawablah bagaimana seorang intelijen yang mengalami perdebatan bathin antara nurani dan tugas mampu mengambil keputusan yang tepat?

coba jawablah apakah dua hal yang saya sebutkan sebelum ini bisa tercipta secara tiba-tiba?

tahukah anda bahwa ada dikenal tentang istilah Black Cell Task Force yang sengaja diciptakan untuk mengerjakan pekerjaan kotor pemerintah?

prinsipnya setiap pembentukan Tim Khusus dimanapun didunia pasti tidak akan memiliki garis hubungan dg institusi resmi intelijen negara

intel oh intel ..... musuh dari professionalisme dan obyektifitasmu sebenarnya adalah pimpinan dan 'user'mu sendiri, lagi-lagi intelijen menjadi sasaran krn dianggap gagal memprediksi kekacauan padahal hasil analisa lengkap telah dibuang ditempat sampah

korupsi tidak diberantas akan menurunkan kredibilitas pemerintah. diberantas langsung ke pusat-pusat korupsi akan menjatuhkan pemerintah. benar sekali adanya buah simalakama hasil analisa, akhirnya dipilihlah yang beresiko kecil dan berdampak kecil itu..... sikap gegabah dan arogan dari seorang Gus Dur pada dunia intelijen telah membuatnya terantuk kasus demi kasus yg membuatnya jatuh tersungkur

mimpi buruk seorang intel yg harus menanggung kesalahan dan dosa sampai kematian menjemputnya tidak pernah terbayangkan oleh profesi lainnya, terlalu banyak mulut-mulut bocor, terlalu banyak penghianat di dalam tubuh organisasi intelijen, terlalu banyak yang bermental busuk, terlalu banyak yang tumpul otaknya, terlalu banyak yang buruk teknik operasinya, dan akhirnya pembusukkan organisasi terjadi secara pasti

semua anggta intelijen sdh menandatangani kontrak kematian sbg anjing kurap pemerintah yg hrs bersedia dimatikan bila pemerintah menghendaki, intel telah meletakan Hak Asasi dirinya demi negara dan bangsa yang secara ideal telah didoktrinkan pada dirinya

bagaimana intelijen mau bermain kalau rakyatnya tega menjual bangsanya demi uang ? perasaan saya ataukah intelijen kalah oleh media massa ? seorang teman bergumam, jika Negara menugaskanku..... maka Nyawa yang jadi senjataku... kami siap Mati untuk Negara .... (...somewhere...)

intelijen telah sekian lama terpuruk...terperosok ke dalam kubangan lumpur karena menjadi mata telinga bagi sebuah sistem penindasan rakyat, intelijen sipil telah sekian lama disunat oleh kekuatan doktrin dan praktek militer untuk mengikuti jalur komando dlm melaksanakan tugasnya, akibatnya intel dimanapun engkau berada harus menanggung malu, dosa dan terpinggirkan dari pergaulan normal masyarakat Indonesia, jika tidak memicingkan sebelah mata, rakyat akan mencibirkan mulutnya dan meludah karena intelijen telah menjadi impoten lahir dan bathin, fungsi intelijen semakin kerdil, marjinal dan saya perkirakan hanya menjadi mata-telinga penguasa menjelang pesta demokrasi lima tahunan,

apabila intelijen benar2 bekerja profesional mendeteksi setiap ancaman bagi rakyat Indonesia, tentu tidak akan ada kasus Busung Lapar

apabila intelijen benar-benar menjadi pengawal pembangunan ekonomi nasional, tentu tidak akan terjadi kelangkaan BBM

apabila intelijen benar2 membuka mata dan telinga atas dugaan korupsi dalam tubuh pemerintah, tentu tidak akan terjadi korupsi berjama'ah

apabila intelijen mendokumentasikan setiap temuan kasus penebangan liar dan penggundulan hutan, tentu akan mudah membongkar kasus mafia kayu

apabila intelijen sungguh-sungguh melakukan kontra-operasi terhadap kelompok teroris, tentu kasus teror akan segera berhenti

begitu luas cakupan operasinya, begitu banyak organisasi yang berbau intelijen, tetapi sayang begitu lemah pelaksanaannya

sejak awal kematian Munir SH sudah ada desas-desus keterkaitan BIN, disebar oleh "oknum" kepada aktivis dan wartawan melalui telepon genggam, dari desas-desus itu muncul ide pembentukkan TPF Munir dari kalangan aktivis karena diyakini Polisi tidak akan mencapai hasil maksimal, terjadi hubungan simsiosis mutualisme dengan pemerintahan baru sehingga keinginan aktivis tersebut segera direspon oleh SBY

terjadi lagi desas-desus dari beberapa "oknum" yang menceritakan pernah melihat surat tugas yang mengaitkan Pollycarpus dengan BIN, terjadilah proses tarik menarik TPF Munir dan BIN yang membuat mantan Sekretaris Utama BIN bolak-balik ke diinterogasi TPF dan Polisi, bahkan "hebatnya" TPF Munir sampai bisa melacak jalur telepon yang konon pernah tercatat menghubungkan mantan Deputi V BIN dg Pollycarpus, dibayangi kemungkinan gagal krn tidak bisa membuktikan desas-desus surat tugas Pollycarpus dg "memaksa" mantan petinggi dan petinggi BIN, TPF mengembangkan opini negatif tentang BIN dan mantan petingginya bahkan juga menuduh Ketua BIN tidak kooperatif, selain itu telah dipersiapkan langkah-langkah membuat kasus Munir sebagai kasus HAM internasional

pemerintah tidak akan sanggup menanggung kehancuran kredibilitas intelijen, terkecuali dengan cara melikuidasi dan membentuk organisasi baru, paling mengerikan adalah apabila desas-desus yang dipercayai oleh sejumlah anggota TPF ternyata bagian dari permainan besar, yang tidak pernah ada dan tidak akan pernah bisa dibawa ke hadapan hukum.

Inilah yang membuat Polisi jauh lebih hati-hati, karena segala bukti yang tidak bisa menjadi barang bukti di pengadilan adalah sia-sia, setiap ada peristiwa teror, perhatian segera mengarah pada intelijen. apa itu intelijen polisi, militer, maupun intelijen sipil seperti BIN, kasus terakhir di Solo amat sangat menjengkelkan dari sudut padang kemanusiaan maupun ketentraman sosial terutama dari sudut pandang korban, juga menimbulkan simpati nasional dimana rakyat Indonesia secara umum ikut "merasa" menderita krn teror itu bisa terjadi lagi di mana saja. lalu apa yang sudah dan sedang dikerjakan kalangan intelijen? mengapa seperti tidak ada henti-hentinya?

saya percaya intelijen tidak pernah kecolongan dan seringnya hasil analisa malah dibuang ke tempat sampah oleh 'user'nya, kalaupun harus menyalahkan intelijen, saya akan mengatakan demikian.... intelijen saya pastikan tidak bekerja optimal. prinsip kerja 7 hari 24 jam sudah berubah menjadi kemalasan. semangat patriotisme dan pengorbanan digerogoti oleh rasa keengganan. harga diri yang berasal dan tumbuh dari profesionalisme dan pengabdian telah terbakar habis oleh penghinaan publik yang bertubi-tubi, berapa harga yang harus dibayar.... yah kira-kira sebesar teror demi teror yang akan terus membayangi setiap penjuru tanah air Indonesia

__._,_.___
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar