Selasa, 12 November 2019

[Media_Nusantara] Petral di tengah pusaran politik

 

Petral di tengah pusaran politik

Dulu era Soeharto ketika kita masih surplus minyak. Produksi dan konsumsi lebih besar produksi, ekspor Minyak jadi primadona. Lantas gimana mengontrol ekspor tersebut ? Pak Harto menyetujui dibentuk Agent yang punya hak monopoli perdagangan Minyak. Maka dibentuklah Petral. Petral ini perusahaan terdaftar di Singapore. Pemegang sahamnya adalah 40 persen PT Pertamina (Persero), 20 persen Bob Hasan, 20 persen Tommy Soeharto, dan 20 persen sisanya yayasan karyawan Pertamina. Namun dibalik Petral ada operator yang bertindak sebagai trader, yaitu group Bimantara, dimana pemiliknya adalah Bambang Tri ( putra Soeharto). Namun pengelolaannya dipegang oleh Rosana Barack.

Sebetulnya tujuan Ideal Petral ini adalah menjamin pemasukan devisa negara dan sekaligus penjamin pasokan BBM dalam negeri. Jadi bisnis Petral itu tak lebih bisnis monopoli atas Minyak kita. Dari monopoli inilah semua pihak mendapatkan komisi secara legal. Setelah reformasi, tahun 2000, susunan Pemegang saham Petral berubah. Semua keluarga cendana dan kroni keluar. 99,9% saham Petral dikuasai oleh Pertamina. Apakah ini akhir dari bisnis rente? tidak.  Petral benar dikuasai Pertamina. Tetapi operator tetaplah swasta sebagai trader. Memang ada banyak trader yang terdaftar, namun dalam lelang, yang menang itu itu saja. Ya segelintir itu saja. Siapa ?

Dia adalah Murez. Dia sebetulnya pendatang baru dalam bisnis minyak ketika itu. Dia tadinya hanya sebagai broker jasa kapal tanker yang punya bisnis dengan Bimantara melalui Rosana Barack, tangan kanan Bambang Tri. Rosana Barack punya adik ipar namanya Surya Paloh (SP). Dengan dukungan kekuatan financial dari Rosano Barack inilah Murez bisa mengontrol setiap tender Petral dan menjadi pemenang. Itu sebabnya hubungan Murez degan SP sangat dekat. Maklum Murez sebetulnya menjalankan uang dan akses Rosano Barach, yang notabene adalah kakak ipar SP. 

Dan lagi akses Murez ke pemerintah berkat hubungan dekat SP dengan Purnomo Yusgiantoro, yang ketika era Soeharto staff Menteri Pertambangan energi, Ida Bagus Sudjana dan kemudian staff SBY sebagai Mentaben era Gus Dur. Era SBY sebagai presiden,  Purnomo Yusgiantoro jadi Mentaben, bisnis Murez di Petral semakin lancar. Maklum teman lama yang jadi Mentaben. Apalagi hubungan Murez dengan Hatta Rajasa, orang kepercayaan SBY sangat dekat. 

Kehebatan business connection ini adalah menjadikan Petral hanya sebagai alat saja. Yang mengatur semua adalah Holding Company, Global Energy Resources, yang membawahi 5 perusahaan.  Gainsford Capital Limited , dimana Jhone Plate  tangan kanan SP sebagai salah satu direktur bersama dengan Murez. Group inilah yang mengatur pengadaan minyak dari mulai riset pasar, tender, pengaturan pemenang tender, pengaturan harga termasuk titipan yang menjadi bagian bagi para anggota DPR, pejabat Pertamina, SKK Migas , anggota kabinet, elite partai.

Era Jokowi, Petral dibubarkan. Sebetulnya rencana pembubaran ini tidak diduga oleh SP dan Murez. Ternyata Jokowi serius. Itu sebabnya SP berusaha memasukan skema baru malalui Sociedade Nacional de Combustiveis de Angola EP (Sonangol EP) sebagai supply oil underkater. Dimana boss Sonangol EP adalah sahabat SP sejak lama.  Tapi kandas. Malah Jokowi melangkah lebih jauh dengan melaporkan ke KPK kasus Petral ini. Tetapi entah mengapa proses pengusutan mega skandal ini sangat lambat. Sampai kini hanya menjangkau Menaging Director Petral. Mastermind nya tidak tersentuh.

Lantas apa kerugian negara dengan adanya petral. Dampak yang terasa merugikan adalah  20 tahun terakhir ini tidak ada satupun pembangunan kilang baru di Indonesia. Sementara kilang yang ada jumlahnya sangat terbatas dan masih menggunakan teknologi lama. Misal, Pertamina memiliki 7 kilang, tapi yang bisa beroperasi hanya 5. Dari yang beroperasi, hanya ada satu yang menggunakan teknologi baru, yakni Balongan, Empat kilang lainnya masih menggunakan teknologi lama. Akibatnya kita semakin tergantung impor BBM. Kalau dihitung secara materi mungkin jumlah triliun kerugian negara.

Bukan itu saja. Dampak buruk lainnya adalah cadangan minyak di tangki penyimpanan Pertamina hanya bisa mencukupi 18 hari konsumsi, padahal 10 tahun yang lalu masih bisa 30 hari. Inventory days yang pendek ini membuka peluang bagi trader untuk bisa menekan Pertamina untuk membeli dengan harga yang mereka mau, atau BBM akan langka. Dampaknya bisa chaos ekonomi. 

Ini sejenis mind corruption yan di create secara sengaja oleh pelaku white collar crime. Karena sebagian besar terlaksana berkat aturan yang dibuat pemerintah dan DPR dan operasinya menggunakan perusahaan cangkang, yang tidak mudah melacak perpindahan uangnya dan transaksinya. Petral adalah icon dari mega skandal tentang betapa brengseknya oligarki bisnis mengendalikan sumber daya negara dan menjarahnya secara legal berkat konspirasi politik. Aktor itu sampai sekarang masih ada dan bagian dari elite politik negeri ini.


Erizeli Jely Bandaro


Dikirim dari Yahoo Mail untuk iPhone

__._,_.___

Posted by: Al Faqir Ilmi <alfaqirilmi@yahoo.com>
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)

.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar