Surat Perintah Penyidikan La Nyalla Dinilai Sah oleh Para Ahli Hukum
Sementara Komisi Yudisial (KY) akan menyelidiki putusan hakim tunggal PN Surabaya yang memenangkan La Nyalla. KY mencium ada kejanggalan yang dinilai tidak wajar. "Unit lapangan juga telah ditugasi untuk terus memonitori prosesnya. Beberapa hal memang ditemukan namun kami belum bisa memublikasikan detailnya.
Kami ingin memastikan hasilnya matang dan tidak terlalu terburu-buru," ujar Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi.
Langkah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru dan langsung menetapkan status tersangka pada La Nyalla M Mattalitti adalah langkah sah dan tidak menyalahi prosedur hukum.
Meskipun sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya melalui sidang praperadilan membatalkan sprindik lama atas kasus yang sama. Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMS) Ahmad Labib mengatakan, selama kejaksaan punya keyakinan bahwa data-data menjadi bukti pidana yang dilakukan adalah sah dan kua, maka penerbitan sprindik baru juga sah saja.
Menurutnya, yang menjadi pokok materi dalam gugatan praperadilan dimenangkan pihak La Nyalla adalah masalah administrasinya. Terlebih lagi, lanjut Labib, jika dalam penerbitan sprindik baru, pihak Kejati Jatim sudah membenahi khususnya pada administrasi penerbitan sprindik, maka langkah itu dianggap benar.
"Jika bukti diyakini dengan benar, maka dengan prosedur KUHAP itu tepat dan itu hak kejaksaan mengeluarkan sprindik lagi yang lebih tepat," katanya. Lebih lanjut dia menjelaskan, sebenarnya yang dipraperadilankan itu terkait hukum acara penetapan sehingga praperadilan tidak menggugurkan alat-alat bukti terkait tindak pidana materiil.
Menurut dia, alat-alat bukti itu bisa digunakan kembali untuk penerbitan sprindik baru. "Karena praperadilan itu terkait hukum acara dan bukti pidana itu terkait bukti materiil sepanjang bukti ada, maka tidak menggugurkan keabsahan tindak pidana. Saya kira itu (penerbitan sprindik baru) memang perlu kalau kejaksaan merasa bukti itu benar, tidak masalah sprindik itu asal dengan prosedur tepat," ujarnya.
Dia menegaskan, antara administrasi hukum acara penerbitan sprindik dengan bukti tindak pidana materiil perlu dipisahkan. Karena bukti tindak pidana itu akan disampaikan dalam sidang di pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor), bukan pada praperadilan. Terkait belum ada pemeriksaan La Nyalla sebagai tersangka, Labib mengatakan, perlu dilihat upaya hukum yang telah dilakukan.
Dia mengatakan, bagi warga negara yang diduga melakukan tindak pidana, maka wajib datang ketika dipanggil untuk pemeriksaan. Jika kejaksaan sudah mengeluarkan surat panggilan tiga kali dan tetap tidak hadir sehingga tanpa kehadiran terduga, maka sudah bisa dilakukan penetapan tersangka.
Meskipun sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya melalui sidang praperadilan membatalkan sprindik lama atas kasus yang sama. Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMS) Ahmad Labib mengatakan, selama kejaksaan punya keyakinan bahwa data-data menjadi bukti pidana yang dilakukan adalah sah dan kua, maka penerbitan sprindik baru juga sah saja.
Menurutnya, yang menjadi pokok materi dalam gugatan praperadilan dimenangkan pihak La Nyalla adalah masalah administrasinya. Terlebih lagi, lanjut Labib, jika dalam penerbitan sprindik baru, pihak Kejati Jatim sudah membenahi khususnya pada administrasi penerbitan sprindik, maka langkah itu dianggap benar.
"Jika bukti diyakini dengan benar, maka dengan prosedur KUHAP itu tepat dan itu hak kejaksaan mengeluarkan sprindik lagi yang lebih tepat," katanya. Lebih lanjut dia menjelaskan, sebenarnya yang dipraperadilankan itu terkait hukum acara penetapan sehingga praperadilan tidak menggugurkan alat-alat bukti terkait tindak pidana materiil.
Menurut dia, alat-alat bukti itu bisa digunakan kembali untuk penerbitan sprindik baru. "Karena praperadilan itu terkait hukum acara dan bukti pidana itu terkait bukti materiil sepanjang bukti ada, maka tidak menggugurkan keabsahan tindak pidana. Saya kira itu (penerbitan sprindik baru) memang perlu kalau kejaksaan merasa bukti itu benar, tidak masalah sprindik itu asal dengan prosedur tepat," ujarnya.
Dia menegaskan, antara administrasi hukum acara penerbitan sprindik dengan bukti tindak pidana materiil perlu dipisahkan. Karena bukti tindak pidana itu akan disampaikan dalam sidang di pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor), bukan pada praperadilan. Terkait belum ada pemeriksaan La Nyalla sebagai tersangka, Labib mengatakan, perlu dilihat upaya hukum yang telah dilakukan.
Dia mengatakan, bagi warga negara yang diduga melakukan tindak pidana, maka wajib datang ketika dipanggil untuk pemeriksaan. Jika kejaksaan sudah mengeluarkan surat panggilan tiga kali dan tetap tidak hadir sehingga tanpa kehadiran terduga, maka sudah bisa dilakukan penetapan tersangka.
Maka sangat aneh jika hakim pra-pengadilan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya memutuskan bahwa dalam kasus ini tidak ada korupsi & malah meminta kejaksaan untuk tidak melanjutkan penyidikan. Ada apa kok hakim praperadilan dari PN Surabaya mengambil alih tugas hakim pengadilan tipikor?
Sementara Komisi Yudisial (KY) akan menyelidiki putusan hakim tunggal PN Surabaya yang memenangkan La Nyalla. KY mencium ada kejanggalan yang dinilai tidak wajar. "Unit lapangan juga telah ditugasi untuk terus memonitori prosesnya. Beberapa hal memang ditemukan namun kami belum bisa memublikasikan detailnya.
Kami ingin memastikan hasilnya matang dan tidak terlalu terburu-buru," ujar Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi.
Sumber: Koran Sindo http://koran-sindo.com/news.php?r=6&n=91&date=2016-04-15
__._,_.___
Posted by: Enggo Wahono <enggowahono@yahoo.com>
Reply via web post | • | Reply to sender | • | Reply to group | • | Start a New Topic | • | Messages in this topic (1) |
Upgrade your account with the latest Yahoo Mail app
Get organized with the fast and easy-to-use Yahoo Mail app. Upgrade today!
.
__,_._,___